Bisnis.com, JAKARTA - Semakin banyak orang tua yang ingin anaknya eksis di media sosial (medsos) sejak dini. Salah satu caranya adalah dengan menjadikan buah hatinya yang masih di bawah umur menjadi sosok terkenal di Instagram atau yang lebih dikenal sebagai selebgram.
Akan tetapi, tidak sedikit orang tua yang belum memahami risiko menjadi selebgram bagi anak di bawah umur. Oleh karena itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar jangan sampai aktivitas menjadi selebgram dijadikan kedok eksploitasi terhadap anak. Berikut penuturan Komisioner KPAI Erlinda:
Bagaimana pandangan Anda tentang tren orang tua yang menjadikan anaknya sebagai selebgram pada usia dini?
Dalam menyikapi fenomena ini, kita harus bersikap adil dan bijaksana. Artinya, tren ini tidak bisa semata-mata dinilai sebagai hal yang benar atau salah. Ini adalah masalah sosial. Artinya, pada kondisi dan saat tertentu, menjadikan anak sebagai selebgram sebenarnya tidak masalah sejauh ada pengawasan orang tua 100%.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah sampai kapan batas toleransi atau ambang batas kita bisa memberikan keleluasaan kepada anak-anak kita untuk masuk ke dalam kategori selebgram.
Apa saja yang perlu diperhatikan atau dipantau oleh orang tua yang anaknya menjadi selebgram?
Pertama, orang tua harus memastikan tumbuh kembang anak tidak terganggu. Anak pada usia 0-5 tahun membutuhkan waktu istirahat yang cukup, lingungan yang sehat, dan stimulasi dari orang tua. Menjadi selebgram tidak masalah, sejauh kegiatan tersebut tidak mengganggu tumbuh kembang fisik dan psikis anak.
Kedua, orang tua harus memproteksi anaknya dari kejahatan siber. Sebab, predator-predator yang bersembunyi di dunia maya itu mayoritas membidik anak-anak di bawah 10 tahun, khususnya pada rentang usia 3—8 tahun.
Nah, untuk itu orang tua harus memastikan apakah anak-anak sudah diproteksi atau tidak. Misalnya, saat menerima tawaran endorse, jangan sekali-kali memberi informasi detail soal alamat anak dan kegiatan anak. Lalu, jangan mengumbar identitas dan update status kegiatan anak secara konstan di media sosial. Sebab, hal itu bisa dipantau dan ditelusuri oleh oknum-oknum predator.
Ketiga, orang tua harus memperhatikan apakah anaknya menikmati kegiatan sebagai selebgram atau tidak. Orang tua harus sering berkomunikasi dengan anaknya; tanyakan apakah dia senang atau tidak tanpa mengurangi perlindungan pada anaknya.
Satu hal yang sangat penting, meskipun anaknya menjadi selebgram, orang tua harus memastikan buah hatinya bertumbuh dan berkembang di lingkungan yang seumurannya. Sebab, jika tidak, hal itu akan mengganggu psikologis dan kemampuan bersosialisasi dari anak.
Kalau hal-hal di atas bisa dilakukan dan dipenuhi oleh orang tua, tidak masalah menjadikan anak sebagai selebgram. Toh, kita harus bisa memaksimalkan potensi anak dan kesempatan yang ada. Kita harus bisa memanfaatkan teknologi informasi untuk hal yang positif.
Sampai pada batasan mana kegiatan tersebut aman bagi anak?
Kalau untuk balita atau batita, seluruh koridor kegiatan selebgram sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua yang harus tahu kapan saatnya anak bisa diekspose, kapan tidak perlu diekspose.
Pada saat orang tua terlalu mengeksploitasi anak dan terlalu mendorong anak sampai pada batasan yang berlebihan, anak akan terkontaminasi dengan hal-hal negatif. Misalnya, dia menjadi kelelahan atau justru menjadi pecandu medsos yang haus popularitas.
Jadi, yang harus dilakukan orang tua adalah melakukan edukasi sejak dini bahwa anaknya masuk ke dunia selebgram. Orang tua harus mengajarkan anaknya untuk bisa memproteksi diri sendiri juga dan selalu bersikap terbuka dengan ayah dan ibu saat ada permasalahan.
Apakah ada manfaat menjadi selebgram bagi anak?
Terus terang saja manfaatnya hanya menambah nilai keekonomian bagi orang tuanya saja. Sebanyak 80% selebritas yang menjadikan anaknya sebagai selebgram merasakan manfaat kenaikan value karena kelucuan anaknya.
Anaknya lantas bisa terkenal dan didatangi agen iklan untuk endorse atau menjadi artis cilik. Sebenarnya ini juga manfaat bagi pengembangan karier anak sejak dini, asalkan memang potensi anak tersebut memang di dunia hiburan.
Namun, kaalau sampai ada oknum yang melakukan eksploitasi terhadap anaknya, itu tidak bagus. Itu sama menyodorkan anak untuk melakukan hal-hal yang diluar batas kemampuannya. Kalaupun orang tua berdalih bahwa itu bukan eksploitasi, sebenarnya itu hanya karena anak tidak bisa protes.
Apa bentuk perlindungan dari KPAI atau dari pemerintah jika sampai tren selebgram anak ini menjadi kedok eksploitasi anak?
Kami selalu memberikan perlindungan dalam koridor edukasi, komunikasi, dan informasi. Kami secara rutin melakukan seminar, temu warga, dan kegiatan-kegiatan parenting ringan atau kegiatan positif lainnya.
Namun, jika sampai ada pihak yang mengadukan eksploitasi anak, kami bisa memberikan advokasi dan melakukan pembinaan untuk orang tuanya. Kalau mereka membandel, kami bisa menguji coba dengan tindakan pidana dengan tudingan pelanggaran UU Perlindungan Anak.
Proses hukum tersebut baru bisa dilakukan jika ada pengaduan. Sebab kasus eksploitasi anak ini adalah delik aduan, berbeda dengan kekerasan seksual yang bisa langsung ditindak tanpa harus ada yang melaporkan terlebih dulu.