Bisnis.com, JAKARTA - Banyak yang sering terlalu cepat mengambil kesimpulan dengan menganggap bahwa mereka yang sering lupa telah mengalami gejala Demensia atau kepikunan, terutama bagi yang sudah berusia lanjut.
Gea Pandhita, Dokter Spesialis Saraf RS Pondok Indah-Bintaro Jaya menegaskan, tidak semua gangguan kognitif mutlak diartikan sebagai Demensia.
"Misalnya, lupa di mana menaruh kunci, belum tentu Demensia, mungkin gangguan pemusatan perhatian. Bisa saja, pada saat bersamaan, kita lagi konsentrasi menjawab teman sehingga saat menaruh kunci tidak memusatkan perhatian kepada kunci, jadi kesannya lupa," kata dia, Kamis (12/4/2018).
Demensia berkaitan dengan gangguan fungsi memori, baik yang jangka pendek (short term) maupun jangka panjang (long term). Short term berhubungan dengan daya ingat, sedangkan long term memory terjadi biasanya mengarah pada kondisi defisit saraf tertentu.
Bila ada seseorang yang diminta mengulang suatu informasi, tetapi tidak bisa, tetapi jika diberikan informasi baru dan masih ingat, berarti orang tersebut masih punya kemampuan untuk menyimpan memori baru.
"Sedangkan pada pasien-pasien Demensia, khususnya Demensia Alzheimer, tidak bisa. Tidak ada penambahan memori dengan adanya stimulasi yang sama secara berulang."
Hal itu merupakan salah satu cara memeriksa gangguan yang mengarah ke Demensia. Dan pemeriksaan tersebut baru memastikan terjadinya Demensia sampai ditemukan adanya gangguan.
Dikatakannya, Demensia adalah penurunan fungsi kognitif disertai dengan gangguan fungsional, kadang kalau yang sudah berat disertai gangguan perilaku dan merasa pusing.
"Jangan heran misalnya ada lansia di sektar kita orangnya curigaan, sering nuduh, itu adalah Demensia yang disertai dengan gangguan psikiatri, biasanya sudah tahap lanjut."
Karena itu, lanjutnya, Demensia tidak sama dengan pelupa. Demensia tidak hanya terkait daya ingat, tetapi juga ada fungsi lain yang terganggu seperti bahasa, perhatian dan sebagainya.
Kemudian ada Demensia yang penyebabnya jelas, yaitu Demensia Vaskular. Contohnya pasien-pasien yang mendadak menjadi pikun setelah kena stroke, diabetes atau hipertensi.
Namun Gea Pandhita juga mengakui semakin mudah lupa dipengaruhi juga bertambahnya usia, dengan kata lain, semua orang, seiring bertambahnya usia, fungsi kognitifnya juga akan turun.
Kondisi penurunan tersebut diharapkan tidak lebih besar dari kondisi normal. Karena pasien-pasien yang terus mengalami penurunan fungsi kognitif bisa sampai pada suatu tahap yang dinamakan dengan pra-demensia.
Inilah yang menurutnya sebagai titik krusial yang harus dideteksi dengan baik oleh masyarakat awam dan tenaga medis. Hal tersebut karena jika bisa dideteksi itu adalah pra-demensia, maka bisa dicegah agar jangan sampai benar-benar terjadi Demensia. Bila bisa dicegah pada saat masuk di pra-demensia, maka dapat kembali normal dengan terapi yang tepat.
"Kalau sudah masuk ke demensia, apalagi Demensia Alzheimer, mohon maaf, sampai sekarang belum ada obatnya. Obat Demensia Alzheimer hanya berfungsi untuk memeprlambat penurunan fungsi kognitif, tidak menyembuhkan."