Bisnis.com, JAKARTA - Adopsi merupakan salah satu cara bagi keluarga untuk melengkapi kebahagian. Umumnya, anak usia dini yang akan diadopsi agar mudah membiasakan diri sejak kecil. Namun berbeda dengan Jepang, justru pria berusia matang yang akan diadopsi.
Tradisi tersebut bernama Mukoyoshi, yang mana pria dewasa diadopsi oleh keluarga kaya raya atau pebisnis. Praktik ini umumnya untuk keperluan bisnis dan sudah mendarah daging di Negeri Sakura tersebut.
Melansir independent, di Jepang, 98 persen anak adopsi adalah pria dewasa berusia antara 20-30 tahun, bukan anak-anak. Itu berdasarkan data pemerintah yang dikutip oleh ekonom Steven Levitt dan jurnalis Stephen J. Dubner dalam buku mereka yang berjudul Freakonomics.
Praktik ini juga telah dibahas selama beberapa dekade dalam makalah akademis berjudul Sons and Lovers Adoption in Japan oleh Taimie L. Bryant untuk The American Journal of Comparative Law.
Tradisi Mukoyoshi sudah berusia ratus tahun, yang mana perusahaan mengadopsi karyawan mereka sehingga perusahaan atau institusi menjadi dikelola kelompok keluarga. Dengan kata lain, bos mengadopsi karyawannya.
Hal itu bermula ketika kode sipil Jepang pada Perang Dunia II menentukan bagaimana kekayaan keluarga akan diteruskan setelah kematian tetua keluarga.
Uang dan aset secara tradisional diwariskan pada garis pria dalam keluarga, dimulai dari yang tertua. Namun, jika sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki yang memiliki hubungan darah, undang-undang mengatakan bahwa anak laki-laki angkat dapat meneruskan nama keluarga, bisnis, dan menerima kekayaan setelah kematian kepala keluarga.
Oleh karena itu, apabila dalam keluarga tersebut yang hanya memiliki anak perempuan, mereka akan berupaya untuk mengadopsi anak laki-laki. Dengan begitu dapat menjalankan perannya dalam menjalankan usaha keluarga, serta menerima dan menjadi penjaga kas aset keluarga.
Dan di era saat ini, adopsi legal semacam itu dihubungkan dengan perjodohan seorang anak perempuan, atau lebih dikenal sebagai omiai. Itu berarti anak angkat menjadi menantu sekaligus karena ia mengganti namanya menjadi nama dari keluarga istri.
Bahkan ada perusahaan perjodohan yang merekrut anak adopsi sukarela untuk perusahaan Jepang.
Pada beberapa perusahaan paling terkenal di Jepang tetap menjalankan bisnis yang dijalankan keluarga karena mukoyoshi. Seperti perusahaan pembuat mobil Toyota, yang didirikan oleh Kiichiro Toyoda pada 1937, kini dipegang oleh putra angkatnya, Aiko Toyoda.
Perusahaan Suzuki juga terkenal dijalankan oleh putra angkatnya. Osamu Suzuki, Ketua dan CEO Suzuki saat ini adalah putra angkat keempat yang diadopsi secara berturut-turut untuk menjalankan grup. Dan masih banyak perusahaan Jepang yang melakukan tradisi mengadopsi pria dewasa.
Meskipun kode sipil Jepang telah berubah sejak Perang Dunia II, tradisi lama ini sulit dihilangkan. Ditambah lagi, Jepang terus mengalami krisis populasi yang menua. Angka kelahiran menurun drastis sejak 1950 dan populasinya dibanjiri orang tua.
Beberapa tahun lalu, Kementerian Kesehatan Tenaga Kerjabdan Kesejahteraan Jepang mengungkapkan bahwa negara telah memecahkan rekor untuk sebagian besar populasi lansia berusia di atas 100 tahun selama 46 tahun berturut-turut.
Negara membutuhkan tingkat kesuburan pengganti sebesar 2,1 juta kelahiran dari wanita agar populasinya tidak menyusut.
Tingkat kesuburan Jepang saat ini sangatlah kecil, yaitu 1,4 juta. Itu karena wanita lebih fokus pada karir mereka dan jam kerja yang biasanya dihabiskan pekerja di kantor. Akibatnya, perekonomian negara itu menyusut selama beberapa dekade.
Jadi dalam hal pernikahan dan meneruskan garis keturunan, tampaknya adopsi orang dewasa adalah cara praktis untuk menjaga garis keluarga tetap berjalan.