Bisnis.com, JAKARTA - Ekosistem musik dalam negeri tahun lalu mendapat momentum penting dengan terselenggaranya konferensi Musik Indonesia pertama, di Ambon.
Acara itu menghadirkan berbagai pihak pemangku kepentingan industri terkait.
Glenn Fredly, Penggagas dan Ketua Komite Kami Musik Indonesia (KAMI) - lembaga yang menggelar konferensi – kala itu membacakan deklarasi hasil konferensi yang terangkum dalam 12 poin, mencakup beragam hal di industri dan ekosistem musik.
Hal itu mulai dari pendataan terpadu, pendidikan musik, apresiasi dan literasi musik, sistem distribusi digital, infrastruktur penunjang proses bermusik, hingga keadilan gender dalam dunia musik Tanah Air, dan masih banyak lagi.
Dalam proses perjalannya hingga kini, Glenn mengakui progres dari implementasi poin-poin hasil konferensi pertama belum sepenuhnya terealisasi. Kendati begitu, ada cukup banyak hal yang dilakukan dan dihasilkan dari kegiatan yang digagasnya itu.
Glenn menyebutkan paling tidak ada tiga hal besar yang terjadi. Pertama, ditetapkannya Ambon sebagai Jaringan Kota Musik Dunia oleh UNESCO pada awal bulan ini.
Kedua, operasionalisasi M Bloc Space di Jakarta, hasil kolaborasi pelaku industri musik dan pemerintah.
Ketiga, apresiasi musisi jalanan menggunakan QR Code sebagai bentuk inovasi dalam ekosistem musik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari,
“Setidaknya tiga hal itu telah terealisasi dan ini pencapaian yang luar biasa bagi saya karena melibatkan multi stakeholder,” katanya.
Konferensi Musik Kedua
Beranjak ke tahun sekarang, 1 tahun setelah konferensi musik pertama. Kini, ekosistem musik dalam negeri kembali menyelenggarakan Konferensi Musik Indonesia 2019 atau konferensi keduanya. Giliran Bandung yang menjadi tuan rumah acara yang diadakan pada 23 November tersebut.
Glenn mengungkapkan gelaran kedua ini memfokuskan pembahasan pada persoalan tata kelola industri musik yang lebih adil dan berkelanjutan. Perinciannya, ada tiga sesi diskusi dengan tema masing-masing.
Tema-tema itu adalah Pekerja Musik Berserikat, Panen Royalti dan Sosialisasi Undang-Undang Ekonomi Kreatif, dan Membangun Kota Musik,
“Konferensi ini diadakan kembali sebagai wujud komitmen kami untuk ekosistem musik industri dan nonindustri. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan bersama dan berkeadilan,” kata Glenn.
Isu keadilan dan keberlanjutan dalam industri musik dinilai sangat urgen untuk mendorong ekosistem yang lebih baik. Anggota Koalisi Seni Indonesia Nadia Yustina mengatakan salah satu persoalan yang ada ialah masih terpusatnya industri musik di Jakarta.
Padahal, Nadia menilai ada banyak kota lain yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri musiknya sendiri. Akan tetapi, ekosistemnya masih sangat minim.
“Privat sector seperti publishing, label, promotor, distributor itu belum ada di tempat lain, baru Jakarta yang lengkap. [Di wilayah lain] ada, tapi sedikit dan enggak komplet. Belum lagi, Indonesia kan enggak punya sekolah atau pendidikan khusus industri musik,” ujarnya.
Selain itu, dia bercerita ada masalah-masalah lain yang berbeda antara wilayah satu dengan yang lainnya menyangkut ekosistem musik lokal. Aceh misalnya yang bahkan tidak memiliki studio musik yang cukup atau Padang yang masih kesulitan menyelenggarakan kegiatan musik.
Pembentukan ekosistem ini lah yang harus menjadi awal dan pondasi untuk menciptakan musik yang adil dan berkelanjutan. Regenerasi para musisi juga bergantung pada hal ini.
Nadia menyampaikan saat ini ada hampir satu lagu baru setiap harinya dari berbagai grup musik. Masalahnya, mereka tidak memiliki tempat yang cukup untuk unjuk kebolehan karena semuanya berpusat di Jakarta.
Sementara itu industri di Jakarta telah menjadi mainstream yang cukup mengandalkan hanya beberapa musisi populer.
Oleh sebab itu, kehadiran Konferensi Musik Indonesia 2019 diharapkan bisa menjadi wadah bagi pihak-pihak terkait mulai dari pemerintah, sektor privat, pelaku industri, hingga penikmat agar saling bersinergi membangun ekosistem industri musik yang lebih baik.
“Semoga bisa mendorong terbentuknya kantong-kantong ekosistem musik di berbagai wilayah di Indonesia. ini memang bukan pekerjaan 1 atau 2 tahun saja, tetapi memulai lebih cepat itu harus dilakukan supaya terwujud lebih cepat juga,” ujarnya.