Bisnis.com, JAKARTA - Obesitas dan obesitas sentral merupakan masalah kesehatan global yang terus mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya.
Penyakit ini diperkirakan akan berdampak pada 1,9 miliar penduduk dunia pada 2035. Masalah peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes., menyampaikan bahwa menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018.
Baca Juga Ciri Unik Diabetes pada Perempuan |
---|
Data ini menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling mendesak di Indonesia. Peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh dua faktor: stigma mengenai obesitas dan ketidaksadaran akan tingkat keseriusan kondisi obesitas.
Faktanya, obesitas dapat menyebabkan komplikasi, seperti hiperglikemia, diabetes tipe-2, dan penyakit kardiovaskular.
Obesitas juga bisa menyebabkan kematian. Menurut penelitian, setiap 5 unit indeks massa tubuh (IMT) di atas 25kg/m2 dapat meningkatkan risiko kematian sebesar 30 persen.
Baca Juga Amankah Penderita Diabetes Minum Susu? |
---|
Obesitas juga bertanggung jawab atas 4,7 juta kematian dini setiap tahunnya.
Untuk itu, tindakan nyata diperlukan untuk mencegah beban pada sistem kesehatan dan biaya sosial ekonomi yang disebabkan obesitas.
Studi terbaru mengungkapkan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia tidak disadari ketika dinilai menggunakan batas IMT saat ini (obesitas ≥ 27,0), hal ini menyebabkan walaupun ada peningkatan kasus penyakit kronis yang berkaitan dengan obesitas, prevalensi obesitas di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju.
Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr. Dicky L. Tahapary, Sp.PD-KEMD, Ph.D. menyampaikan publikasi yang menyarankan untuk merevisi nilai batas IMT ≥25 kg/m2, ambang batas ini mungkin lebih tepat untuk mendefinisikan obesitas pada populasi orang dewasa di Indonesia.
"Kami juga menyarakan untuk menambahkan Edmonton Obesity Staging System (EOSS) ke dalam klasifikasi antropometri untuk evaluasi klinis obesitas yang lebih baik.” ujarnya.
Edmonton Obesity Staging System adalah sistem analisa yang mencakup faktor metabolik, fisik, psikologis dan evaluasi klinis untuk memberikan opsi intervensi obesitas yang terbaik.
Sistem ini mengklasifikasikan obesitas ke dalam 5 kategori (0–4 tingkatan), tingkat 0 menunjukkan tidak ada faktor risiko terkait obesitas atau gangguan kesehatan apa pun; dan tingkat 4 menunjukkan kecacatan parah akibat penyakit kronis terkait obesitas.
Selain itu, batas lingkar pinggang yang lebih rendah dari standar WHO harus diterapkan di Indonesia. Di banyak populasi Asia, prevalensi risiko metabolik yang tinggi terjadi pada WC yang lebih rendah dibandingkan dengan orang Eropa.
“Penting bagi kita untuk mengedukasi masyarakat bagaimana memahami dan melakukan pengukuran lingkar pinggang sendiri,” tambah dr. Dicky.
Dokter Dicky menyimpulkan bahwa temuan tersebut mendorong revisi batas optimal untuk pencegahan dini dan pengendalian obesitas.
Sebagai upaya mengatasi dan mengendalikan penyakit kronis ini, Vice President dan General Manager Novo Nordisk Indonesia Sreerekha Sreenivasan mengatakan bahwa Novo Nordisk Indonesia fokus pada tiga area untuk mendorong perubahan terkait obesitas.
”Obesitas lebih dari sekadar kelebihan berat badan; ini adalah masalah kesehatan jangka panjang. Oleh karena itu, kami akan fokus pada tiga area: pencegahan di mana kami bekerja untuk membangun lingkungan yang lebih sehat; pengakuan - di mana kami bekerja untuk menumbuhkan empati bagi orang-orang dengan obesitas dan menjadikan obesitas sebagai prioritas perawatan kesehatan; dan perawatan - area kami bekerja untuk memastikan orang dengan obesitas memiliki akses ke perawatan berbasis sains dan komprehensif." paparnya.
Secara global, katanya, mereka memajukan manajemen medis melalui pendidikan, advokasi, dukungan pasien, dan peningkatan akses ke perawatan untuk mendorong perubahan kasus obesitas.
"Di Indonesia, kami juga menjajaki kemungkinan menjalankan beberapa program, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, tenaga kesehatan profesional, dan organisasi kesehatan sebagai aksi nyata untuk meningkatkan perawatan obesitas," tambah Sreenivasan.