Ilustrasi/Govloop
Referensi

RESENSI BUKU: Belajar dari Raja Lab Klinik Indonesia

Wike Dita Herlinda
Senin, 3 April 2017 - 06:37
Bagikan

Judul buku    : Dare to Dream Big : Langkah Prodia Menuju Perusahaan Kelas Dunia

Penulis            : Agus W. Soehadi, Ambara Purusottama, Donil Beywiyarno

Penerbit          : Prasetiya Mulya Publishing

Tebal              : 212 halaman

Cetakan          : Pertama, Maret 2017

ISBN-13         : 978-602-157-117-0

“Mimpi itu gratis kok. Jadi, buat apa bermimpi kecil kalau bisa bermimpi besar dan sama-sama tidak usah bayar? Mimpi kecil hanya akan menghasilkan sesuatu yang kecil, tapi mimpi besar akan menjadikan sesuatu yang luar biasa. ”

Begitulah penuturan Andi Wijaya, saat menceritakan prinsipnya dalam mendirikan laboratorium klinik swasta terbesar di Indonesia, Prodia. Pria yang memasuki usia 81 tahun itu tak pernah menyangka akan merajai bisnis health care providerberbasis wellness.

Kisah perjalanan Andi dalam membangun kerajaan bisnisnya itu tersurat dalam buku berjudul Dare to Dream BigLangkahProdia Menuju Perusahaan Kelas Dunia. Buku inspirasi bisnis setebal 212 halaman itu disusun oleh tim dari Universitas Prasetiya Mulya.

Buku nonfiksi itu dibagi kedalam sepuluh bab yang menggambarkan perjalanan bisnis Prodia selama 44 tahun. Namun, perjalanan itu tidak semata-mata dipaparkan dalam langgam bahasa biografi dari kacamata orang pertama.

Di dalamnya, pembaca turut disuguhi pelajaran berarti seputar mengelola bisnis. Termasuk di antaranya bagaimana mengobarkan semangat kewirausahaan, memperkuat hubungan pelanggan melalui scientific marketing, hingga gaya kepemimpinan transformasional.

Bagaimanapun, tentu saja pelajaran yang paling menyita perhatian adalah bagaimana awal mula Andi mendirikan Prodia pada 1973. Andi yang adalah dosen farmasi klinik di Universitas Atma Jaya Solo mengalami kejadian tak terlupakan.

Saat itu, istri sahabatnya, Gunawan Prawiro S., hendak melahirkan anak kedua. Akibat terjadi suatu masalah, istri Gunawan terpaksa harus dioperasi sesar. “Namun, jangan bayangkan operasi sesar zaman dulu sama seperti zaman sekarang,” kenang Andi.

Untuk menginisiasi operasi tersebut, istri Gunawan membutuhkan donor darah bergolongan O. Sahabat-sahabat Gunawan pun berinisiatif menjadi donor. Namun, pada saat pemeriksaan golongan darah, Andi melihat laboratorium di Solo hanya mengecek secara asal-asalan.

“Saya yang seharusnya golongan darahnya B, tiba-tiba bisa jadi O,” tuturnya. Dari sana lantas terbesit keinginan untuk mendirikan sendiri sebuah laboratorium klinik yang memberikan diagnosis akurat dan tidak asal-asalan.

“Kebetulan pada saat itu terjadi kesulitan [keuangan] di Atma Jaya Solo, sehingga kami para dosen tidak digaji selama 2 tahun. Ketika akhirnya Atma Jaya Solo harus tutup, sebagai kompensasi kami boleh mengambil peralatan lab yang mana saja dari fakultas,” ujarnya.

Berbekal peralatan lab sederhana dan uang seadanya, Andi dan tiga kawannya (Gunawan, Hamdono Widjojo, dan Singgih Hidayat) berinisiatif untuk patungan Rp45.000/orang guna menyewa sepetak paviliun di Jalan Pasar Nongko No.83, Solo.

Paviliun kecil itu disulap menjadi laboratorium klinik sederhana bernama Prodia. ‘Pro’ berarti untuk, ‘dia’ adalah singkatan dari diagnosis. “Tujuan kami waktu itu sederhana, yaitu memberikan layanan pemeriksaan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat,” kata Andi.

Peralatan yang digunakan di lab itu sangat sederhana. Tabung centrifuge dibuat dari kaleng bekas Redoxon yang diberi selang karet agar tidak pecah, water batch dibuat dari kaleng bekas margarin Palmboom, dan kursi serta mejanya adalah hasil buatan tangan Singgih.

“Kami harus punya ide agar tidak menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan. Kami bisa menciptakan lem kayu dari putih telur, bekicot, hingga casein. Ini nilai-nilai yang ingin saya bagi ke banyak orang.”

Dari lab sederhana di Jalan Pasar Nongko itu, Andi bermimpi ingin mendirikan lab terbesar di Indonesia. Pada awalnya, diabanyak ditertawai dan diejek seperti pungguk merindukan bulan. Namun, Andi begitu terinspirasi dari kisah sukses Conrad Hilton.

“Hilton memulai kerajaan hotelnya dari garasi di rumah orang tuanya. Lalu, dia bermimpi suatu saat bisa membeli hotel langganan selebritas paling terkenal di dunia, yaitu Waldorf Astoria di Manhattan, New York. Dengan kerja keras diamewujudkan mimpi besar itu.”

Andi ingin seperti Hilton. Bukan bisnis hotel yang hendak dia kuasai, tetapi bisnis laboratorium klinik dan layanan kesehatan. Mimpi itu diwujudkannya. Bahkan pada 2016, Prodia telah listing di bursa dan didapuk sebagai jaringan lab klinik terbaik ke-6 di dunia.

Seluruh kisah Andi dari seorang dosen yang tak punya uang menjadi raja lab klinik di Indonesia tertuang di buku ini. Bahkan, pembaca diajak mempelajari apa strategi Prodia ke depannya untuk menjadi perusahaan kelas dunia setelah initial public offering (IPO).

“Buku ini diharapkan dapat memotivasi generasi muda untuk berani bermimpi besar dalam membangun bisnisnya. Buku ini dapat menjadi referensi tentang bagaimana menumbuhkan bisnis, jeli dalam melihat dan menangkap peluang usaha, serta mempertahankan keunggulan perusahaan agar selalu dapat berkompetisi dengan inovasi dan kreativitas,” imbuh ketua tim penyusun buku tersebut, Agus W. Soehadi.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro