Ilustrasi/Inc.com
Health

PINDAH TUGAS: Tips Agar Anak Nyaman Diajak Hidup Nomaden

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 29 Agustus 2015 - 23:19
Bagikan

KARENA tuntutan pekerjaan, beberapa keluarga seringkali tidak dapat menghindari keharusan untuk berpindah-pindah tempat tugas. Konsekuensinya, jika memiliki anak dalam masa perkembangan, mereka kerap terpaksa memboyong si buah hati ikut pindah, hidup nomaden.

Padahal, anak-anak dalam masa perkembangan membutuhkan berbagai penyesuaian untuk menjaga kesehatan mental mereka. Salah satunya adalah kondisi lingkungan dan rutinitas yang tidak berubah-ubah secara drastis.

Namun, jika dibenturkan dengan tuntutan pekerjaan kedua orangtuanya, anak-anak mau tidak mau harus dipersiapkan menghadapi tantangan hidup nomaden.

Lantas, apa saja yang bisa dilakukan agar anak tetap merasa nyaman dan aman di tempat baru?

Inez Ardhani, ibu 40 tahun dengan tiga anak, yang baru-baru ini pindah ke Bekasi dari Surabaya karena tuntutan tugas suaminya, mengatakan dirinya bersama suami memberi rentang waktu yang cukup bagi anak untuk beradaptasi.

“Kami mencari lingkungan yang baik, sedapat mungkin yang dekat dengan sekolah dan yang lengkap fasilitasnya, misalnya mal, pasar, rumah sakit, dan sebagainya. Sejak awal, kami memberi pengertian dan selalu melibatkan anak saat survei tempat tinggal baru,” katanya.

Dia juga mengaku selalu mengajarkan anak-anaknya untuk tidak sombong dan selalu ramah di tengah lingkungan pergaulan baru. Bila perlu, setiap malam dia dan suaminya meluangkan waktu untuk mengobrol dengan anaknya tentang teman-teman baru mereka.

Dari kacamata medis, Psikolog Anak dan Keluarga PacHealth Indonesia, Anna Surti Ariani menjelaskan pada dasarnya seorang anak—khususnya dalam tiga tahun pertama hidupnya—membutuhkan rasa aman dan nyaman yang bisa didapatkan dari tiga aspek.

Pertama, adanya orang-orang yang mengasuh dia. Sebab, diasuh dengan orang tua yang sama setiap hari akan membuat dia merasa nyaman. Kenyamanan itu akan bertambah jika ayah dan ibunya peka dan memahami apa yang menjadi kebutuhan si anak.

Kedua, adanya kesamaan tempat dan fasilitas. “Misalnya tempat tinggal atau ruang tidur. Ketika dia mengenali itu dari suhunya, baunya, atau perabotannya, itu akan menimbulkan rasa aman dan nyaman baginya.”

Ketiga, adanya kesamaan kegiatan atau rutinitas harian. Pengulangan rutinitas harian dari pagi hingga malam akan membuat anak dalam masa pertumbuhan merasa nyaman karena dia tahu apa yang harus dilakukannya.

“Intinya, rasa aman dan nyaman anak dibentuk karena kesamaan pengasuh, fasilitas, dan rutinitas. Ini adalah bekal anak untuk bisa menciptakan attatchment pada lingkungannya, dan attatchment inilah dasar dari kesehatan mental,” kata psikolog yang akrab disapa Nina itu.

Dalam kondisi normal—di mana suatu keluarga menetap di rumah dan lingkungan yang sama untuk periode yang panjang—ketiga aspek tersebut relatif lebih mudah untuk dipenuhi bagi buah hati.

Akan tetapi, bagaimana jika salah satu atau seluruh aspek tersebut tidak dapat dipenuhi karena anak yang bersangkutan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sering berpindah-pindah tempat tinggal?

Nina, yang juga psikolog anak dan keluarga di Medicare Clinic Jakarta itu, mengatakan kemungkinan anak menjadi stress akan lebih tinggi di tengah perubahan lingkungan yang terlalu drastis.

Tidak hanya anak, orang tua pun berpotensi mengalami stress, mudah lelah, dan berpeluang lebih sibuk daripada biasanya.

"Situasi tersebut berpotensi mengubah orang tua lebih emosional dan lebih mudah marah pada anaknya".

Ketika anak berpindah-pindah tempat tinggal, kata dokter di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Depok itu, hal-hal sederhana seperti perubahan luas rumah, suhu udara, dan zona waktu dapat menjadi pemicu stress.

“Selama proses pindahan, rutinitas anak akan berubah. Itu akan membingungkan bagi anak, karena rutinitas yang dia butuhkan tidak terjalin. Belum lagi kalau pindahnya ke tempat yang berbeda zona waktu. Jadwal tidur bisa berubah, sehingga waktu istirahat bisa berkurang.”

BERI WAKTU

Untuk mengatasi dampak-dampak psikologis tersebut, Nina menyarankan orang tua yang hidup nomaden sebisa mungkin mempertahankan hal-hal yang sama di dalam kesehariannya. Misalnya tetap menjaga kebiasaan membacakan dongeng setiap malam sebelum tidur.

“Ortunya mungkin stress berat. Namun, mereka tetap harus berusaha menunjukkan perilaku yang relatif sama kepada anaknya. Katakanlah, sebelum tidur dia mendampingi anaknya. Itu akan menenangkan bagi si anak.”

Selain itu, orang tua juga sebaiknya mempersiapkan mental anak dalam menghadapi lingkungan pergaulan baru, khususnya di sekolah. Salah satu trik yang dapat digunakan, ungkap Nina, adalah menghindari hari pertama masuk sekolah pada awal pekan.

“Jarak dari awal pekan ke akhir pekan itu agak jauh. Kalau misalnya hari pertama masuk pada Kamis atau Jumat, besoknya kan ada libur. Nah, saat libur itu, dia masih ada waktu buat ‘ambil nafas’dulu agar nyaman,” terangnya.

Pada dasarnya, orang tua sangat disarankan untuk memberi kesempatan sejenak bagi anak untuk istirahat seusai pindahan. Setelah anak merasa nyaman, barulah disarankan untuk memperkenalkan diri ke lingkungan baru dan pihak sekolah. 

Saran lainnya, sebisa mungkin sertakan barang-barang kesayangan anak saat pindahan. Jika ternyata buah hati menunjukkan perubahan sikap, seperti menjadi lebih introvert atau minder setelah pindahan, orang tua harus mengajak ngobrol sesering mungkin.

Luangkanlah waktu untuk berdiskusi secara fokus dengan anak. Hindari menasehati anak, tapi tanyakanlah apa yang dibutuhkan anak agar merasa nyaman. Pada saat bersamaan, orang tua wajib memberi pengertian bahwa perpindahan tempat tinggal tidak dapat dihindari.

Jika dalam proses pindahan, orang tua terpaksa meninggalkan anak untuk dititipkan ke kerabat atau saudara, usahakan agar si anak tetap memiliki waktu untuk beradaptasi dan mengakrabkan diri dengan calon pengasuh.

“Katakanlah, ada waktu sepekan untuk menginap di rumah calon pengasuh bersama orang tuanya. Selama proses tersebut, anak juga diberi pengertian bahwa dia akan ditinggalkan, sehingga dia merasa nyaman.”

Satu hal yang perlu digarisbawahi dalam menitipkan anak untuk diasuh pihak ketiga adalah memastikan calon pengasuh menyayangi anak Anda. Nina mengatakan pengasuh yang sayang anak, akan mengusahakan yang terbaik demi keamanan anak.

Jadi, jika memang Anda dituntut untuk berpindah-pindah tugas, jangan terlalu khawatir dengan perkembangan anak. Pastikan keluarga selalu hadir untuk menjamin kenyamanan dan keamanan buah hati di lingkungan baru.

Editor : Yusran Yunus
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro