Di dalam pabrik produksi vaksin Sinopharm di Beijing. /Xinhua-Bloomberg
Health

Mengenal Reaksi Alergi terhadap Vaksin Covid-19, Wajarkah?

Reni Lestari
Kamis, 31 Desember 2020 - 16:27
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Seperti semua obat baru, vaksin Covid-19 yang telah disahkan di negara-negara Barat datang dengan beberapa masalah keamanan dan efek samping.

Banyak orang yang telah menerima vaksin dari Pfizer Inc. -BioNTech SE dan dari Moderna Inc., mengalami demam, sakit kepala, dan nyeri di tempat suntikan.

Efek samping ini umumnya hilang dengan cepat. Sebanyak 10 orang mengalami reaksi alergi yang serius, yang disebut anafilaksis terhadap vaksin. Apa itu anafilaksis?

Dilansir Bloomberg, Kamis (31/12/2020), tubuh melawan zat asing melalui berbagai mekanisme yang mencakup pembuatan protein pelindung yang disebut antibodi, melepaskan racun yang membunuh mikroba, dan menyusun sel penjaga untuk melawan infeksi.

Terkadang upaya untuk mengusir infeksi itu sendiri dapat menimbulkan kerusakan. Dalam kasus yang jarang terjadi, dapat menghasilkan peradangan yang tidak terkendali dan pembengkakan jaringan dalam reaksi alergi serius yang disebut anafilaksis.

Sebanyak 5 persen orang di Amerika Serikat pernah mengalami reaksi semacam itu terhadap berbagai zat. Ini bisa berakibat fatal jika, misalnya, saluran napas orang tersebut membengkak, meskipun kematian jarang terjadi.

Alergi terhadap sengatan serangga dan makanan dapat memicunya, meskipun reaksi obat adalah penyebab paling umum dari kematian akibat anafilaksis di AS dan Inggris Raya.

Lantas, di mana vaksin Covid-19 memicu kasus? Presentasi pada 19 Desember 2020 dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS merujuk pada 2 kasus anafilaksis yang terkait dengan vaksin Pfizer-BioNTech di Inggris dan 6 di AS.

Seorang petugas kesehatan di Alaska yang menerima suntikan harus dirawat di rumah sakit semalaman.

Kemudian di bulan itu, di Israel, yang sedang mendistribusikan vaksin Pfizer-BioNTech, seorang pria menderita syok anafilaksis satu jam setelah menerima suntikan.

Adapun seorang dokter di Boston dengan alergi kerang melaporkan mengalami reaksi anafilaksis terhadap vaksin Moderna. Tidak ada reaksi yang mengakibatkan kematian.

Ternyata, anafilaksis pernah dihubungkan dengan vaksin sebelumnya. Sebuah studi pada 2016 dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology menemukan 33 kasus anafilaksis yang dipicu oleh vaksin yang terjadi setelah 25.173.965 dosis inokulasi, sekitar 1,31 per juta dosis.

Sejauh ini, tingkat kasus yang diketahui terkait dengan pemberian sekitar 3 juta dosis vaksin Pfizer dan Moderna tampaknya lebih dari dua kali lipat, tetapi masih sangat rendah.

Lalu berapa lama risiko tersebut bertahan? Biasanya tidak lama. Reaksi anafilaksis biasanya terjadi dalam beberapa menit hingga jam setelah terpapar zat tertentu, kata Michael Kinch, pakar pengembangan obat dan wakil rektor di Universitas Washington di St. Louis.

Dari 29 kasus di mana jeda waktu didokumentasikan dalam studi pada 2016, gejala anafilaksis dimulai dalam 30 menit dalam delapan kasus, dalam 90 menit berikutnya dalam 8 kasus lainnya, dalam 2 hingga 4 jam dalam 10 kasus, dalam 4 hingga 8 jam di 2 kasus, dan hari berikutnya dalam 1 kasus.

Inggris dan AS telah menyarankan orang-orang yang memiliki alergi terhadap komponen apa pun dari vaksin Covid untuk tidak menerima suntikan. Anafilaksis dapat dengan cepat diatasi dengan antihistamin dan injektor adrenalin seperti Epi-Pen Mylan NV yang memperlambat atau menghentikan reaksi kekebalan, dan petugas kesehatan yang memberikan vaksin akan menyiapkan barang-barang tersebut.

Perawatan ini tidak membatalkan efek menguntungkan dari vaksin. Di AS, petugas kesehatan mengamati siapa saja yang telah menerima vaksin setidaknya selama 15 menit pascainjeksi untuk melihat tanda-tanda reaksi.

Orang yang mengalami reaksi terhadap dosis pertama vaksin tidak boleh menerima yang kedua.

Namun sejauh ini belum jelas zat apa dalam suntikan itu yang menyebabkan alergi. Menurut Eric Topol, pakar uji klinis dan direktur Scripps Research Translational Institute, dua kandidat utama adalah polietilen glikol, bahan kimia yang ditemukan di banyak makanan, kosmetik dan obat-obatan, serta nanopartikel lipid yang membungkus RNA messenger, komponen genetik dalam vaksin.

Polyethylene glycol sebelumnya telah dikaitkan dengan beberapa kasus anafilaksis. Setelah penyebabnya dipersempit, dimungkinkan untuk membuat vaksin Covid-19 lebih aman daripada sekarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Hafiyyan
Sumber : bloomberg
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro