Konser digelar selama 3 hari, dan saban hari sekitar 300 mobil berbaris rapi di depan panggung. /HYUNDAI
Entertainment

Cerita Sunyi Para Musikus di Masa Pandemi

Janlika Putri Indah Sari
Selasa, 31 Agustus 2021 - 21:38
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Seperti banyak orang bilang musik adalah bahasa universal.

Terdiri dari beragam genre, para pegiat musik menyatu dengan irama yang sama. Bahkan, musik juga menjadi sumber kekayaan dari suatu negara.

Namun, selama pandemi Covid-19 musik menjadi sayup, tak ada lagi keriuhan, tak ada lagi alunan merdu mengalun di kafe-kafe, tak ada lagi konser-konser. Meskipun, beberapa musisi tetap berkarya via digital, nyatanya tak bisa menggantikan energi yang dirasakan saat tampilan live di atas panggung.

Musisi dan penonton hanya bisa berhadapan dengan layar, tanpa bisa saling menyapa. 

Bagi musisi bukan hanya kesempatan berkaryanya yang tertahan, namun juga sisi materialnya tergerus. Banyak dari mereka yang menunda merilis album atau single baru hingga pandemi berakhir karena tingginya biaya rekaman. Hampir semua kehilangan pendapatan karena tidak adanya panggilan manggung.

Hal ini tentu menimbulkan kegundahan. Di satu sisi, langkah meniadakan pertunjukan musik akan menyelamatkan kesehatan masyarakat. Namun, di satu sisi juga menekan ekonomi para pegiat musik, baik itu musisi ataupun mereka yang ada di belakang panggung.

Menyoroti hal tersebut, Aris Setyawan, etnomusikolog dan musisi mengatakan jika merilis karya musik secara digital atau online itu kalau dipandang dari sisi ekonomi kurang menguntungkan, namun cukup bisa menjadi alternatif.

“Barangkali daya beli penikmat musik menurun, jadi agak sulit untuk membeli rilisan fisik. Namun, kalau secara ekonomi rilis digital itu sebenarnya tidak menguntungkan, tapi bisa jadi alternatif sementara,” ungkapnya pada Bisnis, Selasa (31/8/2021).

Menurutnya, sekarang pola menikmati musik telah banyak beralih ke digital. Maka merilis musik dalam bentuk fisik memang secara estetis lebih bagus, namun modal yang dibutuhkan kan tidak sedikit dan cukup memberatkan. Terutama terutama bagi musisi independen. Apalagi di tengah pandemi ekonomi yang menurun juga mempengaruhi penikmat musik.

Aris membeberkan di masa pandemi ini, banyak musisi yang kemudian banting setir bekerja di sektor lain. Hal itu karena banyak yang tidak bisa mempertahankan idealisnya untuk bertahan hidup.

Semisal, di Yogyakarta, para musisi yang biasa tampil di acara pernikahan atau kafe dan tempat hiburan lainnya banyak yang bekerja di luar dunia musik.

"Rekan saya yang biasa tampil reguler di kafe-kafe harus memutar otak ekstra. Itu karena selama pandemi tidak diperbolehkan untuk pentas sama sekali. Akhirnya dia banting setir buka jasa servis alat musik untuk menyokong income,” kata Aris.

Ada juga yang jadi designer, dan lain-lain. Alasannya, karena pemasukan terbesar musisi sebenarnya dari manggung. Kalau tidak bisa manggung, ya beradaptasinya mau tak mau harus dengan bekerja di sektor usaha lain.

Sedangkan, nasib para musisi yang bergerak di ranah arus utama dan memiliki pemasukan yang mapan dari royalti musik lebih beruntung. Mereka punya platform digital yang bisa menghasilkan pemasukan saat mengunggah karyanya.

Merkea juga membuat pertunjukan daring atau online. Dimana penonton membayar tiket, untuk mendapatkan akses untuk menonton pertunjukan daring itu. Penjualan tiket itulah yang menjadi pemasukan musisi.

Aris pun mengungkapkan beberapa kekhawatirannya pada masa depan musik, terutama di tanah air.

Pertama, dari segi apresiasi musik. Pandemi yang berkepanjangan ini akan mempersulit hubungan antara musisi dan pendengar musik.

Jika biasanya musisi merilis album diikuti dengan promo ke berbagai daerah atau menggelar konser tidak ada lagi selama pandemi bahkan mungkin setelah pandemi berakhir beberapa lama. Butuh waktu untuk mengembalikan kenormalan tersebut.

Pandemi yang berkepanjangan, menurutnya, akan membuat penikmat musik kesulitan mengapresiasi karya musik, karena tidak adanya hubungan langsung antara musisi dengan pendengar musik lewat aksi panggung.

Kedua, dari segi ekonomi. Pandemi yang terus berlanjut akan mematikan industri musik. Karena ada banyak sekali pihak yang menggantungkan hidupnya di industri ini, tidak hanya musisi, tapi juga pihak-pihak di balik layar seperti crew, vendor, promotor, studio latihan musik, produser, sound engineer, dan lain sebagainya.

Banyak pihak yang bergerak di industri musik berharap semoga pandemi segera berhenti dan industri musik bisa berjalan seperti biasanya.

Senada dengan Aris, Devira Muthia Humaira yang aktif sebagai penyanyi di kafe dan juga acara pernikahan dan hiburan lainnya, mengaku terimbas pandemi corona ini.

“Dari PSBB awal sampai PPKM darurat ini susah sekali kerja karena semua kafe dibatasi, bahkan ditutup. Meskipun saat ini sudah ada yang buka, namun live music belum diperbolehkan karean mengundang keramaian,” paparnya pada Bisnis.

Wanita pemilik akun instagram @heyimdevira itu juga mengatakan untuk tawaran menyanyi di acara pernikahan juga sepi. Itu karean jumlah orang di dalam acaranya dibatasi atau berkonsep intimate. Maka dari itu, banyak juga tempat pernikahan yang tidak memperbolehkan mengundang band.

Devira menyebutkan jika sebelum pandemi, dalam seminggu, tawaran menyanyinya laris manis. Dia menyanyi reguler 4 hari di kafe, kemudian Sabtu Minggu terkadang mengisi acara pernikahan atau event tertentu.

Saat sedang 'panen', dalam 1 hari di weekend bisa mendapatkan 2 – 4 pekerjaan menyanyi. Dengan kata lain, sebelum pandemi wanita yang sudah aktif manyenyi sejak 2012 tersebut mengambil job menyanyi minimal 10 kali dalam seminggu.

Meskipun tinggal di Bogor, dia juga mengambil tawaran menyanyi di luar kota dan antar provinsi. Namun untuk cakupan menyanyi reguler di Kafe hanya untuk di jabodetabek.

Setelah pendemi merebak semuanya telah berubah. Bahkan, untuk bantuan, Devira mengatakan hanya mendapatkan bantuan sembako.

“Kemarin sempat dapet bansos setelah berkali kali apply, tapi sembako saja tidak ada bantuan uang. itupun baru dapat saat mau 2 tahun pandemi. Baru pertengahan Agustus kemarin dapatnya,” ceritanya.

Guna mengisi kekosongan aktivitasnya di tengah pandemi, dia saat ini hanya mensyukuri apa yang ada sambil terus memutar otak untuk mencari pemasukan.

“Dijalanin aja sambil muter otak. Aku sampai jualan akun premiun netflix, viu, dan lainnya. Jualan airpods juga. Aku juga sempet support UMKM buat open free endorse di Ig aku selama pandemi ini,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro