Gedung baru Museum Basoeki Abdullah./Bisnis
Travel

Rumah Baru Basoeki Abdullah

Dika Irawan
Sabtu, 3 Desember 2016 - 15:00
Bagikan

Sembilan panel putih memperlihatkan ragam bentuk geometeris segitiga, persegi panjang, dan kubus. Di dalamnya terlukis pemandangan alam seperti lautan, pepohonan, dan pegunungan. Diberi judul The Enclosure Is Not The Habitat, lukisan karya Muhammad Dey Irfan Adianto sepintas terlihat layaknya bebatuan.

Di belahan dinding lainnya, disuguhkan lukisan\ seekor anjing yang sedang menjulurkan lidah. Anjing tersebut memiliki rupa bertubuh besar, sedangkan ukuran kaki dan kepalanya begitu kecil.

Berada di tengah padang pasir tandus, punggung hewan ini ditumbuhi sayursayuran. Lewat lukisan Siklus Ekosistem, I Wayan Sudarsana menyiratkan pesan tentang ketidakseimbangan alam.

Masih di dinding yang sama, terpajang lukisan bergambar gunung, manusia, dan hewan. Jangan bayangkan lukisan ini memberikan pemandangan alam nan indah.

Yang tergambarkan malah kesemrawutan. Manusia berkepala gunung yang dililit naga, manusia berkepala gajah tergeletak di tanah, dan cumi-cumi raksasa tengah dibopong manusia kepala pohon. Karya Imam Santoso, Gift on Earth Day ini berusaha menyampaikan pesan tentang merawat keberadaan ideologi.

Lukisan-lukisan itulah yang menghuni gedung baru Museum Basoeki Abdullah. Tiga karya tersebut merupakan bagian dari 10 lukisan terbaik pameran Basoeki Abdullah Art Award 2#, bertajuk The Enclosure Is Not The Habitat, yang digelar 29 November hingga 30 Desember nanti. Dipajang di lantai tiga, lukisan-lukisan ini bersanding dengan karya-karya seni sang maestro.

Sementara itu, di lantai satu museum, pengunjung bisa menyaksikan lukisanlukisan potret para keluarga kerajaan, tokoh, dan para pemimpin dunia karya Basoeki. Di  lantai dua dan tiga, dipamerkan karya-karya Basoeki lainnya bertema alam.

Gedung baru yang dibangun sejak 2014 ini berdampingan dengan gedung lama yang juga bekas rumah sang maestro di Jl. Keuangan Raya, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Awalnya, bangunan ini rumah tinggal biasa yang bertetanggaan dengan rumah Basoeki Abdullah.
Pada perkembangannya, Kementerian Pendidikan Kebudayaan selaku pengelola museum membeli bangunan tersebut untuk memperluas museum. Penyebabnya, museum yang tadinya rumah itu tidak mampu menampung 112 lukisan seniman asal Surakarta. Itu pula sebabnya sebagian lukisan belum sempat terpajang.

Pada 29 November, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid telah meresmikan pembukaan gedung tersebut. Dalam sambutannya, dia mengatakan museum ini berbeda dengan museum-museum lainnya karena berlokasi di tengah-tengah permukiman.

Karena itu, pengelolaan museum harus memperhatikan aspek lingkungan sekitar. Ke depan,  museum harus diisi dengan kegiatankegiatan yang bersifat pendidikan apresiasi seni rupa.

“Museum ini berada di bawah Kemendikbud karenanya mesti ditingkatkan porsi pendidikannya,” ujarnya.

Bagi dia, museum merupakan tempat para seniman menyajikan karya-karyanya ke khalayak. Tidak sebatas itu, lewat museum ini diharapkan apresiasi masyarakat terhadap karya seni akan meningkat. Bagaimana pun, seniman memerlukan publik.

“Tetapi publiknya pun harus memiliki daya apresiasi terhadap karya-karya seni,” ujarnya.

Joko Madsono, Kepala Museum Basoeki Abdullah menuturkan bangunan ini sebetulnya secara fisik sudah selesai dibangun pada tahun ini sejak 2015, tetapi bagian interiornya belum tertata. Baru pada 2016, bagian interior museum rampung dikerjakan.

Dibangun bertahap, total pembangunan gedung ini menelan anggaran sekitar Rp9 miliar.

Di gedung baru ini, ke depan pihak museum akan menghidupkan museum dengan berbagai kegiatan pendidikan dan seminar. Masyarakat umum pun dipersilakan memanfaatkan museum untuk berpameran. Namun, dengan catatan ada kerja sama dengan pihak museum.

“Bayangkan kalau museum ini tak ada kegiatan layaknya sebuah rumah yang sepi dan adem ayem. Karena itu keberadaan sarana ini sangat penting,” ujarnya.

KOMPETISI LUKISAN

Pameran Basoeki Abdullah Art Award merupakan salah satu kegiatan untuk meramaikan museum. Rencananya, ajang kompetisi lukisan ini akan digelar rutin tiap tahun. Pada pameran kali ini, tercatat ada 248 lukisan dari 211 pelukis yang masuk ke meja para dewan juri. Usai diseleksi terpilih 30 karya, selanjutnya dikerucutkan lagi menjadi 10 karya terbaik.

Terkait penilaian, Mikke Susanto, salah satu dewan juri mengatakan kriterianya tidak tunggal karena tiap-tiap juri memiliki penilaian tersendiri. Namun, karya-karya tersebut harus memenuhi penilaian gagasan dan kualitas. Lukisan bukan hanya menggambarkan pemandangan alam melainkan memiliki ada gagasan di baliknya.

Kualitas berkaitan dengan bagaimana teknik yang digunakan pelukis sehingga membuat karya yang indah.

“Lebih intensif ke masalah alam itu juga merupakan bagian dari kriteria. Sesuai dengan temanya, Ekologi: Dari Ruang Maya ke Ruang Alam,” ujarnya.

Mikke mengatakan, lukisan The Enclosure Is Not The Habitat, misalnya memiliki ide menarik soal alam. Pelukis membuat miniatur alam dalam bentuk geometris. Hal ini merupakan cara lain dalam memandang alam dari sudut berbeda sehingga menghasilkan suatu objek.

“Melalui pameran ini semoga akan melahirkan Basoeki-Basoeki Abdullah lainnya,” tutur Mikke.

Penulis : Dika Irawan
Sumber : Bisnis Indonesia (3/12/2016)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro