Ilustrasi perubahan iklim/Istimewa
Fashion

Millennials Asia Makin Gencar Pikirkan Isu Lingkungan

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 26 November 2016 - 20:28
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Banyak orangtua yang masih kolot berpendapat bahwa ide dan buah pikiran anak muda tidak perlu dianggap penting.

Mereka lupa bahwa para pemuda adalah generasi yang paling progresif dan peka terhadap isu hangat yang sedang berkembang.

Buah pikiran anak-anak muda seringkali terlahir dari kegelisahan mereka terhadap isu yang sedang bergolak di tengah masyarakat. Kegelisahan itulah yang mendorong mereka menjadi pembaru dan memecahkan solusi atas problematika yang dihadapi lingkungan sosialnya.

Lantas, apa sih yang sedang menjadi fokus pikiran banyak generasi muda di Asia saat ini? Apa yang dipandang oleh para pemuda sebagai permasalahan utama dunia? Bagaimana pula mereka menyikapi isu tersebut?

Sebuah penelitian yang dihelat oleh Masdar mengungkapkan bahwa kebanyakan generasi muda di Asia memfokuskan pikiran mereka ke persoalan perubahan iklim, sebagai tantangan terberat yang harus dihadapi saat ini dan dalam 10 tahun ke depan.

Penelitian dari perusahaan energi terbarukan yang berbasis di Abu Dhabi itu dilakukan terhadap lebih dari 5.000 pemuda usia 18—25 tahun di beberapa negara Asia. Obyek penelitian itu disebut juga sebagai generasi post-millennials atau Generasi Z (Gen-Z).

Hasilnya, 37% generasi post-millennialsdi Asia memandang isu lingkungan dan perubahan iklim sebagai masalah terpenting di dunia saat ini; disusul oleh isu kemiskinan dan ancaman terorisme (masing-masing 35%), masalah ekonomi (31%), dan pengangguran (28%).

 

Saat meluncurkan penelitian Masdar Gen-Z Global Sustainability Survey di Indonesia belum lama ini; CEO Masdar Mohamed Jameel Al Ramahi berpendapat dari berbagai regional di seluruh dunia, pemuda Asia adalah yang paling kritis soal isu lingkungan.

 

“Para pemuda di Asia mulai getol mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan sebagai kontribusi kepada negaranya. Bagaimanapun, mereka berpendapat seharusnya pemerintah dan para pebisnis juga mulai meningkatkan penggunaan energi terbarukan atau mengembangkan teknologi ramah lingkungan jenis baru,” ujarnya.

 

Di antara negara-negara Asia, para pemuda China adalah yang paling fokus terhadap isu lingkungan (58%). Mereka sangat antusias untuk mencari pekerjaan yang ramah lingkungan (green career), ketimbang para pemuda di negara-negara Asia lain.

 

Sebanyak 78% pemuda (6 dari 10 pemuda) di China mengaku tertarik mengejar karier di bidang lingkungan. Sebaliknya, di Jepang hanya 3 dari 10 pemudanya yang mengaku tertarik dengan pekerjaan yang terkait dengan lingkungan.

 

Tren positif juga ditemui di India, di mana banyak pemudanya yang aktif terlibat dalam kegiatan lingkungan. Sebanyak 70% pemuda India mengklaim pernah menjadi aktivis lingkungan, seperti; melakukan protes publik, kampanye, atau menandatangani petisi online.

 

“Anak muda Asia kebanyakan mendiskusikan masalah lingkungan dengan kawan atau keluarganya, setelah itu baru mereka membagikan informasi seputar isu lingkungan di dunia maya; misalnya dengan menulis blog atau lewat media sosial,” sebut Jameel.

 

Berdasarkan riset tersebut, generasi muda Asia juga menjadi percontohan dalam pencarian solusi masalah lingkungan. Hal-hal kecil seperti daur ulang atau mengurangi konsumsi energi adalah sebagian dari bentuk kontribusi pemuda Asia bagi lingkungan.

 

“Dalam 10 tahun ke depan, pemikiran anak muda Asia ini akn menjadi pertimbangan penting bagi generasipost-millennial untuk menjawab tantangan masalah energi dan apa yang dibutuhkan untuk memproduksi teknologi ramah lingkungan.”

 

Fakta kontras ditemui di dua negara maju Asia; Jepang dan Korea Selatan. Berbeda dengan mayoritas pemuda di negara Asia lain, sebagian besar generasi muda di kedua negara tersebut merasa bahwa tanggungjawab soal lingkungan bukan berada di pundak mereka.

 

“Mereka berpikir, generasi tualah yang seharusnya memikirkan dan mencari solusi untuk menjawab masalah lingkungan. Misalnya saja di Korea; 30% pemuda yang disurvei mengatakan bahwa generasi usia 36-45 tahun adalah pihak yang seharusnya bertanggungjawab untuk memecahkan masalah lingkungan di negaranya.”

 

Terlepas dari itu semua, 8 dari 10 pemuda di Asia—termasuk Indonesia—ingin agar pemerintah lebih mempertimbangkan pandangan generasi muda terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim.

 

Para pemuda di Indonesia, misalnya, ingin agar pemerintah menginvestasikan lebih banyak modal untuk membangun energi terbarukan. Desakan serupa juga datang dari mayoritas pemuda di China, India, dan Korea Selatan.

 

“Dibandingkan dengan pemuda dari regional lain, generasi muda di Asia memiliki potensi besar untuk melakukan boikot terhadap sebuah produk untuk alasan lingkungan. Satu dari 3 pemuda di Asia mengaku memboikot perusahaan yang tidak ramah lingkungan.”   

 

Di Indonesia sendiri, gerakan ramah lingkungan yang digagas oleh para pemuda semakin menyeruak di berbagai daerah. Berbagai inovasi teknologi hijau mulai dikembangkan untuk beragam lini industri.  

 

Bahkan, inovasi energi ramah lingkungan buatan Indonesia mulai dilirik oleh pasar asing dari Eropa. Misalnya saja, sumber energi listrik dari budidaya rumput laut di Minahasa Selatan (Minsel) yang diincar oleh investor dari Belanda.

 

“Tim kami telah melakukan survei peluang investasi, termasuk dalam hal budidaya rumput laut untuk dijadikan sumber energi listrik ramah lingkungan,” papar Perdana Menteri Belanda Mark Rutte dalam kunjungannya ke Minsel.

 

Semakin banyaknya pemuda Asia yang fokus ke masalah lingkungan menjadi harapan baru bagi masa depan bumi ini. Setidaknya, benua dengan penduduk terpadat di dunia ini masih memiliki harapan untuk mencari solusi untuk masalah yang tidak terpecahkan oleh generasi sebelumnya.

Editor : Rustam Agus
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro