Bisnis.com, JAKARTA — Pengobatan untuk penyakit kanker semakin beragam dari yang tradisional hingga berteknologi tinggi. Salah satu yang banyak dipercaya bisa menyembuhkan adalah dengan berpuasa.
Selama bertahun-tahun, puasa dipercaya bisa membuat sel-sel kanker "kelaparan" sehingga tidak ada daya untuk bertumbuh. Dengan cara itu pula, sel kanker diyakini menjadi lebih rentan sehingga lebih cepat lenyap ketika diobati dengan kemoterapi atau terapi target.
Namun, ternyata hal ini tidak sepenuhnya benar.
Berdasarkan Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell & Bioscience pada 2021, menyebutkan bahwa puasa memang bisa memicu kondisi autofagi di mana tubuh akan membersihkan sel-sel yang rusak dan menggantinya dengan yang baru.
Namun, kondisi tersebut hanya terjadi untuk membantu menghambat pertumbuhan sel kanker selama masih berada pada tahap awal.
Sebaliknya, menurut penelitian tersebut, autofagi juga dikatakan justru dapat mempercepat penyebaran sel-sel abnormal ketika kanker atau tumor sudah berkembang ke stadium lanjut dan menyebabkan kanker bisa menyebar ke organ lainnya dalam tubuh atau metastasis.
Senada, Dr. Lee Yuh Shan, Konsultan Senior Hematologi di Parkway Cancer Centre, Singapura mengatakan, puasa untuk mengobati kanker adalah mitos.
"Puasa tidak akan membantu penyembuhan [kanker], baik dia [penderita kanker] makan atau tidak sel kanker akan terus tumbuh. Malahan kalau tidak makan, sel kanker akan memakan nutrisi dari tubuh pasien. Sehingga banyak kasus mengalami penurunan massa otot dan penurunan imun tubuh," jelasnya dalam diskusi media, Kamis (30/5/2024).
Oleh karena itu, bagi pasien kanker diharapkan berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum berpuasa dan menjalani pengobatan sesuai dengan arahan dan jadwal yang sudah ditentukan.
Adapun, di dunia kesehatan saat ini sudah banyak terapi dan pengobatan untuk kanker yang lebih mudah dan cepat sehingga bisa membantu menambah tingkat harapan hidup bagi pasien kanker, yaitu terapi target.
Menurut Dr Lee, terapi bertarget ini pertama kali muncul sekitar 20 tahun yang lalu, dan saat ini perkembangannya pesat. Efek samping pengobatannya pun bisa lebih ditoleransi dibandingkan dengan kemoterapi konvensional.
Pengobatan bertarget akan lebih sedikit menyebabkan kerusakan sel normal serta memiliki tingkat kemanjuran pengobatan yang lebih tinggi.
Salah satu jenis pengobatan bertarget yang digunakan untuk mengobati kanker darah terutama jenis leukemia dan limfoma agresif adalah terapi CAR-T cell.
Terapi ini melibatkan modifikasi genetik dari sel-sel T pasien sehingga mampu mengenali dan menghancurkan sel-sel kanker darah.
Namun, terapi CAR-T cell membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 minggu untuk proses pengambilan sampel hingga kembali ke pasien.
Menurut Dr. Lee, jenis pengobatan baru tersebut membawa harapan baru bagi pasien yang membutuhkan perjuangan dalam melawan kanker darah.
"Sebagian besar pengobatan jenis ini juga relatif lebih aman, dapat ditoleransi, dan bisa digunakan pada pasien-pasien usia lanjut yang mungkin menghindari kemoterapi," imbuhnya.