Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah dinilai perlu meningkatkan keterlibatan sektor swasta dan masyarakat dalam menyempurnakan sistem manajemen krisis guna meminimalisir dampak bencana terhadap pariwisata nasional.
Gloria Guevara Manzo, President & CEO of World Travel & Tourism Council menjelaskan, Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi bencana alam yang cukup besar patut menyiapkan sistem peringatan dini yang holistik dan terintegrasi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
Pasalnya, penyebaran informasi yang baik menjadi salah satu pertimbangan utama para turis untuk tidak membatalkan kunjungannya ke suatu daerah.
“Kami telah melakukan banyak penelitian, yang membuktikan bahwa ketika sektor swasta dan para pemangku kepentingan telah terlibat sejak awal , maka pariwisata akan pulih dengan cepat,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (2/2/2018).
Sayangnya, ujar dia, dalam banyak kasus , banyak negara tidak melakukan persiapan yang baik terhadap bencana, baik itu bencana alam maupun bencana sosial seperti terorisme dan kerusuhan. Umumnya, dia menilai pemerintah baru mengambil tindakan ketika bencana terjadi dan setelah bencana terjadi.
Dia menjelaskan, waktu yang diperlukan untuk memulihkan pariwisata pascabencana akan sangat tergantung pada koordinasi dan manajemen krisis yang dilakukan semua pemangku kepentingan.
Selain itu, juga kelengkapan informasi dan peringatan dini yang akan disebarkan kepada para turis.
“Mereka harus tahu di mana tepatnya daerah bencana, dan sejauh mana dampaknya. Mereka juga perlu tahu kapan waktu yang terbaik untuk kembali. Semua itu harus dikoordinasikan dengan baik,” ujarnya.
Manzo mencontohan, Kepulauan Karibia membutuhkan waktu cukup lama untuk memulihkan pariwisata setelah diserang Badai Irma dan Maria pada tahun lalu. Banyak turis yang membatalkan kunjungannya akibat bencana itu.
Padahal, kedua bencana itu hanya berdampak pada 20% wilayah di Kepulauan Karibia, sedangkan 80% masih menjalani aktivitas bisnis secara normal.
Adapun dalam kasus erupsi Gunung Agung di Bali, dia menilai pemerintah telah cukup baik dalam hal transparansi komunikasi dan penyebaran informasi publik. Namun dia menilai sistem peringatan dini dan keterlibatan pihak swasta tetap harus disiapkan dalam persiapan antisipasi bencana dan evakuasi.
Di sisi lain, dia juga menyambut baik keputusan pemerintah untuk mengembangkan 10 Bali baru.
Dengan adanya diversifikasi, maka turis luar negeri memiliki lebih banyak daerah wisata pilihan yang dapat dikunjungi selain Bali, sehingga kondisi pariwisata Indonesia tak lagi bertumpu pada satu lokasi.
Pihaknya pun optimistis pariwisata Indonesia akan terus tumbuh bila pemerintah mampu menarik minat swasta untuk berinvestasi. Untuk itu, dia menilai pemerintah perlu memberikan kepastian hukum dan perencanaan jangka panjang guna mendapatkan kepercayaan investor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kunjungan wisman sepanjang 2017mencapai 14,04 juta, atau meleset dari target yang ditetapkan sebesar 15 juta. Namun angka itu tercatat tumbuh 21,88% dibandingkan 2016 sebanyak 11,52 wisman.
Per Desember 2017, BPS menyebutkan jumlah kunjungan wisman mencapai 1,15 juta atau naik 8% dibandingkan bulan sebelumnya. Wisman asal Singapura berkontribusi dominan hingga 17,7%, diikuti Malaysia 13,48%, Australia 7,66%, China 6,54%, dan India 4,68%.