Demam Pokemon GO/Reuters
Fashion

Teknologi AR Indonesia Dipakai Penerbit Spanyol hingga Kampanye Presiden Nigeria

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 24 Maret 2018 - 07:36
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Beberapa tahun lalu, warga dunia dihebohkan dengan permainan berbasis aplikasi; Pokemon Go. Meskipun saat ini sudah tidak sepopuler dulu, harus diakui game tersebut mempopulerkan istilah realitas tertambah alias augmented reality/AR.

Saat ini, teknologi AR semakin banyak dikembangkan di Indonesia. Bahkan, tidak sedikit perusahaan pengembang AR buatan anak negeri yang berhasil go international dan menjadi pioner di bidangnya.

Beberapa di antaranya misalnya AR Group yang membawahi perusahaan-perusahaan realitas tertambah seperti AR&Co, DAV, dan Mindstores; Slingshot yang diklaim sebagai perusahaan AR terbesar Asia; Indonesia in Your Hand yang mengembangkan aplikasi berbasis AR; dan WIR Group.

Pengembangan AR di Indonesia juga mulai bervariasi, tidak hanya sekadar untuk games. Pemanfaatannya telah merambah ke ranah promosi produk, pemasaran, kesehatan, manufaktur dan reparasi, hingga pelatihan militer.

Lantas, seberapa besar prospek pengembangan teknologi AR di Indonesia? Bagaimana perkembangannya jika dibandingkan dengan negara lain? Berikut penjelasan Senja Lazuardi, Co-Founder sekaligus IT Director AR&Co., salah satu perusahaan teknologi realitas tertambah terbesar di Indonesia:

 Sejak kapan berdirinya perusahaan AR ini? Apa latar belakangnya?

Kami mulai berdiri sejak 2009, dan sejak awal memang fokus kami adalah pengembangan aplikasi AR. Dari 2009, kami juga merupakan salah satu pelopor pengembangan teknologi AR di Indonesia.

Walaupun pada waktu itu memang sudah ada beberapa perusahaan sejenis, tetapi mereka tidak 100% investasi di pengembangan teknologi AR. Mereka menawarkan AR hanya sebagai salah satu fitur saja.

Sebaliknya, kami sejak awal memang konsisten 100% berinvestasi untuk pengembangan aplikasi AR di Indonesia.

Kapan tepatnya AR mulai menjadi tren dan dikenal masyarakat Indonesia?

Pada saat kami mendirikan AR&Co. pada 2009, kami merasa penuh perjuangan karena pangsa pasarnya belum terbentuk. Masyarakat belum terlalu familiar dengan teknologi AR, jadi kami tidak sekadar menawarkan jasa tetapi juga menyosialisasikan tentang manfaat AR pada masyarakat.

Kebetulan pada saat itu salah satu klien kami adalah Teh Botol Sosro. Mereka menggunakan teknologi AR untuk promosi roadshow ke beberapa lokasi. Jadi, itu juga merupakan kesempatan untuk mulai memperkenalkan AR ke masyarakat.

Upaya sosialisasi lain yang sering kami lakukan adalah mengadakan seminar ke beberapa universitas. Kami juga berinisiatif membentuk komunitas AR sebagai ajang komunikasi para pengembang AR di Indonesia. Jadi, kami membuat ekosistemnya terlebih dulu, baru kami melihat peluang pasarnya.

Jika diperhatikan, teknologi AR di Indonesia mulai menjadi tren sejak adanya games Pokemon Go pada 2016. Dari situlah masyarakat mulai mengenal AR, dan berbagai survei memprediksi AR akan semakin berkembang dan mencapai puncak kejayaannya apda 2020—2025.  

Siapa saja segmen pasarnya? Sudah sampai ke mana saja?

Sebanyak 70% segmen pasar di Indonesia kami masih didominasi perusahaan untuk tujuan pemasaran atau promosi. Itu memang tantangan bagi kami untuk memasarkan produk AR demi penggunaan yang lebih luas.

Kami juga sudah menyasar pangsa pasar asing, seperti Spanyol, Malta, New York [Amerika Serikat], Thailand, Myanmar, dan masih banyak lagi. Di luar negeri, klien kami lebih kreatif memanfaatkan teknologi AR.

Di Spanyol, misalnya, produk AR kami digunakan untuk menyentuh areal pendidikan. Kami bekerja sama dengan penerbit di sana untuk membuat buku ensiklopedia berbasis teknologi AR. Lalu, kami juga pernah menggunakan AR untuk kampanye presiden Nigeria, yang mengantarkan kami memenangkan suatu ajang di Silicon Valley.

Sebenarnya, bidang apa yang paling memungkinkan untuk penggunaan AR di Indonesia?

Yang paling memungkinkan di Indonesia ada banyak sekali. Misalnya, untuk pendidikan. Kita bisa mengajarkan anak-anak untuk belajar secara interaktif melalui buku interaktif 3D berbasis teknologi AR.

Lalu, untuk engineering. Sudah ada beberapa perusahaan yang menggunakan AR, seperti BMW. Mereka menggunakan kaca mata AR untuk para montirnya, sehingga dengan menggunakan kaca mata tersebut mereka bisa langsung tahu letak komponen mesin yang bermasalah secara real time.

Lalu, bisa juga untuk bidang kesehatan. Misalnya, untuk edukasi medis. AR dapat digunakan untuk simulasi bedah, tanpa harus menggunakan manusia sungguhan.

Berapa harga jasa yang dipatok?

Kisaran harganya tergantung dari kompleksitas konten aplikasinya. Kalau untuk edukasi biasanya sekitar Rp200 juta. Kalau untuk pemasaran dan promosi, harganya bisa di atas itu karena teknologi yang digunakan jauh lebih advance.

Apa kendala mengembangkan inovasi dan teknologi AR di Indonesia? Apa juga tantangannya? 

Kendalanya kebanyakan memang dari sisi teknis. Di Indonesia kebanyakan orang masih menggunakan teknologi untuk menangkap gambar melalui kamera. Padahal, sebagian besar teknologi kamera di Indonesia memiliki keterbatasan untuk menangkap visualisasi AR dengan baik.

Menurut Anda, bagaimana perkembangan teknologi AR di Indoensia dibandingkan dengan negara lain?

Kita memiliki banyak keunggulan, tetapi yang terutama adalah pengalaman. Pengembang AR di Indonesia jauh lebih kreatif dalam hal konten. Indonesia sudah banyak mengembangkan konten kreatif yang bisa interaktif.

Banyak konsumen luar negeri yang terkejut melihat produk AR buatan Indonesia. Pasalnya, di luar negeri, pengembangan AR masih lebih banyak berkutat pada penyempurnaan teknologi dari sisi hardware, bukn konten kreatifnya.

Bagaimana prospek bisnis AR ke depannya? Bagaimana menghadapi kompetitor?

Prospek bisnisnya tentu cukup besar. Kami mempunyai pengalaman mumpuni sejak 2009. Rata-rata klien di Indonesia sudah mengetahui kualitas AR kami dibandingkan kompetitor. Banyak kompetitor yang baru memulai bisnis dan menawarkan harga miring, tetapi kualitasnya tidak sebaik kami.

Justru, bagi kami itu yang mengkhawatirkan. Jika banyak vendor yang memproduksi AR dengan kualitas kurang baik, kami khawatir hal itu akan memengaruhi kepercayaan masyarakat. Orang akan berpikir bahwa AR buatan Indonesia kualitasnya jelek. Padahal tidak juga.

Apakah ini bisa menjadi teknologi masa depan yang digunakan secara jamak? Jika ya, kapan prediksinya?

Prediksinya adalah pada kisaran 2020—2025. Sebab, kami melihat perkembangan teknologi kamera mulai dari laptop hingga ponsel semakin membaik. Apalagi, semakin banyak perusahaan yang mengembangkan AR dalam format wearable device seperti kaca mata. Sehingga, lama-kelamaan teknologi AR semakin mudah diakses oleh siapa saja.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro