Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia dalam jumlah kasus kusta tahun 2021.
Mengutip data World Health Organization (WHO) dalam Weekly Epidemiological Record 2022, bahwa 10.976 kasus kusta terdeteksi di Indonesia pada tahun 2021. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan India yang melaporkan 75.394 kasus, dan Brasil yang mencatat 18.318 kasus.
Berdasarkan Analisis Situasi Kusta Nasional tahun 2022, setidaknya ada 11 kabupaten dan kota di Indonesia yang belum mencapai eliminasi kusta. Pada tahun 2022, jumlah kasus kusta yang terdaftar sebanyak 15.052 kasus dan kasus baru sebanyak 12.095 kasus, kata Pambudi.
Lantas apa sebenarnya penyakit kusta itu dan bagaimana gejala dari penyakit kusta?
Dikutip dari laman resmi Kemenkes, kusta merupakan infeksi pada saraf dan kulit yang disebabkan oleh mycobacterium leprae. Penularannya melalui pernapasan, udara, dan kontak langsung dengan penderita yang belum diobati.
Penyakit kusta banyak dianggap biasa oleh masyarakat, padahal bila terlambat ditangani bisa menjadi sumber penularan.
Faktor yang mempengaruhi penularan kusta adalah salah satunya penderita kusta yang belum mengonsumsi obat Kusta.
Masa inkubasi perlu waktu lama (rata-rata 3-5 tahun) dan kejadian penyakit ini terbanyak pada negara tropis, dan Indonesia berada pada urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil dalam jumlah kasus baru yang ditemukan setahun.
Gejala kusta
Kusta terutama menyerang kulit dan saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang, yang disebut saraf tepi. Mungkin juga menyerang mata Anda dan jaringan tipis yang melapisi bagian dalam hidung Anda.
Gejala utama kusta adalah luka di kulit, benjolan, atau benjolan yang tidak kunjung sembuh setelah beberapa minggu atau bulan. Luka kulit berwarna pucat.
Kerusakan saraf dapat menyebabkan:
- Kehilangan rasa di lengan dan kaki
- Kelemahan otot
Biasanya diperlukan waktu sekitar 3 hingga 5 tahun hingga gejala muncul setelah bersentuhan dengan bakteri penyebab kusta.
Beberapa orang tidak mengalami gejala sampai 20 tahun kemudian. Waktu antara kontak dengan bakteri dan munculnya gejala disebut masa inkubasi. Masa inkubasi kusta yang panjang membuat dokter sangat sulit untuk menentukan kapan dan di mana seorang penderita kusta tertular.
Bentuk kelainan pada tubuh yang menderita kusta bisa berbeda. Pada kulit ditandai dengan bercak putih maupun bercak merah dan mati rasa, kadang berupa benjolan-benjolan di lengan, wajah, badan, dan telinga.
Pada saraf tepi ditandai dengan mati rasa pada area telapak tangan dan atau telapak kaki yang mengalami kerusakan saraf, kelumpuhan di tangan dan kaki, kering, dan tidak berkeringat.
Kusta merupakan penyakit menular tapi tidak mudah menular. Jika kelainan itu terjadi pada mata ditandai dengan refleks kedip berkurang, dan kelopak mata tidak menutup dengan baik.
Masalah yang lebih seriusnya adalah terjadi cacat menetap seperti jari bengkok, memendek atau terputus, kelumpuhan tangan dan kaki, kelopak mata tidak menutup (lagoftalmos), dan kebutaan.
Kelainan pada kusta ini mirip dengan penyakit lain, seperti panu, kurap, dan kaligata.
Apa Penyebab Kusta?
Dilansir dari webmd, Kusta disebabkan oleh jenis bakteri yang tumbuh lambat yang disebut Mycobacterium leprae (M. leprae). Kusta juga dikenal sebagai penyakit Hansen, diambil dari nama ilmuwan yang menemukan M. leprae pada tahun 1873.
Tidak jelas persis bagaimana kusta ditularkan. Saat penderita kusta batuk atau bersin, mereka dapat menyebarkan tetesan yang mengandung bakteri M. leprae yang dihirup orang lain. Kontak fisik yang dekat dengan orang yang terinfeksi diperlukan untuk menularkan kusta. Itu tidak menyebar melalui kontak biasa dengan orang yang terinfeksi, seperti berjabat tangan, berpelukan, atau duduk di samping mereka di bus atau di meja saat makan.
Ibu hamil dengan kusta tidak dapat menularkannya kepada bayinya yang belum lahir. Itu juga tidak ditularkan melalui kontak seksual.
Bagi mereka yang terkena kusta pengobatan yang efektif dengan diberikan multi drug treatment (MDT) yang tersedia gratis di Puskesmas dan beberapa rumah sakit.
Lama pengobatan 6 bulan untuk tipe PB (pausibasiler), dan 12 bulan untuk tipe MB (multibasiler). Tujuan dari pengobatan adalah memutus rantai penularan, mencegah cacat atau menangani agar cacat tidak berlanjut, menangani komplikasi, memperbaiki kualitas hidup penderita.
Kusta tidak identik dengan cacat, kusta dapat diobati, temukan tanda dan gejala dini kusta, hilangkan stigma dan diskriminasi.