Bisnis.com, JAKARTA - Jangan pernah mengabaikan perawatan gigi bayi. Meski masih berupa gigi susu yang akan tanggal dan digantikan dengan gigi permanen, gigi bayi juga bisa mengalami pembusukan dan berlubang.
Anak-anak yang memiliki lubang pada gigi susu kemungkinan besar akan mengalaminya juga pada gigi permanen. Kenapa?
Dokter Trista Onesti, DDS, dari klinik gigi Cleveland di Ohio, Amerika Serikat, mengatakan lubang pada gigi bayi biasanya disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan buruk yang terus berlangsung meski gigi anak sudah berganti menjadi gigi permanen.
Apa saja kebiasaan buruk yang menjadi biang keladi dari munculnya lubang di gigi?
1. Kontak Air Liur dengan Orang Dewasa
Salah satu alasan mengapa ada anak yang lebih rentan mengalami gigi berlubang adalah karena keberadaan bakteri yang disebut Streptococcus mutans. Ini adalah penyebab utama di balik kerusakan gigi, karena bakteri ini memakan gula dan menciptakan asam yang melarutkan enamel pelindung pada gigi.
Bayi tidak terlahir dengan membawa bakteri ini di mulutnya. Namun orang dewasa di sekitarnyalah yang menyebabkan bakteri bisa bersarang di mulut bayi. “Jika Anda mencium bayi di bagian mulut, berbagi alat makan, dan menggunakan mulut Anda untuk membersihkan dot bayi, itu dapat menyebabkan bayi terkontaminasi Streptococcus mutans,” jelas Trista Onesti.
Dan semakin banyak bakteri penyebab lubang gigi yang ada di mulut orang dewasa, semakin banyak bakteri yang didapatkan bayi yang berarti gigi si bayi lebih rentan mengalami kerusakan,
“Kami mengimbau agar orang tua atau orang dewasa lainnya tidak menggunakan mulut mereka untuk membersihkan dot atau makan dengan alat makan yang sama atau bahkan berbagi sikat gigi dengan bayi,” saran Trista Onesti.
2. Memberi Susu Sebelum Tidur
Kebiasaan memberi susu menjelang bayi tidur juga bisa berkontribusi pada kerusakan gigi mereka. Bayi yang terbiasa tertidur setelah meminum susu atau bahkan dengan dot susu yang masih berada di mulut ketika tidur sangat berisiko tinggi mengalami gigi berlubang.
Hal itu terjadi karena gula yang terkandung dalam susu atau makanan lain menempel di gigi dan menjadi makanan bakteri Streptococcus mutans yang lama-kelamaan menyebabkan rusaknya lapisan demi lapisan gigi hingga menjadi lubang.
Hentikan kebiasaan memberi susu menjelang tidur. Jika terpaksa, bersihkan gigi anak dengan lap basah atau minta mereka berkumur dengan air putih jika mengantuk sesudah minum susu.
3. Terlambat Membiasakan Sikat Gigi
Orangtua juga kerap menyepelekan kebersihan gigi bayi sehingga tidak membiasakan sikat gigi sedini mungkin. Bahkan banyak anak yang hingga usia balita masih tidak terbiasa menyikat gigi.
Kapan bayi harus mulai dibiasakan menyikat gigi? Ketika giginya mulai tumbuh. Untuk gigi awal bayi yang baru tumbuh, Anda bisa membersihkannya hanya dengan menggunakan sikat gigi kecil berbulu halus dengan sedikit pasta gigi khusus bayi.
Kandungan fluoride pada pasta gigi akan membantu memperkuat enamel pada gigi sehingga mampu menahan pembusukan. Namun, jika jumlahnya terlalu banyak maka fluoride bisa menumpuk dan membentuk lapisan putih pada gigi yang disebut fluorosis.
Asosiasi gigi Amerika merekomendasikan jumlah odol sebesar butiran beras untuk menyikat gigi bayi hingga berusia tiga tahun dan sikatlah gigi dengan lembut.T
Lantas bagaimana jika bayi belum bisa berkumur untuk membersihkan sisa pasta gigi di mulut? “Ketika anak atau bayi belum bisa berkumur, jika Anda menggunakan pasta gigi berfluoride, Anda bisa membersihkan sisa pasta gigi dengan sepotong kain basah,” saran Trista Onesti.
Selain itu, lakukan kebiasaan menyikat gigi di waktu yang tepat, yakni sesudah sarapan pagi dan sebelum tidur malam.
4. Ke Dokter Gigi Hanya Ketika Sakit Gigi
Banyak orang tua yang baru membawa anaknya untuk pertama kali ke dokter gigi ketika anak mengalami masalah gigi, misalnya sakit gigi akibat bengkak atau gigi berlubang. Padahal, memeriksakan gigi anak ke dokter sudah harus dilakukan sedini mungkin.
Kapan anak harus dibawa ke dokter gigi untuk pertama kali?
“Anak-anak harus mulai mengunjungi dokter gigi pada ulang tahun pertama mereka, atau enam bulan sejak gigi pertama mereka muncul,” kata Trista Onesti.
Setelah itu, kunjungan ke dokter gigi harus terus dilakukan secara berkala setiap enam bulan sekali, bukan ketika gigi anak bermasalah saja.