Suasana Car Free Day di Jalan Thamrin, Jakarta. CFD merupakan salah satu langkah promosi gaya hidup sehat./Jakarta.go.id-Shinta
Fashion

Menggali Peluang Bisnis dari Olahraga Lari

Asteria Desi Kartika Sari
Selasa, 25 Juni 2019 - 21:04
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Tren olahraga lari di Indonesia menunjukan geliat positif. Berkaca dari maraknya gelaran acara lari yang mampu mencetak ribuan partisipan pelari setiap tahunnya.

Dari survei yang dilakukan oleh Sun Life Financial Asia 2016, sebanyak 62 persen orang Indonesia menyatakan bahwa mereka merasa lebih sehat dari kondisi 3 tahun yang lalu.

Angka ini adalah yang tertinggi di Asia. Indonesia juga menempati posisi kedua di Indeks Kesehatan setelah Filipina yang paling positif mengenai kondisi kesehatan. Bahkan, negara ini menjadi satu-satunya negara yang indeks kesehatannya tidak mengalami penurunan dan cenderung naik.

Survei yang sama juga memperlihatkan lari sebagai pilihan olahraga yang paling ingin dilakukan orang Indonesia. Sebanyak 60 persen menyatakan hal itu, dan angka ini tertinggi di Asia. Pilihan selanjutnya adalah bersepeda sebesar 55 persen dan berenang 45 persen.

Bahkan, di luar kompetisi resmi, aktivitas lari semakin banyak digeluti karena faktor kemudahan yang ditawarkan olahraga tersebut.

Bukan hanya di kota-kota besar, kini beberapa pemerintah daerah telah menunjukan kepeduliannya untuk mempromosikan gaya hidup sehat untuk masyarakat misalnya melalui fasilitas Car Free Day (CFD) yang digelar di 22 kota di Indonesia.

Dampak yang paling tampak adalah berkembangnya komunitas lari berbasis daerah yang menyatukan peminat lari dari berbagai kalangan. Komunitas tersebut bahkan bisa berperan cukup besar untuk menciptakan inovasi unik di bidang lari. Misalnya komunitas lari malam yang diikuti oleh para karyawan, hingga komunitas lari gunung.

Lebih jauh, tak hanya berdampak untuk kesehatan namun lari juga dapat berdampak ekonomi hingga peluang bisnis. Peluang itu yang coba dimanfaatkan oleh PT Kultur Lari Nusantara atau Runhood melalui pengembangan konten independen seputar olahraga.

Founder Runhood Adystra Bimo menilai kebutuhan akan informasi yang objektif dan lengkap spesifik tentang olehraga lari masih minim di Indonesia. Untuk itu, Runhood berkomitmen untuk memberikan informasi terkait olahraga lari mulai dari dokumentasi, kompetisi dari dalam dan luar negeri, ulasan produk, hingga diskusi dengan pelari profesional.

“Olahraga lari memiliki banyak aspek pendukung, tidak terlepas pada teknik lari saja,” tuturnya.

Selama ini, lanjutnya, bicara mengenai olahraga, umumnya orang akan fokus dengan teknik untuk meningkatkan kemampuan. Namun, menurutnya Runhood ingin mengangkat olahraga lari dari sudut pandang yang berbeda. Dia ingin memperkaya referensi penggemar lari dalam meningkatkan performa dan motivasi.

Untuk itu, Runhood menyajikan konten yang variatif, mulai dari gearpendukung, rute dan lokasi, profil komunitas, serta cerita experience dari ajang lari di dalam negegeri seperti Bali Marathon, Borobudur Marathon, Asian Games 2018 hingga kompetisi bergengsi di luar negeri seperti Tokyo Marathon dan London Marathon.

Dinamika tersebut yang menjadi potensi bisnis yang digali oleh Runhood. Dengan kombinasi kekuatan kreasi konten dan pengelolaan target pasar yang tepat, Runhood mampu menarik minat sponsor, brand, ataupun perusahaan untuk memberikan kontribusinya di ekosistem lari. Dystra mengaku optimistis dengan identitas Runhood sebagai media yang spesifik mengangkat industri lari.

Dia mengatakan pada 2019 diperkirakan ada sekitar 340 event lari yang tersebar di lebih dari 20 kota di seluruh Indonesia, meningkat 300% dari 2014 yang hanya 102 event.

Lewat tiga platform digital, Youtube, Instagram, dan Facebook, Runhood dapat berperan sebagai media partner yang mempromosikan penyebaran event tersebut sehingga membuka potensi partisipan yang lebih luas.

Potensi bisnis lainnya berasal segi konsumsi pelari terhadap apparel dan gear untuk menunjang aktivitas lari. Semakin tinggi komitmen pelari, semakin besar pula anggaran belanja yang dikeluarkan untuk produk-produk tersebut.

Namun, menurutnya, praktik sport marketing di Indonesia masih terbatas pada sponsorship dan endorsement dari label kepada atlet atau klub. Namun, umumnya para brand belum memahami kekuatan atlet atau klub untuk merepresentasikan produk mereka. Runhood mulai melirik peluang diversifikasi bisnis di awal tahun 2018, yakni sports marketing agency.

“Banyak sekali selling point yang bisa dieksplor di industri olahraga. Pada dasarnya olahraga sudah memiliki citra positif yang melekat sebagai aktivitas yang berdampak baik bagi kesehatan, dari sini pun sudah sangat kuat menjadi sebuah pesan pada konten,” jelasnya.

Berbekal pengalaman selama 4 tahun di industri ini, kami menawarkan solusi yang lebih lengkap untuk brand olahraga maupun non olahraga yang ingin melakukan sports marketing di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan sampai eksekusi,” ujar Dystra.

Eksplorasi bisnis ini berhasil membawa Runhood ke milestone penting dalam bisnisnya, di mana dengan jumlah tim sebanyak lima orang, perusahaan ini mampu mencetak revenue lebih dari Rp 2 miliar pada akhir 2018.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro