Bisnis.com, JAKARTA - Jepang memiliki suatu seni peran yang bernama Kabuki. Teater tradisional itu populer dengan kostum mewah dan tata rias wajah mencolok yang bercokol pada aktornya.
Uniknya, seni yang ditatapkan oleh UNESCO sebagai warisan agung budaya nonbendawi ini juga disebut sebagai pertunjukan cross gender.
Izumo no Okuni disebut sebagai pencetus Kabuki pada tahun 1603. Dia menciptakan tarian baru yang mendapat respons positif dari para perempuan Jepang pada masa itu. Singkat cerita, banyak yang ingin belajar tarian tersebut.
Baca Juga Ini Tren Make Up Ala Shu Uemura |
---|
Namun seiring berjalannya waktu, tarian itu justru disalahgunakan oleh para pelacur untuk menarik pelanggan. Hingga akhirnya pemerintah turun tangan dan melarang perempuan untuk menari.
Kemudian, para laki-laki yang mengambil estafet peran dalam kesenian Kabuki. Sosok yang berperan sebagai karakter wanita dalam Kabuki dijuluki dengan sebutan Onnagata.
Beratus-ratus tahun kemudian, tepatnya 131 hari sebelum ikrar Sumpah Pemuda oleh pemuda Hindia Belanda pada 1928, lahir Shu Eumura di Tokyo yang kelak menjadi Makeup artist (MUA) legendaris Jepang sekaligus perintis brand kosmetik raksasa Shu Uemura Cosmetics.
Jika karakter Onnagata hanya eksis dalam panggung, maka Uemura bisa saja diasosiasikan sebagai jelmaan pemeran Kabuki dalam kehidupan nyata. Pria yang lahir pada 19 Juni 1928 itu mulai tertarik pada hairstyle dan makeup saat remaja, ketika ia terbaring di tempat tidur karena sakit.
Seperti dikutip dari Japan Info, bermodal semangat ini Uemura mendaftar di sekolah Tokyo Beauty dan menjadi satu-satunya siswa cowok di kelas yang terdiri dari 120 murid.
Singkat cerita pada tahun 1955, dia mulai bekerja sebagai asisten penata rias untuk pembuatan film Hollywood berjudul Joe Butterfly. Film yang tayang pada tahun 1957 itu membuka pintu bagi Uemura untuk bisa bekerja dengan sejumlah bintang Hollywood, misalnya seperti Marilyn Monroe, Lucille Ball, Edward G. Robinson, hingga Frank Sinatra.
Uemura lantas meninggalkan jepang pada akhir 1950-an untuk memasuki dunia bisnis makeup film dan televisi. Lompatan besar karirnya terjadi saat film My Geisha dirilis pada 1962.
Ketenaran ini bisa dianggap sebagai sebuah kecelakaan karena Uemura menjadi pengganti MUA film sebelumnya yang jatuh sakit.
Hasil riasan Uemura benar-benar fantastis hingga mendapatkan tepuk tangan meriah dari para kru film. Bahkan kritikus memberikan pujian karena dianggap berhasil mengubah penampilan Shirley MacLaine, yang notabene merupakan orang Kaukasia, menjadi layaknya perempuan Jepang.
Aksi yang mendapat sambutan hangat ini membuat sejumlah pekerjaan di Hollywood mulai berdatangan. Salah satu di antara penampilan Frank Sinatra memakai helm dalam sampul film None But the Brave pada tahun 1965. Sontak, Uemura mulai menjadi salah satu MUA favorit artis Hollywood.
Seperti dikutip dari Variety, dia mulai berkenalan dengan Unmask cleansing oil saat bekerja dengan Ben Lane di Colombia Pictures. Terpikat, Uemura mulai mengembangkan cleansing oil-nya sendiri, yang menjadi cikal bakal kerajaan kosmetiknya.
Memasuki tahun 1963, Uemura kembali ke kampung halamannya. Dia membuka sekolah rias dengan membagikan teknik makeup yang dipelajari di Hollywood.
Seperti dikutip dari TIME, berselang tahun 1967, Uemura mendirikan perusahaan kosmetik Japan Makeup. Galeri bergaya butik di distrik Omotesando tersebut hadir ketika Tokyo memantapkan diri sebagai penentu tren mode. Perusahaan ini kemudian berubah nama pada tahun 1983 menjadi Shu Uemura Cosmetics.
Sepanjang tahun 1980-an, perusahaan Uemura mampu memanfaatkan booming ekonomi. Orang-orang Jepang sangat 'keranjingan' untuk mencoba produk dari barat. Hal ini membuat Shu Uemura Cosmetics menjelma menjadi kekuatan brand utama dalam pasar kecantikan domestik Jepang dan internasional.
Seperti dikutip dari siaran pers L'Oréal, penjualan Shu Uemura Cosmetics pada tahun 1999 tumbuh sebesar 16 persen menjadi 13,5 miliar Yen Jepang.
Uemura sepertinya juga mewariskan kecintaannya pada dunia makeup kepada anaknya. Hal itu dibuktikan kala Hiroshi Uemura mendirikan lini kosmetiknya sendiri bernama UTOWA.
Berselang setahun berikutnya, Uemura menjual saham mayoritasnya di Shu Uemura Cosmetics kepada raksasa kosmetik asal Prancis, L'Oréal dengan nominal nilai transaksi yang dirahasiakan.
Meski otoritasnya di perusahaan telah tergeser, Uemura tetap memiliki kekuatan untuk mengadu kreativitas di balik raksasa brand kosmetik yang menggabungkan seni, alam, sekaligus teknologi itu.
Kabar duka bagi dunia mode datang kala Uemura tutup usia karena penyakit pneumonia pada 29 Desember 2007 di Tokyo. Jasadnya baru dimakamkan pada 4 Juni 2008.
Pada tahun 2008, Shu Uemura Cosmetics disebut mampu meraup uang senilai US$100 juta per tahun dari penjualannya di seluruh dunia.
Saat kematian Uemura, perusahaan kosmetik yang 'dilahirkannya' itu telah memiliki toko di Paris, New York, London, Hong Kong, dan berbagai outlet di Asia.
Lini produk Shu Uemura Cosmetics berkembang, mencakup produk rambut dan lifetyle, bulu mata palsu, parfum, hingga kuas makeup handmade.