Bisnis.com, JAKARTA - Setiap anak berhak mendapatkan pengetahuan yang benar dan memadai tentang pentingnya menjaga organ-organ reproduksi serta segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah seksualitas.
Dalam hal ini, orangtua memiliki peran yang sangat penting dan bertanggung jawab memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya, sebagai bekal utama mereka bergaul dan memahami setiap informasi yang diperoleh, apakah dari orang lain atau internet.
Mengutip data statistik dari Asosiasi Jasa Internet Indonesia (APJII) hingga akhir 2014, pengguna internet mencapai 88,1 jiwa, dengan 49%-nya berada di rentang usia 18—25 tahun.
Salah satu organisasi nirlaba yang bekerja untuk kesehatan reproduksi, seksualitas, dan hak asasi manusia, Rutgers WPF Indonesia bersama mitra selama 2014 membuat penelitian mengenai akses remaja terhadap informasi terkait seksualitas dan kesehatan produksi di Jakarta, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Hasilnya, meskipun penetrasi internet di Indonesia sangat tinggi tetapi aksesnya belum merata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja mencari informasi soal kesehatan reproduksi paling umum salah satunya dengan menggunakan media online, seperti Google dan Youtube.
Penelitian tersebut juga menunjukan ragam informasi penting yang selama ini remaja belum dapatkan tetapi dibutuhkan antara lain mulai dari informasi mengenai kekerasan dalam pacaran, HIV & AIDS, infeksi menular seksual, kesehatan reproduksi, kehamilan tidak diinginkan, aborsi, lesbian gay biseksual transgender (LGBT), hingga soal kondom.
Menanggapi hasil temuan tersebut, psikolog klinis dari Kilinik Angsamerah, Baby Jim Aditya mengatakan memasuki usia remaja, rasa ingin tahu anak-anak perihal seksualitas dan alat reproduksi pada manusia memang meningkat.
Namun, Baby menyayangkan fakta yang terjadi bahwa kebanyakan remaja hanya mencari melalui internet yang terkadang berasal dari sumber yang tidak kredibel bahkan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
“Kalau belajar lewat situs perhatikan sumber atau referensinya, tetapi pada usia remaja ini sesungguhnya orangtua yang harus berperan memperkenalkan dan menjadi teman diskusi yang baik,” katanya.
Dia menjelaskan banyak hal negatif dari internet yang tidak bisa dihindari jika remaja tidak mendapatkan pengawasan yang baik dari orangtua. Apalagi, berbagai situs porno bisa dengan mudah diakses dan dilihat siapa saja.
Padahal, lanjut Baby, belajar tentang seksualitas dan alat reproduksi yang paling baik adalah dengan melibatkan kedua orangtua. Dalam hal ini, orangtua harus mengenali dulu kriteria sang anak, sehingga lebih leluasa diajak berdiskusi dan diajarkan terbuka menceritakan segala hal kepada orangtua.
Selanjutnya, orangtua juga harus membuka diri dan melek dengan perkembangan zaman yang berpotensi mempengaruhi tingkah polah sang anak. “Jadi kalau anak kita tanya tentang pacaran atau tentang seks, orangtua jangan langsung marah dan menganggap hal tersebut tidak pantas diketahui. Justru sikap seperti ini yang akan membuat anak semakin penasaran dan mencari jalan lain untuk mengetahuinya,” ujar Baby.
Membangun diskusi yang sehat tentang seksualitas dan alat reproduksi bukanlah hal yang salah dilakukan dalam perbincangan keluarga. Orangtua juga tidak boleh lagi menggunakan perbandingan zamannya ketika remaja dengan kondisi anak sekarang.
Dalam memberikan pendidikan seks kepada anak, orangtua juga harus menjelaskan segala sesuatunya secara wajar dan sederhana, sesuai dengan tingkatan usia anak. Dengan demikian, anak akan lebih mudah memahami setiap penjelasan yang diberikan.
Untuk anak yang sudah remaja, jangan lupa terangkan juga masalah pergaulan dan pembatasan antara laki-laki dan perempuan, serta masalah moral dalam hubungannya dengan norma-norma yang berlaku.