Tindakan yang dilakukan oleh para chiropractor itu sangat berisiko tinggi.
Health

Mengenal Terapi Chiropractic

Rezza Aji Pratama
Minggu, 17 Januari 2016 - 23:00
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kematian Allya Siska Nadya pada 5 Agustus 2015 kembali mencuat beberapa hari terakhir.  Kasus tersebut menjadi viral di dunia maya karena melibatkan Klinik Chiropractic First yang berlokasi di Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Perempuan berusia 33 tahun itu meninggal setelah menjalani terapi tulang belakang di klinik kesehatan tersebut.

Setelah dua kali menjalani terapi chiropractic dengan biaya Rp17 juta, Allya mengeluhkan sakit di leher bagian belakang. Orangtuanya sempat membawa Allya ke rumah sakit sebelum akhirnya menghembuskan nafas beberapa jam kemudian.

Bagi masyarakat awam, terapi chiropractic mungkin belum banyak dikenal. Mengutip dari laman chiropractic-first.co.id, terapi itu merupakan pendekatan kesehatan yang berfokus pada hubungan antara tulang belakang dan sistem saraf. Para chiropractor—sebutan untuk ahli chiropractic—akan memberikan tindakan yang spesifik pada tulang belakang dan untuk memperbaiki sistem sarafnya.

Pihak Chiropractic First mengklaim terapi tersebut bisa menyembuhkan beragam penyakit seperti sakit kronis pada leher dan punggung, herniasi bantalan tulang belakang, radang sendi, ngilu pada pinggul, sendi tulang belakang yang rusak, cedera pada akar saraf tulang belakang, hingga saraf terjepit.

Kendati demikian, chiropractic wajib dihindari oleh wanita hamil atau penderita kanker osteoporosis stadium lanjut. Selain itu, penderita gondok pada nadi dan beberapa jenis operasi tulang belakang dengan menanamkan alat tertentu seperti skrup atau pelat logam juga disarankan menghindari terapi tersebut.

Situs American Chiropractic Association menyebutkan terapi itu pertama kali dilakukan oleh David Palmer pada September 1985. Chiropractic sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu cheir yang bermakna tangan dan practos yang artinya dilakukan. Di Amerika Serikat, saat ini terdapat sekitar 60.000 chiropractor yang tersebar di 50 negara bagian.

Adapun dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1076 Tahun 2003 dijelaskan bahwa chiropractic merupakan bagian dari pengobatan tradisional. Dalam pasal 3 ayat 2 dikatakan chiropractor merupakan pengobat tradisional berbasis keterampilan.

Lantas bagaimana sebenarnya posisi chiropractic dalam dunia kesehatan?

Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia Didik Librianto mengatakan dunia kedokteran tidak mengenal terapi chiropractic. Oleh karena itu, terapi tersebut dikategorikan sebagai tindakan alternatif.

RISIKO TINGGI

Dia menilai tindakan yang dilakukan oleh para chiropractor itu sangat berisiko tinggi. Pasalnya, terapi tersebut bertumpu pada tindakan manipulatif terhadap anggota tubuh seperti menarik leher dan tangan hingga memanipulasi tulang belakang.

“Tindakan seperti itu jika tidak dilakukan dengan tepat akan membuat lumpuh bahkan meninggal dunia. Seoroang dokter tidak boleh melakukan hal tersebut,” paparnya.

Didik menjelaskan bagian leher dan tulang belakang sangat sensitif karena berhubungan dengan saraf. Jika dalam praktiknya ada pergeseran pada bantalannya, risiko seperti lumpuh dan stroke tidak bisa dihindari.

Bagi para penderita gangguan tulang punggung, Didik menyarankan agar melakukan konsultasi dengan dokter ahli ortopedi. Dalam prosesnya, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab gangguan tersebut.

Sementara itu, para chiropractor cenderung menyeragamkan permasalahan tulang punggung tersebut. Namun, dokter akan melakukan evaluasi untuk mencari tindakan yang tepat setelah mengetahui penyebab kelainan dan risiko permasalahan tulang punggung yang diderita seseorang. Tindakan selanjutnya bisa berupa operasi atau lainnya.

Untuk mengetahui penyebab gangguan tersebut, dokter biasanya akan melakukan rontgen, CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI). “Kita kan tidak tahu apakah gangguan tulang belakang ini disebabkan oleh tumor, kerusakan tulang atau yang lainnya,” tambahnya.

Dalam kasus Allya, diketahui bahwa chiropractor yang menanganinya tidak menyarankan pasien untuk melakukan rontgen terlebih dahulu. Allya akhirnya menyerahkan hasil rontgen yang dilakukan satu tahun sebelumnya, sehingga berakibat fatal.

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (17/1/2016)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro