Bisnis.com, JAKARTA - Dalam rangka memperingati Hari Hipertensi Dunia 2020, Minggu (17/5/2020), masyarakat diimbau menjaga tekanan darah dan mencegah komplikasi sebagai kunci selamat di masa pandemi Covid-19.
Penyakit darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu penyakit penyerta alias komorbiditas berbahaya bagi pasien terinfeksi virus Covid-19.
Berdasarkan Pedoman American Heart Association (AHA), orang dengan tekanan darah tinggi menghadapi risiko komplikasi lebih parah jika mereka terinfeksi virus Covid-19.
Seturut data temuan pasien Covid-19 yang meninggal di Indonesia juga menunjukkan paling banyak mengidap hipertensi dengan komorbiditas penyakit kronis lainnya seperti; penyakit jantung, ginjal, diabetes hingga stroke.
Namun, sampai saat ini kepedulian terhadap hipertensi dan kesadaran akan pencegahan sekaligus pengobatannya di Indonesia masih rendah. Sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari dirinya telah menderita hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Riskesdas 2018 mencatat sebanyak 63 juta orang atau sebesar 34,1% populasi penduduk di Indonesia menderita hipertensi. Dari populasi hipertensi tersebut, hanya 8,8% terdiagnosis hipertensi dan hanya 54,4% dari yang terdiagnosis hipertensi rutin minum obat.
President Indonesian Society of Hypertension (InaSH) atau Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi (Perhi) Tunggul D. Situmorang megatakan hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang mengakibatkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan.
"Hipertensi tidak bergejala seperti silent killer dan merusak organ-organ penting antara lain otak, jantung, ginjal, pembuluh darah besar sampai ke pembuluh darah kecil," ujar Tunggul dari siaran pers, Sabtu (16/5/2020).
Pada Annual Meeting ke-13 Februari 2019 lalu, Perhi meluncurkan Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi yang menggarisbawahi bahwa diagnosis hipertensi sangat ditentukan oleh man, material, method (3M), yaitu dokter dan pasien, alat pengukur, dan pengukurannya termasuk persiapannya.
Pemeriksaan tekanan darah di rumah (PTDR) diyakini berperan penting untuk deteksi, diagnosis dan evaluasi terapi yang efektif serta bermanfaat memberikan gambaran variabilitas tekanan darah.
Menurutnya, terdapat kasus khusus, yaitu pada pasien yang diagnosis hipertensinya meragukan, seperti prehypertension atau border-line hypertension, white-coat hypertension alias tekanan darah tinggi bila diukur di klinik, atau masked hypertension alias tekanan darah justru tinggi bila di luar klinik atau di rumah.
Data penelitian Perhi 2017 menunjukkan bahwa 63 % pasien yang sedang diobati hipertensi itu tidak terkontrol. Hal ini menunjukkan sebagian besar pasien hipertensi tidak terobati secara optimal karena berbagai faktor.
PTDR juga dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pasien. Banyak penelitian yang menunjukkan PTDR mempunyai nilai prognostik lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan tekanan darah di klinik.
Data survei Perhi, menunjukkan 95% dokter sudah menganjurkan PTDR, namun tidak ada keseragaman dalam metode pengukuran maupun frekuensi pengukuran tekanan darah.
Dalam Buku Pedoman PTDR dijelaskan lebih rinci tentang PTDR untuk diagnosis hipertensi, cara menggunakan PTDR untuk pasien, frekuensi pemantauan dan target pengendalian tekanan darah.
Terkait dengan pasien-pasien hipertensi yang terinfeksi virus corona, terdapat isu bahwa ada obat antihipertensi golongan tertentu yang dianggap dapat memperburuk keadaan. Meski begitu hal tersebut tidak mempunyai bukti-bukti yang cukup sehingga tetap harus diberikan.
“Dalam masa pandemi Covid-19, kami mengimbau masyarakat agar lebih peduli secara teratur melakukan PTDR dan apabila pada pasien hipertensi muncul gejala awal Covid-19 seperti meningkatnya suhu tubuh, sesak nafas, batuk kering, segera berkonsultasi kepada dokter,” tegas Tunggul.