Bisnis.com, JAKARTA - Uji klinis yang dilakukan para peneliti di University of Washington membuktikan hydroxychloroquine tidak efektif melawan virus corona.
Uji klinis ini melibatkan 800 orang dari 38 negara bagian AS yang secara sukarela mengajukan diri. Adapun uji klinis ini didanai COVID-19 Therapeutics Accelerator, dana penelitian yang dibuat oleh The Bill & Melinda Gates Foundation sebesar US$9,5 juta.
Semua peserta memiliki anggota keluarga atau kontak dekat dengan orang yang terinfeksi Covid-19. Mereka diberikan hydroxychloroquine atau plasebo secara acak selama periode 14 hari. Para sukarelawan juga melakukan swab hidung mereka setiap hari dan mengirim spesimen ke laboratorium untuk dianalisis.
Di antara kelompok yang menerima hydroxychloroquine, 46 orang diantaranya terbukti terinfeksi virus corona baru. Sementara ada 43 orang yang terinfeksi pada kelompok plasebo.
Dr. Ruanne Barnabas, dokter dan peneliti UW Medicine yang memimpin proyek tersebut mengatakan perbedaannya tidak signifikan secara statistik dan menunjukkan bahwa obat tersebut tidak memiliki efek perlindungan terhadap Covid-19.
Studi ini juga tidak menemukan bukti bahwa orang yang mendapat hydroxychloroquine cenderung tidak mengembangkan gejala saat terinfeksi.
"Saya pikir temuan ini konsisten dengan uji acak terkontrol lainnya bahwa hydroxychloroquine, berdasarkan bukti kuat yang kami miliki hingga saat ini, tidak memiliki dampak klinis yang signifikan pada akuisisi (novel coronavirus) atau pengobatan Covid-19," tegas Barnabas seperti dilansir dari The Daily Chronicle, Selasa (27/10/2020).
Uji coba terkontrol secara acak sebelumnya telah menemukan bahwa obat tersebut, yang awalnya digunakan untuk mengobati malaria, tidak mengurangi tingkat kematian atau kemungkinan memerlukan ventilator pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19. Hydroxychloroquine juga tidak memberikan manfaat apa pun bagi orang dengan infeksi ringan yang mengonsumsi obat pada awal infeksi.
Barbanas menambahkan hydroxychloroquine juga tidak mencegah infeksi bila diminum secara profilaksis oleh petugas kesehatan dan penanggap pertama lainnya sebelum mereka terpapar virus.
Baik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Institut Kesehatan Nasional AS, menangguhkan uji klinis pada obat tersebut karena semakin banyak bukti yang bertentangan dengan kegunaannya.
Dr. Eric Topol, Direktur Scripps Research Translational Institute menambahkan studi yang dilakukan University of Washington hanyalah yang terbaru untuk mengkonfirmasi bahwa obat tersebut tidak membantu pasien.
"Ini membantu karena ada beberapa ketidakpastian sisa tentang potensi penggunaan yang sangat awal, dan uji coba ini menegaskan tidak ada utilitas di sana juga. Sederhananya, hydroxychloroquine tidak memiliki peran dalam mencegah atau mengobati Covid-19," tuturnya menegaskan dilansir dari Snuf.
Beberapa uji klinis lainnya masih berlangsung, termasuk yang dilakukan oleh sekelompok peneliti di Detroit yang juga didanai oleh The Gates Foundation.
Sementara itu, Filantropi Seattle berharap obat tersebut mungkin terbukti menjadi pengobatan yang murah dan efektif untuk Covid-1919 yang bisa sangat berguna di negara berkembang.
"Salah satu motivasi untuk melakukan penelitian ini adalah karena hydroxychloroquine aman dan tersedia secara luas dan akan sangat bagus untuk memiliki intervensi yang terjangkau, aman, mudah diakses, dan terukur," imbuh Barnabas.