Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia PBB, WHO mulai mengganti penyebutan varian Covid-19 dengan abjad Yunani.
Hal ini untuk menghindari kesalahan pelaporan dan stigmatisasi terhadap negara dan etnis tempat varian Virus Corona kali pertama muncul.
Dikutip dari Aljazeera pada Senin (31/5/2021), bahwa penerapan kode berupa alfabet Yunani itu untuk sejumlah varian baru yang muncul. Ada empat varian yang dianggap paling berbahaya. Penerapan kode itu juga untuk varian-varian tingkat kedua yang juga sedang dalam pelacakan.
“Meski ada keuntungan tertentu, namun penamaan secara sains ini bisa menyulitkan penyebutan dan pengingatan. Selain itu, juga rawan memicu kesalahan dalam pelaporan,” sebut WHO dalam pernyataan mereka.
“Akibatnya orang cenderung menyebut varian itu dengan nama tempat asal penemuannya, yang bisa memicu stigmatisasi dan diskriminasi,” kata WHO.
Saat ini, ada empat varian Virus Corona yang menjadi pusat perhatian WHO dan selama ini lebih sering mendapat istilah “varian Inggris, Afrika Selatan, Brasil,” dan “varian India,” sesuai negara tempat asal varian itu kali pertama terdeteksi.
Kini keempat varian itu masing-masing mendapat nama Alpha, Beta, Gamma, Delta, berdasarkan urutan waktu penemuan mereka. Jika ada varian baru, maka kodenya akan menyesuaikan urutan abjad Yunani itu.
“Penamaan itu tidak akan menggantikan nama ilmiah yang sudah ada, yang membawa informasi ilmiah dan akan terus berlanjut penggunaannya dalam penelitian,” ujar pemimpin bidang teknis WHO, Maria Van Kerkhove, dalam cuitan di Twitter.
“Penamaan baru ini lebih untuk mempermudah pembahasannya di tingkat umum karena sistem penomoran ilmiah bisa membingungkan,” imbuhnya.
Baca Juga Kemenkes Pastikan Vaksin I dan II Sama |
---|
WHO juga mengimbau para pejabat pemerintah dan media untuk selanjutnya menggunakan penamaan varian virus dengan alfabet Yunani itu.
Penggunaan nama negara untuk mengistilahkan Covid-19 telah mengakibatkan meningkatnya serangan fisik terhadap warga Amerika-Asia di Amerika Serikat.
Hal tersebut membuat Presiden AS Joe Biden menerbitkan peraturan untuk mencegah kejahatan kebencian.
Peningkatan serangan itu menurut sejumlah pihak terpicu oleh Presiden Donald Trump yang suka memakai istilah “flu China” untuk menyebut Covid-19.