Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan menargetkan sebanyak 5 juta ibu hamil akan diikutkan dalam program screening gratis hepatitis guna mencegah penularan hepatitis dari ibu ke bayi.
Program tersebut merupakan amanah dari Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 53 tahun 2015 tentang pengendalian Virus Hepatitis.
"Sampai dengan tahun 2020, program screening gratis hepatitis ini diharapkan sudah menjangkau 5 juta ibu hamil," ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Dokter Wiendra Waworuntu M.Kes menjawab Bisnis, seusai tampil sebagai pembicara dalam dialog kesehatan bertemakan "Peranan Uji Diagnostik dalam Memerangi Hepatitis" yang digelar oleh PT.Philips Indonesia, Kamis (26/7/2018).
Turut tampil sebagai pembicara dalam diskusi tersebut yakni dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH (Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), dan Suryo Suwignjo (Presiden Direktur Philips Indonesia).
Dia menjelaskan sampai saat ini ibu hamil yang sudah terjangkau program screening gratis Hepatitis - khusus hepatitis B -, yang dimulai tahun ini, telah mencapai 1 juta ibu hamil. Diharapkan akan terus bertambah dari tahun ke tahun hingga mencapai 5 juta ibu hamil hingga 2020.
"Kami mengimbau kepada para ibu hamil untuk proaktif mengikuti program deteksi dini Hepatitis B ini, sehingga diketahui status Hepatitis B pada kehamilannya. Dengan begitu, bayinya bisa diberikan penyuntikan serum hepatitis B/HBIG (hepatitis B Immunoglobulin)," ujar Irsan.
Upaya pencegahan tersebut diharapkan bisa mengerem penularan hepatitis B dari ibu ke anaknya dan secara keseluruhan menjadi bagian dari target Kemenkes untuk membebaskan Indonesia dari hepatitis pada 2020.
Prevalensi
Berdasarkan riset Kemenkes pada tahun 2013, prevalensi hepatitis B mencapai 7,1% dari total jumlah penduduk dan hepatitis C sebesar 1%. Berarti, ada sebanyak 18 juta orang yang sudah terinfeksi virus hepatitis B. Sedangkan yang terinveksi Hepatitis C sebanyak 2,5 juta orang.
Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH menambahkan pengobatan Hepatitis telah mengalami kemajuan dalam 15 tahun, karena telah ada berbagai metode pengobatan seperti operasi.
"Namun fakatnya, tidak terdapat peningkatan signifikan kesintasan satu tahun setelah 15 tahun berlalu," ujarnya.
Irsan menyebut saat ini peneliti hati mewaspadai penyakit perlemakan hati yang dapat memicu hepatitis. Perlemakan hati berbahaya karena selain penderita cenderung tidak merasakan gejala seperti penyakit Hepatitis lainnya, juga tidak dapat terdeteksi dari tes darah.
"Perlemakan hati, yang dapat disebabkan oleh konsumsi alcohol berlebih, pola makan rendah protein dan kegemukan, hanya bisa dideteksi menggunakan USG atau CT scan hati. Untuk itu, kelompok berisiko perlemakan hati ini sebaiknya melakukan USG abdomen sebagai upaya deteksi dini," katanya.
Presiden Direktur Philips Indonesia Suryo Suwignjo mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih peduli terhadap pentingnya melakukan deteksi dini bahaya penyakit hati ini di pusat-pusat pelayanan kesehatan yang telah memiliki peralatan modern untuk USG abdomen atau CT scan hati.
"Teknologi USG abdomen yang kami miliki sudah dipergunakan oleh rumah-rumah sakit ternama di Indonesia, salah satunya dioperasikan oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan beberapa rumah sakit lainnya di Jakarta. Selain upaya deteksi dini, masyarakat harus menjaga pola hidup sehat," ujarnya.