Petugas Kesehatan Karantina Bandara Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan acak suhu badan penumpang yang baru mendarat untuk mewaspadai penyakit Cacar Monyet atau Monkeypox, di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (14/5/2019)./ANTARA-Muhammad Iqbal
Health

Kemenkes: Cacar Monyet Belum Ditemukan di Indonesia

Denis Riantiza Meilanova
Rabu, 15 Mei 2019 - 08:57
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat tidak perlu panik dengan adanya pemberitaan mengenai adanya penyakit Monkeypox atau cacar monyet yang kemungkinan dapat masuk ke Indonesia. Meski demikian, masyarakat diminta untuk senantiasa waspada dan menjaga kebersihan.

“Sampai saat ini belum ditemukan kasus Monkeypox di Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihanton melalui keterangan tertulisnya, Rabu (15/5/2019).

Monkeypox adalah penyakit akibat virus yang ditularkan melalui binatang (zoonosis). Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada kulit atau mukosa dari binatang yang tertular virus.

Penularan pada manusia, menurut Anung, terjadi karena kontak dengan monyet, tikus gambia, dan tupai, atau mengonsumsi daging binatang yang sudah terkontaminasi. Inang utama dari virus ini adalah rodent (tikus). Penularan dari manusia ke manusia sangat jarang.

Wilayah terjangkit Monkeypox secara global, yaitu Afrika Tengah dan Barat (Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Nigeria, Ivory Coast, Liberia, Sierra Leone, Gabon and Sudan Selatan).

Anung mengatakan, Monkeypox dapat dicegah. Untuk itu ia mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan sabun, menghindari kontak langsung dengan tikus atau primata dan membatasi pajanan langsung dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik.

Selain itu, hindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang terkontaminasi, hindari juga kontak dengan hewan liar atau mengkonsumsi daging yang diburu dari hewan liar (bush meat).

“Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit Monkeypox agar segera memeriksakan dirinya jika mengalami gejala-gejala demam tinggi yang mendadak, pembesaran kelenjar getah bening dan ruam kulit dalam waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan, serta menginformasikan kepada petugas kesehatan tentang riwayat perjalanannya,” katanya.

Kepada petugas kesehatan, Anung pun mengingatkan agar menggunakan alat pelindung, minimal sarung tangan dan masker saat menangani pasien atau binatang yang sakit.

Gejala dan Tanda Cacar Monyet 

  • Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) Monkeypox biasanya 6 – 16 hari, tetapi dapat berkisar dari 5 – 21 hari.
  • Gejala yang timbul berupa demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot dan lemas.
  • Ruam pada kulit muncul pada wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Ruam ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, kemudian mengeras. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai ruam tersebut menghilang.
  • Monkeypox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung selama 14 – 21 hari. Kasus yang parah lebih sering terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien dan tingkat keparahan komplikasi.
  • Kasus kematian bervariasi tetapi kurang dari 10% kasus yang dilaporkan, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak. Secara umum, kelompok usia yang lebih muda tampaknya lebih rentan terhadap penyakit Monkeypox.

Anung menegaskan Monkeypox hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laboratorium.

“Tidak ada pengobatan khusus atau vaksinasi yang tersedia untuk infeksi virus Monkeypox. Pengobatan simptomatik dan suportif dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul,” tambahnya.

Kejadian Luar Biasa

Monkeypox pernah menjadi KLB di beberapa wilayah. Pada 1970 terjadi kejadian luar biasa pada manusia pertama kali di Republik Demokratik Kongo. Lalu 2003 dilaporkan kasus di Amerika Serikat, akibat riwayat kontak manusia dengan binatang peliharaan prairie dog yang terinfeksi oleh tikus Afrika yang masuk ke Amerika. Kemudian pada 2017 terjadi kejadian luar biasa di Nigeria.

“Bulan Mei 2019 dilaporkan seorang warga negara Nigeria menderita Monkeypox, saat mengikuti lokakarya di Singapura. Saat ini pasien dan 23 orang yang kontak dekat dengannya diisolasi untuk mencegah penularan lebih lanjut,” jelas Anung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro