Bisnis.com, JAKARTA -- Diabetes melitus menjadi salah satu penyakit yang cukup banyak diderita oleh masyarakat Indonesia, salah satunya disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat.
Oleh karena itu, untuk mengatasinya, bisa mulai dengan mengatur pola makan atau diet yang sehat dan seimbang.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan sampai dengan 2023, sebanyak 11,7% orang di Indonesia mengalami diabetes melitus. Jumlah itu naik dari 2018 sebanyak 10,9%.
Dokter RS Hasan Sadikin, dr. Ervita Ritonga, menjelaskan bahwa diabetes melitus adalah kejadian ketika kadar gula darah seseorang itu mengalami peningkatan.
Hal ittu bisa terlihat dari gula darah puasanya atau gula darah sewaktu, atau dua jam setelah makan, atau parameter HbA1c yang menunjukkan rata-rata gula darah dalam tiga bulan terakhir
dr. Ervita menyebutkan beberapa faktor risiko yang biasanya sering menjadi penyebab dari diabetes melitus adalah gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang olahraga dan makan-makanan yang tinggi karbohidrat, sehingga lama kelamaan tubuh bisa mengalami gangguan pada kinerja insulin, hormon yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah.
Lantas seperti apa pola diet untuk orang dengan diabetes melitus?
dr. Ervita mengatakan, sebnarnya diet untuk orang yang memiliki diabetes sama saja dengan diet untuk orang-orang yang tidak memiliki diabetes melitus.
"Tapi dengan pengecualian untuk orang-orang yang sudah memiliki gangguan ginjal yang berat, sehingga harus mengurangi asupan protein," jelasnya.
Adapun, agar lebih mudah mengatur pola makan, dapat mengikuti 3J atau mengatur Jumlah, Jenis makanan, dan Jadwal.
Dari sisi jumlah, tentunya jumlah asupan makan per hari akan berbeda pada tiap orang. Oleh karena itu, jumlah makanan bisa ditakar dengan menggunakan metode "Hand Jive".
"Metode ini dulu digunakan di Zimbabwe untuk mengedukasi orang seberapa banyak dia bisa makan," paparnya.
Dengan menggunakan metode ini, seseorang bisa makan karbohidrat dengan jumlah paling banyak sekepalan tangan sendiri per sekali makan.
Selanjutnya, takaran untuk asupan lemak adalah satu ruas jari, dan protein sebesar telapak tangan tanpa jari.
Kemudian, terkait dengan jenis makanan, dr. Ervita menganjutkan untuk memilih karbohidrat komplek seperti umbi-umbian, ubi, dan singkong, yang bukan olahan.
"Jadi jangan pilih singkong yang dibuat jadi tepung, karena yang sudah diolah akan lebih cepat meningkatkan kadar gula darah. Pilih singkong atau ubi yang cukup direbus saja," ungkapnya.
Lalu, apabila kesulitan mengukur takaran lemak sebanyak seruas jari, dr. Ervita menganjurkan apabila makan gorengan atau tumisan, cukup ambil satu macam saja.
Selanjutnya, untuk jenis protein, pilihlah protein yang dalam bentuk aslinya seperti daging atau yang paling mendekati bentuk aslinya, misalnya daging giling.
"Hindari protein yang sudah diolah seperti menjadi nugget atau sosis, kan banyak yang menjadikannya sebagai lauk dan menganggap itu sebagai protein, padahal itu adalah makanan olahan sudah penuh tepung dan garam. Jadi itu tidak dianjurkan," paparnya.
Selanjutnya adalah mengatur jadwal makan. Karena tidak semua orang memiliki jadwal makan yang sama, dr. Ervita mengatakan yang terpenting adalah punya jadwal yang teratur.
"Terserah mau sehari tiga kali atau dua kali, dan boleh diselipkan juga snack di antara jam makan, yang penting adalah jadwanya teratur," imbuhnya.