Bisnis.com, JAKARTA - Penelitian oleh Max Planck Institute for Metabolism Research, Jerman menunjukkan diet lemak secara intens selama tiga hari bisa membuat otak kekurangan glukosa.
Direktur Max Planck Institute for Metabolism Research, Jens Bruning, mengatakan otak tikus yang dipakai dalam penelitian, butuh waktu empat pekan untuk memulihkan kebutuhan gulanya, setelah tiga hari diet lemak.
Pemulihan itu, kata Bruning, memakai gula yang ada di tubuh.
Lemak yang tinggi bisa mengacaukan keteraturan tubuh. Akibatnya, bisa menderita obesitas dan diabetes. Untuk mengetahui dampak diet lemak tinggi, Bruning dan timnya meneliti otak tikus. Hal ini dilakukan juga untuk mengetahui terjadinya obesitas dan diabetes.
“Kurangnya asupan glukosa, membuat otak kelaparan meski tikus mengonsumsi kalori setiap hari,” kata Alexander Jais, penulis penelitian ini.
Soalnya, protein GLUT-1 adalah pengangkut glukosa terpenting di sawar darah-otak.
Sawar darah-otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah.
Kemungkinan, pemicu berkurangnya GLUT-1 adalah asam lemak jenuh bebas yang memiliki efek racun pada sel-sel sawar darah-otak. Otak bisa kekurangan glokusa di daerah-daerah siginifikan, yaitu hipotalamus yang mengontrol metabolisme, dan korteks serebral yang bertugas dalam pembelanjaran dan memori.
Yang terjadi selanjutnya adalah, otak butuh waktu untuk mengompensasi kekurangan energi. Makrofag, jenis darah putih, kemudian menumbuhkan VEGF.
VEGF meningkatkan produksi dan fungsi GLUT-1, dan melepaskannya langsung ke sel endotel vaskular sawar darah-otak.
Tingkat glukosa normal bisa kembali teratur setelah empat pekan, meski tikus melanjutkan diet lemak tingginya. Jika tikus tak punya VEGF, penyerapan glukosa di otak tetap berkurang.
"Dampaknya, tikus belajar lebih lambat dan memiliki gangguan memori," kata Jais.