Bisnis.com, JAKARTA – Penelitian anyar menyatakan bahwa vaksin tuberkolosis mungkin memiliki peran penting dalam mengurangi angka kematian akibat virus corona baru atau Covid-19.
Dilansir dari Medical Express, Kamis (9/7) studi tersebut dilakukan oleh Luis Escobar, peneliti dari College of Natural Resources and Environment dan dua rekannya dari National Institutes of Health.
Temuan mereka yang telah dipublikasi dalam Prosiding National Academy of Sciences menyatakan bahwa Bacille Calmette-Guering (BCG), sebuah vaksin tuberkulosis yang secara rutin diberikan pada anak-anak memiliki peran penting di tengah pandemi Covid-19.
“Dalam penelitian awal, kami menemukan bahwa negara-negara dengan tingkat vaksinasi BCG yang tinggi memiliki tingkat kematian yang lebih rendah,” katanya.
“Akan tetapi semua negara berbeda. Guatemala memiliki populasi yang lebih muda daripada Italia. Jadi kami harus melakukan penyesuaian pada data untuk mengakomodasi perbedaan tersebut,” imbuhnya.
Escobar bekerja dengan para peneliti NIH Alvaro Molina-Cruz dan Carolina Barillas-Mury, yang mengumpulkan data mortalitas virus corona dari seluruh dunia.
Dari data itu, tim menyesuaikan variabel seperti pendapatan, akses ke layanan pendidikan dan kesehatan, ukuran dan kepadatan populasi, serta distribusi usia.
Melalui semua variabel tersebut, korelasi yang diadakan menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat vaksinasi BCG yang lebih tinggi memiliki tingkat kematian puncak yang lebih rendah akibat Covid-19.
Salah satu sampel yang menonjol adalah Jerman, yang memiliki proses vaksin sejak 1990. Wilayah Jerman Barat memberikan vaksin BCG kepada bayi dari tahun 1961 hingga 1998 dan Jerman Timur memulai vaksinasi satu dekade sebelumnya.
Ini berarti orang Jerman di wilayah bagian timur akan memiliki lebih banyak perlindungan ketimbang Jerman Barat, dan data terakhir menunjukkan bahwa Jerman Barat mengalami angka kematian 2,9 kali lebih tinggi ketimbang Jerman timur.
“Tujuan penggunaan vaksin BCG adalah untuk melindungi dari Covid-19 parah dengan merangsang kekebalan yang luas, bawaan, dan cepat tanggap,” kata Escobar.
Kendati demikian, dia menekankan bahwa ini masih berupa temuan awal dan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mendukung hasil mereka dan menentukan apa langkah selanjutnya yang bisa dilakukan.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tidak ada bukti bahwa vaksin BCG dapat melindungi orang dari infeksi Covid-19. Lembaga itu bahkan menyatakan bahwa saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan vaksin BCG untuk pencegahan.
Dilaporkan bahwa saat ini ada uji klinis yang sedang dilakukan untuk menentukan apakah vaksinasi BCG pada orang dewasa memberikan perlindungan dari Covid-19 parah.
“Kami tidak mencari saran kebijakan dengan makalah ini. Justru ini menjadi panggilan untuk penelitian lebih lanjut. Kita perlu melihat apakah kita dapat mereplikasi ini dalam percobaan dan berpotensi dalam uji klinis,” katanya.
Barillas-Mury, kepala peneliti yang berspesialisasi dalam vektor penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, mencatat bahwa membangun hubungan antara vaksin BCG dan keparahan Covid-19 dapat mengakibatkan upaya penimbunan dosis vaksin.
“Jika vaksin BCG bersifat protektif, produksi harus meningkat untuk memenuhi lonjakan permintaan vaksin yang tiba-tiba, dan untuk mencegah keterlambatan distribusi ke negara-negara yang sangat membutuhkan,” ujarnya.
Sementara korelasi langsung antara vaksin BCG dan pengurangan mortalitas virus corona masih perlu dipahami, para peneliti berpendapat bahwa vaksin mungkin dapat memberikan perlindungan jangka pendek terhadap pasien dengan kondisi parah.