Bisnis.com, JAKARTA-Vindy Ariella beruntung pernah gagal. Tiga tahun lalu, gadis berusia 25 tahun ini mencoba membunuh dirinya sendiri. Vindy terbangun di rumah sakit dengan kondisi kritis tapi nyawanya berhasil terselamatkan.
Upaya bunuh diri tersebut bukan tanpa sebab. Sudah hampir 7 tahun ini Vindy mengidap gangguan bipolar. Saat masih kuliah, Vindy pernah mengalami masalah berat hingga membuatnya depresi. Dia lantas mengunjungi psikiater dan sempat mengonsumsi obat hingga 4 bulan. Saat merasa sudah lebih tenang, dia berhenti menelan obat-obat tersebut.
Sejak itu, Vindy merasa gembira secara berlebihan. Aktivitas fisik semakin aktif dengan proses pikir yang berlangsung cepat. Pada periode tersebut, Vindy merasa memiliki banyak ide, optimistis, dan cenderung berdelusi. Tanpa disadari, dia telah memasuki fase yang disebut sebagai manik dalam gangguan bipolar.
Menurut Margaritas M. Maramis, ketua seksi bipolar dan gangguan mood lainnya di Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), saat memasuki fase manik penderita gangguan bipolar rentan terhadap beberapa risiko. Persoalan yang paling umum adalah percobaan bunuh diri dan penyalahgunaan obat terlarang.
“Penderita bipolar mengalami pergantian mood yang sangat ekstrim,” terangnya.
Dokter asal Surabaya ini menjelaskan tidak ada penyebab tunggal dalam gangguan bipolar. Beragam faktor mulai dari biologis, genetis, gangguan zat kimia atau neurotransmitter pada sel saraf, hingga faktor psikologis turut mempengaruhi penyakit ini.
Gejala bipolar biasanya dimulai dengan fase depresi yang ditandai dengan hilangnya minat atau rasa senang. Dalam proses ini mood akan merosot hingga ke titik paling rendah. Tidak hanya itu, energi dan proses berfikir juga menjadi lamban. Akibatnya, pasien biasanya mengalami kurang ide, tidak semangat, sulit konsentrasi, pesimistis, hingga menarik diri dari pergaulan. Biasnya, ganguan kognitif juga terjadi fase ini.
Pada fase inilah bunuh diri sangat rentan terjadi. Seperti yang dialami oleh Vindy.
Setelah fase depresi terlewati, pasien akan memasuki fase manik yang ditandai dengan perasaan gembira secara berlebihan. Ini akan diiukuti oleh seluruh aspek mental lainnya mulai dari pikiran dan aktivitas fisik.
Kendati terkesan membaik, pada fase ini penderita bipolar sebenarnya juga sangat rentan. Pasalnya, mereka biasanya akan melakukan sesuatu anpa pikir panjang. Beberapa perilaku yang muncul antara lain mengerjakan aktivitas yang sembrono seperti ngebut saat berkendara, boros, atau berinvestasi secara serampangan. Penderita juga biasanya bermasalah dari sisi fisik karena makan dan tidur menjadi tidak teratur.
“Kalau dalam fase manik sebaiknya hindari minum kopi atau makan coklat. Karena justru akan semakin meningkatkan mood kita,” ujar Vindy.
Selain berdampak buruk pada diri sendiri, gangguan bipolar juga akan mempengaruhi lingkungan sekitar. Pasalnya, penderita gangguan ini biasanya kesulitan bersosialisasi dengan orang lain. “Saya punya pasien bipolar yang sudah kawin-cerai hingga empat kali,” ujar Margarita.
Bunuh Diri
Salah satu problem utama yang dialami penderita bipolar adalah keinginan untuk bunuh diri. Vindy misalnya. Meskipun dia sudah pernah gagal bunuh diri, keinginan untuk mengakhiri hidupnya terus menerus muncul. Namun, dengan pengobatan yang dijalaninya Vindy bisa lebih mudah mengontrol dorongan tersebut.
Pakar kesehatan jiwa Nurmiati Amie menjelaskan prevalensi angka bunuh diri pada penderita gangguan bipolar bisa mencapai 20%. Sebanyak 30% lainnya tercatat pernah mencoba mengakhiri hidup. Adapun di Amerika Serikat, terdapat 193 kasus bunuh diri per 100.000 penderita bipolar. “Ciri-ciri pasien bipolar yang akan melakukan percobaan bunuh dri salah satunya dengan mengunjungi atau menelepon orang terdekatnya,” paparnya.
Menurut Nurmiati, bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang sangat serius. Data World Health Organization menyebutkan pada 2012 angka bunuh diri di Indonesia mencapai 10.000 per tahun. Adapun secara global, lebih dari 800.000 kasus bunuh diri terjadi setiap tahun. Bunuh diri juga merupakan pembunuh terbanyak kelima selain penyakti degeratif seperti jantung.
Guna mencegah praktik tersebut, dukungan orang terdekat terutama keluarga dan lingkungan terhadap penderita bipolar sangat penting. Selain untuk memastikan pasien melakukan pengobatan secara rutin, dukungan moril juga diperlukan untuk mencegah perilaku bunuh diri. “Pasien bipolar jangan dijauhi tetapi dirangkul dan diberi kenyamanan dari orang sekitar,” katanya.
Vindy pun mengakui hal tersebut. Dukungan dari keluarga yang membuatnya bertahan hingga saat ini. Kini, Vindy mengelola komunitasBipolar Care Indonesia. Tidak hanya penderita, komunitas yang berisi hingga 100 orang ini juga merangkul kalangan relawan atau keluarga pasien.
“Saya berharap komunitas ini bisa membantu teman-teman penderita bipolar untuk mengatasi gangguan yang dihadapinya,” pungkasnya.