Bisnis.com, JAKARTA - Istilah flexing mendadak viral di media sosial setelah bermunculan orang kaya atau crazy rich baru di Indonesia.
Lantas, apa sebenarnya makna dari flexing? Apa saja contohnya?
Rhenald Kasali, dosen sekaligus pendiri Rumah Perubahan mengatakan flexing merupakan sebuah istilah yang memiliki arti pamer kemewahan. Kegiatan ini banyak dijumpai di sejumlah media sosial, seperti Instagram, Tiktok, YouTube, atau platform lainnya.
Dia menuturkan flexing dilakukan dengan cara mengunggah kemewahan atau hasil pencapaian yang dimiliki seseorang.
"Banyak vlogger atau content creator yang menjadikan ajang flexing atau pamer kemewahan ini sebagai konten di laman media sosialnya, yakni dengan menunjukkan barang branded hingga rumah mewah," ujarnya melalui akun Youtube Rhenald Kasali seperti dikutip, Rabu (2/1/2022).
Menurutnya, aksi flexing dilakukan untuk mendapat opini dari publik bahwa dia adalah orang yang mampu. Imbasnya, keluarlah julukan seperti "Sultan" atau "crazy rich" yang memiliki arti orang-orang dengan hidup mewah serta bergelimang harta.
Kebalikan dari para crazy rich, Rhenald mengatakan orang yang benar-benar kaya cenderung akan memilih diam daripada memamerkan harta mereka kepada publik.
Profesor di bidang ekonomi tersebut justru merasa heran dengan orang-orang di era media sosial yang senang memamerkan harta kekayaan atau kemewahannya.
Lebih lanjut, Rhenald juga menekankan terkait fenomena flexing yang marak akhir-akhir ini. Uniknya, dia menilai orang-orang seringkali memamerkan sesuatu yang dimilikinya.
Dengan kemewahannya itu, seakan-akan orang tersebut sengaja menunjukkan sesuatu yang dimilikinya agar dinilai mampu oleh orang lain yang melihatnya.
"Ini [flexing] merupakan teori tentang signaling. Mereka [crazy rich] mengirim signal kepada orang lain bahwa dia adalah orang yang luar bisa dan orang akan menilainya [sebagai orang kaya]," ucapnya.
Rhenald mengungkapkan fenomena flexing telah digunakan dalam dunia marketing, yakni teori consumer behaviour dimana terdapat conspicuous consumption atau konsumsi yang sengaja dipamerkan kepada orang lain.
Menurutnya, cara tersebut sebenarnya sudah ada sejak lama. Hal yang membedakan, lanjutnya, orang lain melakukan signaling dengan cara yang lebih halus.
"Seperti sebuah klinik gigi yang memajang sertifikat di ruang praktiknya. Hal itu bertujuan agar pasien yakin bahwa dia adalah dokter profesional," imbuhnya.
Rhenald juga berpendapat bahwa kegiatan pamer harta di media sosial semakin tak terbendung. Nah, apakah Anda setuju dengan aksi flexing para crazy rich atau justru merasa terganggu?