Kanker payudara/hindustantimes.com
Health

Layanan Telementoring ECHO untuk Pasien Kanker Dibuka Pertama Kalinya

Intan Riskina Ichsan
Kamis, 2 Desember 2021 - 18:41
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Roche Indonesia bersama Pusat Kanker Nasional Rumah Sakit Kanker Dharmais serta didukung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuka Project Extension for Community Health Outcomes (ECHO), layanan telementoring ECHO di Indonesia.

Program ini dilaksanakan secara berkala untuk mengurangi kesenjangan dan keterbatasan dalam menyediakan pelayanan pasien kanker di Indonesia, yang masih belum merata.

Hubungan mentoring yang memanfaatkan teknologi ini menghubungkan penyedia layanan daerah dengan mereka yang ada di pusat rujukan. Sesi rutin dirancang berdasarkan case-based learning pada kasus yang dihadapi teknisi layanan untuk penataan kanker di daerah.

Pencegahan adalah strategi yang baik dan paling efektif, seperti yang disampaikan oleh Presiden Direktur PT Roche Indonesia, dr. Ait-Allah Mejri.

“Kita tahu pencegahan adalah strategi yang baik, mengingat 40-50% kasus kanker sebenarnya bisa dicegah. Sangat penting untuk mengubah pemahaman dan perilaku masyarakat agar pencegahan kanker bisa tersampaikan dengan baik,” jelasnya.

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, Siti Khalimah berharap bahwa program ini berjalan dengan baik sejalan dengan transformasi kesehatan.

“Semoga berjalan dengan baik karena penanganan kesehatan di Indonesia itu salah satunya kanker yang prevalensinya tinggi, angka kematiannya juga tinggi. Jadi kita memetakan kanker, kalau ada RS yang tidak memadai bisa dibantu kapan saja dengan telekomunikasi seperti ini,” ucapnya.

Hal ini diperjelas oleh Presiden Direktur Rumah Sakit Kanker Dharmais, dr. R. Soeko Werdi Nindito D., MARS. Ia berharap bahwa pelayanan daerah bisa diperkuat secara komprehensif melalui pengetahuan.

“Pelayanan kanker tidak hanya ada di kota besar tapi juga di daerah, untuk itu perlu adanya penguatan secara komprehensif dan tidak selalu harus di rujuk ke Jakarta. Yang harus dilakukan pemerintah adalah program promotif dan preventif yang dilanjut dengan deteksi dini atau screening,” ujarnya.

Soeko melanjutkan, pemeriksaan kanker khususnya kanker payudara bisa dilakukan dengan Periksa Payudara Sendiri (SADARI) atau Periksa Payudara Klinis (SADANIS).

“Diharapkan masyarakat tidak segan untuk memeriksakan diri terkait tubuhnya semisal muncul  benjolan-benjolan,” harapnya.

ECHO session juga turut diikuti oleh perwakilan dari berbagai rumah sakit, salah satunya adalah dari RSUP Hasan Sadikin Bandung, Kepala Tim Penanggulangan, Maman Abdurahman yang merasa bahwa program ini tidak hanya memberikan ajaran tapi juga disertai kasus-kasus yang benar terjadi.

“Pengelolaan kanker harus komprehensif karena terapi kanker pertama harus yang terbaik. Terapi kanker selanjutnya tidak bisa memperbaiki kesalahan yang di buat, sehingga pemberian informasi yang terbaik kepada daerah harus diperlukan. ECHO ini mendekatkan ilmu kita kepada yang terbatas. Diskusi tidak hanya memberi ajaran tapi memberikan kasus yang di daerah,” pungkasnya.

Salah satu tantangan utama pelayanan kanker di Indonesia saat ini adalah ketimpangan jumlah dan penyebaran fasilitas pelayanan kanker serta terbatasnya jumlah tenaga medis ahli khusus kanker. Hingga saat ini, Indonesia hanya memiliki 13 rumah sakit rujukan nasional untuk kanker, di mana lima diantaranya terdapat di Jawa, tiga di Sumatera, dua di Kalimantan, dua di Sulawesi, dan satu di Bali.

Sementara itu, jumlah dokter spesialis penyakit dalam hematologi onkologi medik (Sp.PD-KHOM) di Indonesia hanya mencapai 188 orang, atau sebesar 0,07 dari 100 ribu penduduk. Jumlah ini masih sangat rendah dibandingkan dengan jumlah yang direkomendasikan berdasarkan UK Royal College of Physician sebesar 1,42 untuk tiap 100 ribu penduduk. Indonesia juga hanya memiliki 443 dokter spesialis bedah onkologi, 328 spesialis obstetri-ginekologi, konsultan ginekologi onkologi, 959 spesialis patologi anatomi, dan 93 dokter spesialis onkologi radiasi.

Global Burden of Cancer Study (GLOBOCAN) dari World Health Organization (WHO) mencatat, total kasus kanker di Indonesia pada 2020 mencapai 396.914 kasus dan total kematian sebesar 234.511 kasus. GLOBOCAN juga memperkirakan kematian akibat kanker di seluruh dunia akan terus meningkat hingga lebih dari 13,1 juta pada 2030, dengan kenaikan 36,4% dibandingkan tahun 2018.

Melihat peningkatan jumlah prevalensi kanker di Indonesia serta keterbatasan fasilitas kesehatan dan kesenjangan distribusi tenaga medis, pemerintah memahami bahwa perlu adanya kolaborasi aktif antara pemerintah, publik, dan swasta dalam melakukan program pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan bagi para pasien kanker. dr. Siti Khalimah, Sp.KJ.,

 

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro