Bisnis.com, JAKARTA – Setiap tahunnya fogging selalu dilaksanakan guna mencegah penyebaran dan menekan angka kasus DBD. Biasanya dilakukan saat kasus DBD meningkat. Tetapi, fogging seolah tidak berjalan efektif karena kasus DBD selalu ada setiap tahunnya dan terkadang meningkat.
Diketahui, kasus DBD sedang melonjak tinggi di beberapa wilayah. Menurut laporan Kementerian Kesehatan, per 1 Maret 2024 Indonesia sudah mencatat 16.000 kasus DBD di 213 Kabupaten/kota dengan 124 kematian.
Tangerang, Bandung Barat, Kota Kendari, Subang, dan Lebak menjadi kota yang menyumbang kasus DBD terbanyak. Penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini diperkirakan berlanjut sampai bulan April seiring dengan musim hujan setelah El nino.
Untuk menekan kasus DBD, pemerintah setempat kerap kali melakukan fogging ke setiap rumah warga. Fogging biasanya menyasar area perkebunan dan saluran air. Anehnya, walaupun fogging selalu dilakukan, kasus DBD selalu menjangkit masyarakat setiap tahunnya dan tak jarang mengalami lonjakan.
Dilansir dari dinkes.jakarta.go.id, melakukan fogging bukan cara mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes. Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, sedangkan telur dan jentik nyamuk tidak akan mati dengan teknik pengasapan itu.
Tidak hanya itu, metabolisme nyamuk melakukan resistensi atau penyesuaian terhadap racun yang diberikan saat fogging sehingga nyamuk Aedes menjadi kebal dengan asap tersebut.
Hal ini juga disampaikan oleh Menteri Kesehatan periode 2014-2019, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M(K) yang mengatakan fogging bukan merupakan strategi utama dalam mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD).
“Pencegahannya itu bukan melalui fogging, tetapi bagaimana kita menjaga kebersihan dan menghilangkan jentik nyamuk. Fogging ini akan membuat insektisida, sehingga kita khawatir ada resistensi,” kata dr. Nila, sebagaimana dicantumkan dalam laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, dikutip Senin (1/4/2024).
“Untuk pemberantasan jentik ini kita bisa lakukan berbagai cara, salah satunya adalah menaburkan bubuk abate (abatisasi),” sambungnya.
Langkah yang paling efektif, lanjutnya, adalah dengan menerapkan metode PSN 3M, yakni Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara:
1. Menguras/ membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember, air, tempat penampungan air minum, penampungan air lemari es dan lain-lain.
2. Menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya
3. Memanfaatkan Kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD
4. Menabur bubuk larvasida (Abate) ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan
5. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
6. Menggunakan kelambu saat tidur
7. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
8. Menanam tanaman pengusir nyamuk
9. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
10. Menghindari kebiasan menggantung pakaian di dalam rumah yang dapat jadi tempat hinggap nyamuk.
Di sisi lain, fogging ternyata memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia yang berisiko membuat kecacatan pada anak yang baru lahir. Pasalnya, fogging memiliki kandungan organophos forester insektisida seperti malathion, sumithion, fenitrothion, dan perslin. Hal ini disampaikan oleh Dinas Kesehatan Kab. Bengkalis.
Dalam beberapa penelitian menyebutkan paparan malathion yang sering digunakan untuk fogging bisa mengakibatkan kelainan gastrointestinal atau masalah saluran cerna, di mana 2,5 kali berisiko tinggi terpapar bagi anak yang masih dalam kandungan. Adapun bahaya lain untuk kesehatan, yaitu:
1. Radang paru-paru
2. Penyumbatan bronchiole
3. Iritasi dan produksi lendir yang berlebihan
4. Mengganggu sistem saraf
5. Mengganggu sistem kekebalan tubuh dan keseimbangan hormonal. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)