Bisnis.com, JAKARTA - Hampir semua orang memiliki telepon selular (ponsel) pintar. Selain berfungsi sebagai alat komunikasi dan pengantar informasi, piranti tersebut bisa ‘menyelamatkan’ seseorang dari mati gaya saat sedang sendirian di tempat umum.
Itulah mengapa kita jamak melihat orang menundukkan kepala dan sok sibuk sendiri dengan ponsel pintarnya, padahal di sekelilingnya banyak terdapat orang. Bahkan, tak jarang kita menemui sekelompok orang yang saling kenal tapi masing-masing sibuk dengan ponselnya.
Pasti Anda juga familiar dengan celetukan, “Ponsel pintar itu mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat.” Atau mungkin, Anda sendiri juga termasuk orang yang tidak bisa ‘bertahan hidup’ sehari saja tanpa gadget.
Seluruhnya itu adalah gambaran kecil tentang betapa seorang manusia ‘modern’ sangat ketergantungan pada gadget. Namun, ironisnya, kita tidak ingin anak-anak kita sampai seperti itu. Lalu, kita bertanya-tanya, ‘Mengapa anak zaman sekarang pada kecanduan gadget?’
Jangan menyalahkan anak yang kecanduan gadget, jika orangtuanya sendiri tidak bisa melepaskan diri dari piranti pintarnya. Akan tetapi, melakukan pembiaran terhadap ketergantungan gadget pada anak juga adalah kesalahan besar.
Tak dapat dipungkiri saat ini kita hidup di era serba digital. Banyak anak yang juga terlahir di era informasi, dan sudah bersinggungan dengan piranti pintar sejak dini. Sebagian orangtua bahkan memperkenalkan balitanya dengan dunia gadget untuk alasan pendidikan.
Menurut psikolog anak dari PION Clinician Astrid Wen, berdasarkan survei yang dihelat Universitas Indonesia, mayoritas orangtua di Jakarta lebih memilih menggunakan gadget sebagai medium pendidikan dini untuk anak; disusul legi, balok konstruktif, danpuzzle.
“Sebenarnya ada mainan yang berfungsi untuk membantu mencegah dan mengatasi masalah anxietypada anak, seperti boneka berbahan handuk lembut. Namun, mainan ini justru tidak populer dan menjadi pilihan terakhir para orangtua di Jakarta,” sebutnya.
Astrid memaparkan riset lain yang disusun Asian Parent berdasarkan survei terhadap 2.500 orangtua di Asia Tenggara. Riset itu mengalkulasi seberapa tinggi tingkat ketergantungan gadget pada anak Asean.
Fakta yang didapatkan cukup mencengangkan. Sejumlah 99% anak lebih suka menghabiskan waktunya bermain gadget saat di rumah, 71% anak ‘sibuk sendiri’ dengan gadgetnya saat bepergian, 70% saat di rumah makan, 40% saat di rumah temannya, dan 17% saat jam istirahat di sekolah.
Lantas, apa dampaknya jika anak-anak sedemikian ketergantungannya terhadap gadget? Astrid memperingatkan bahwa anak yang kecanduan piranti pintar berpotensi besar tumbuh menjadi individu yang egosentris dan narsisistik.
“Dia akan tubuh menjadi seseorang yang memiliki kemampuan kurang dalam bersosialisasi, akibatnya dia akan kesulitan memperoleh teman. Kalau sudah begitu, dampak lanjutannya adalah dia bisa kesepian dan depresi.”
Sulit Bertanggung Jawab
Tak hanya menjadi depresi, anak yang kecanduan gadget cenderung sulit bertanggungjawab pada dirinya sendiri, dan tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya. Sebab, apapun yang dilakukannya, dia akan merasa tak nyaman tanpa kehadiran gadget.
Astrid berkata, anak yang sedemikan ketergantungan pada gadget akan mengalami gangguan perkembangan fisik dan sensori motorik.
“Matanya juga akan lebih cepat kering dan letih, dan tak menutup kemungkinan terjadi kelainan mata, punggung, leher, jari, dan pergelangan.”
Menurutnya, orangtua bukan berarti dilarang mengenalkan anaknya pada gadget. Akan tetapi, jangan melakukannya saat anak masih di bawah usia 2 tahun. Terlebih lagi, batasi waktu bermain anak dengan gadget maksimal 1 jam dalam sehari.
Berdasarkan data yang dilansir Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) belum lama ini, mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak usia 10-14 tahun. Jumlahnya menembus 768.000 dengan penetrasi internet mencapai 100%.
Sebaliknya, warga berusia 50 tahun ke atas membukukan penetrasi internet sangat rendah (3%). Adapun, penduduk dewasa muda usia produktif 20-24 tahun mencatatkan penetrasi internet 82%, masih kalah jika dibandingkan dengan pengguna anak-anak.
Situs yang paling banyak diakses oleh anak-anak di Indonesia saat ini adalah YouTube. “Ternyata penetrasi internet tertinggi justru oleh anak-anak. Oleh karena itu, kami mau menggalakkan program internet bersama dengan filter,” kata Ketua APJII Jamalul Izza.
Jadi, mulai sekarang, sebelum menyalahkan anak yang kecanduan gadget, ada baiknya para orangtua introspeksi diri. Apakah dirinya sendiri sangat ketergantungan gadget? Sudah benarkah cara yang digunakan untuk memperkenalkan fungsi gadget pada anak?