Budi Pradono/onopo.id
Fashion

Ini Cara 'Unik' Berarsitek Budi Pradono

Dika Irawan
Jumat, 10 November 2017 - 00:51
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Bagi arsitek Budi Pradono, bangunan adalah medium untuk menyampaikan gagasan dan kritiknya. Bangunan layaknya catatan kertas yang memuat pemikiran-pemikiran arsitek kelahiran Salatiga tersebut. Gagasan maupun kritiknya itu seolah ruh yang diberikan oleh Budi pada karya arsitekturnya.

Budi merespons berbagai persoalan yang terjadi untuk diterjemahkan kepada karya-karya arsitekturnya. Walhasil bangunan yang dirancang Budi senantiasa berkonsep dan memiliki cerita di baliknya. Melalui pendekatan tersebut, tak heran bila akhirnya karya-karya arsitektural kerap tampil unik hingga tak lazim. Sehingga, media-media asing pun tertarik untuk mengulasnya.

Lihat saja karya arsitekturnya yang bernama Rumah Bambu di Desa Tetep Wates Argomulyo, Salatiga, Jawa Tengah. Budi merancang lima atap bangunan ini yang menyimbolkan lima gunung di sekeliling Salatiga, tanah kelahirannya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Andong, Gunung Ungaran, dan Gunung Telomoyo.

Di Depok, Jawa Barat, Budi membangun hunian bernama R-House. Hunian ini tampil unik karena pohon-pohon yang dibiarkan tumbuh menjulang ke atas di dalam ruangan. Budi tidak membabat pepohonan di lahan rumah itu, tetapi membiarkannya tumbuh. Bahkan Budi menyesuaikan rancangan bangunan dengan tanaman-tanaman itu.

Karya lain yang cukup menyita perhatian adalah Rumah Miring di Pondok Indah, Jakarta. Budi merancang rumah tersebut dengan sentuhan industrial dengan bentuk miring. Gaya yang kekinian tersebut membuat rumah ini tampil mencolok ketimbang rumah-rumah lainnya di kawasan elit itu.

Belum lama ini, media asing juga menyoroti karya Budi Clay House yang berlokasi di sebuah bukit di Selong Belanak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Rumah tersebut dirancang oleh Budi menggunakan kontainer. Uniknya, Budi menggunakan material tanah liat untuk dinding bangunan. Tanah liat tersebut didatangkan dari para pengerajin di wilayah tersebut.

RISET

Saat disinggung soal cara berarsiteknya, Budi mengaku arsiteknya merupakan arsitek berkonsep. Dia tidak terpaku pada satu gaya, melainkan hal tersebut disesuaikan dengan hasil risetnya. Pada praktiknya, Budi bersama timnya mengamati masalah-masalah yang sedang terjadi. Begitu persoalannya ditemukan, barulah diterjemahkan ke dalam bangunan.

Budi menjelaskan kerja arsitekturnya sebagai arsitektur berbasis riset bukan proyek. Alasannya arsitektur yang berlandaskan pada riset tak akan ada habisnya. Sebaliknya, arsitektur berbasis proyek akan habis begitu proyeknya selesai atau tak ada lagi.

“Saya membuat riset tentang fenomena yang terjadi apa. Riset itu dirangkum ke dalam proyek. Bukan mengejar proyek. Saya selalu ada proyek karena riset karena ada unsur kebaruan,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.

Menyoal maksud arsitektur proyek, Budi mengatakan, proyek bangunan-bangunan Sekolah Dasar Inpres pada masa orde baru sebagai contohnya. Pembangunan sekolah itu ditender dengan dicari pemenangnya berdasarkan angkanya yang murah. Sedangkan aspek arsitekturnya tidak diperhatikan.

Hasilnya ketika terbangun, bangunan-bangunan itu tidak memiliki nilai bahkan membuat penggunanya merasa tak nyaman. “Jadi itu bukan arsitektur sebenarnya, lihat saja bangunannya. Ekspresi itu adalah kejujuran. Kalau pemerintahnya bagus, arsitekturnya juga bagus,” ujarnya.

Ketika berhubungan dengan klien, Budi akan menawarkan konsep yang disuguhkan. Meskipun demikian, aristek lulusan Berlage Institute, Rotterdam ini menuturkan saat berhubungan dengan klien kuncinya adalah dialog. “Saya selalu baca konteks, saya tidak bisa ngawur membangun,” ujarnya.

Dalam mengolah proses kreatifnya, Budi mengaku inspirasi-inspiranya didapat dari hasil perjalanannya ke sejumlah tempat. Dia menuturkan sebagai arsitek perlu jalan-jalan untuk mengumpulkan banyak inspirasi. Selain itu, Budi juga dibantu oleh timnya untuk melakukan riset.

“Riset itu seperti usaha memenuhi gelas dengan air. Saat risetnya sudah banyak otomoatis akan tumpah sendiri atau muncul sendiri inspirasinya,” ujarnya.

KONSEP

Bagi Budi, seorang arsitek itu harus memiliki konsep supaya karya-karya yang dihasilkan berkarakter. Dari konsep itu pula, seorang arsitek dapat memberikan solusi kearsitekan bagi kliennya. Sebaliknya, aristek tanpa konsep hanya menghasilkan bangunan-bangunan tak bernyawa.

Pria yang mengagumi arsitek Y. B. Mangunwijaya ini mengatakan, Clay House di Lombok adalah bukti arsitek yang berkonsep. Dia menuturkan bangunan itu dindingnya dibuat dari material tanah liat serta kotoran sapi. Hal tersebut dilakukan karena material-material tersebut berada di sekitar. Dengan demikian penggunaan material itu juga dapat mengangkat isu lokalitas.

Sebagai arsitek yang lalu-lalang di dunia internasional, Budi mengatakan, orang-orang mulai jenuh dengan globalisasi. Di mana gedung-gedungnya cenderung berbentuk kotak dengan material kaca. Mereka pun mulai menyenangi dan menggali unsur-unsur lokalitas.

“Saat saya olah bangunan-bangunan bernuansa lokalitas, banyak media-media asing untuk mengulasnya. Mereka sudah bosan dengan yang itu-itu saja,” ujarnya.

Penulis : Dika Irawan
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro