Bisnis.com, JAKARTA - Berdasarkan data The Global Islamic Economy Indicator in the State of Global Islamic Economy (SGIE) Report, indikator ekonomi syariah terus membaik dan di tahun 2022 Indonesia menduduki peringkat ke-4 di bawah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirate Arab.
Menko Airlangga Hartarto mengatakan peringkat tersebut lebih baik dibandingkan tahun 2018 yang saat itu masih di peringkat 10. Di laporan yang sama, Indonesia adalah negara konsumen produk halal terbesar di dunia dan mencakup 11,34% dari pengeluaran halal global.
Oleh karena itu, menurut Menko, pengembangan industri berbasis halal menjadi penting dan Indonesia mengekspor sekitar US$46,7 miliar, antara lain makanan, fashion, farmasi dan kosmetik.
“Dengan impor produk halal sebesar US$14,5 miliar, sehingga di sektor halal ini Indonesia surplus 32,2 miliar,” jelas Menko di acara Penganugerahan Indonesia Halal Industry Awards (IHYA) 2022, di Jakarta Convention Center dikutip dari keterangan tertulisnya.
Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang menyampaikan bahwa penghargaan IHYA 2022 diselenggarakan untuk mendorong industri agar masuk ke pasar global dan mengisi kebutuhan produk halal global.
“Potensi ini yang kami kejar khususnya untuk produk halal ekspor. Industri kita tidak boleh ketinggalan karenanya kami lakukan inisiatif untuk dorong industri yang masuk ke pasar global untuk mengisi demand produk halal global,” jelasnya.
Salah satu penerima penghargaan IHYA 2022 yakni Dexa Group sebagai pelopor dalam penerapan riset produksi Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang telah tersertifikasi Sistem Jaminan Produk Halal, Dexa Group meraih Indonesia Halal Industry Awards (IHYA) 2022 dalam kategori Best Halal Innovation.
Pimpinan Dexa Group Ferry Soetikno menegaskan komitmen Dexa Group untuk menjamin keamanan dan kehalalan produk farmasi, serta mendukung pertumbuhan industri halal di Tanah Air.
Dexa Group memiliki ribuan produk yang telah tersertifikasi halal. Produk Dexa Group yang sudah tersertifikasi halal mencapai 97% atau lebih dari 1.300 produk. Produk-produk Dexa Group tersebar di lebih dari 13.000 fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.
Dia juga mengatakan, seluruh fasilitas produksi Dexa Group juga telah mendapatkan tersertifikasi halal. Komitmen ini selaras dengan arahan Presiden RI Joko Widodo yang mewajibkan seluruh produk tersertifikasi halal melalui Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang ditandatangani per 2 Februari 2021.
Sementara itu, dikutip dari laman resmi Unair, produk farmasi merupakan salah satu produk yang sangat jarang mendapat sertifikat halal. Hal ini menjadikan status kehalalan produk tersebut belum diketahui secara pasti.
Obat halal berarti obat yang berasal dari bahan yang halal yaitu bisa bersumber dari tumbuhan, hewan, atau zat organik maupun nonorganik yang mulai proses persiapan, produksi, sampai ekstraksi sesuai dengan aturan dalam Islam.
Dalam artikel yang ditulis oleh peneliti Abdul Rahem, Mustofa Helmi Effendi, dan Hayyun Durrotul Faridah itu menyebutkan bahwa apoteker di industri Farmasi wajib menerapkan “Good Manufacturing Practices untuk produk farmasi halal”.
Adapun beberapa syarat obat halal yakni tidak boleh mengandung bagian atau produk dari binatang yang haram atau binatang halal yang tidak disembelih secara Islam; tidak boleh mengandung barang najis; Harus aman dikonsumsi manusia: tidak beracun, tidak toksik, tidak membahayakan kesehatan dengan dosis normal.
Kemudian, tidak dipersiapkan, diproses atau diproduksi dengan menggunakan peralatan yang terkontaminasi dengan barang naajis; tidak menggandung bagian dari tubuh manusia atau turunan dari barang haram; selama penyiapan, proses, penanganan, pengemasan, penyimpanan harus terpisah dengan barang haram dan najis.
Tantangan utama yang dihadapi oleh industri halal adalah kurangnya tenaga kerja yang memahami persyaratan terkait syariah dan penerapannya ke dalam praktik industri halal. Kurangnya pemahaman tentang pengertian halal dan apa saja persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu produk menjadi halal. Sehingga diperlukan upaya untuk melembagakan pelatihan tentang sains dan teknologi pada masyarakat yang menguasai ajaran agama, serta pelatihan terkait ajaran agama kepada para saintis dan praktisi untuk mendukung industri tersebut sehingga obat-obatan halal dapat memasuki pasar global.
Tantangan berikutnya yaitu harus adanya usaha untuk mendapatkan pengakuan global tentang halal. Advokasi diperlukan untuk mendidik konsumen bahwa obat halal memiliki kualitas yang sama bahkan lebih tinggi daripada obat non-halal. Perlu branding halal pada konsumen muslim maupun non-muslim tentang obat halal sebagai produk yang sehat. Branding dapat dilakukan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh kalangan akademisi, melalui media massa, serta dengan cara lain yang bisa diakses oleh masyarakat secara luas.
Mulai 17 Oktober 2019, semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal sesuai dengan undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Produk farmasi seperti obat-obatan akan dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tertentu, karena beberapa pihak beranggapan bahwa industri farmasi belum siap menjalankan sertifikasi halal mengingat sebagian bahan baku masih impor. Untuk kedepannya, obat halal akan menjadi prioritas dalam pengobatan karena adanya kewajiban sertifikasi halal.
Kehalalan obat juga ditentukan oleh Apoteker sebagai tenaga profesional yang kompeten terkait produk kefarmasian. Dari penelitian terhadap terhadap 206 Apoteker industri farmasi di Indonesia didapatkan hasil sebagaimana berikut. Pengetahuan apoteker mengenai sertifikasi halal obat dengan kategore rendah sebanyak 48,5 persen selebihnya adalah sedang sebanyak 43,2% dan tinggi sebanyak 8,3%.
Sementara apoteker yang menyatakan tidak setuju dengan sertifikasi halal obat hanya 9.22 %, selebihnya sebanyak 90,78% yang menyatakan setuju dan sangat setuju. Apoteker yang menyatakan belum siap produksi dan sertifikasi halal obat hanya 4,85%.
Sementara yang menyatakan siap dan sangat siap sebanyak 95.15%. ini sebagai konsekwensi dari peraturan perundangan yang berlaku semua industri memang harus menyiapkan diri untuk melakukan sertifikasi dan memproduksi obat yang halal.