Bisnis.com, JAKARTA – Pernahkah Anda merasa candu untuk bekerja secara terus menerus? Jika tidak produktif, Anda akan merasa bersalah dan paranoid. Mungkin, ini adalah tanda-tanda Anda mempunyai adiksi kerja.
Dilansir dari Healthline, Senin (15/7/2024), orang yang memiliki adiksi kerja atau kecanduan kerja, memiliki keadaan mental yang serius. Berbeda dengan workaholic atau pecinta kerja, ketika Anda memiliki adiksi kerja, Anda tidak dapat berhenti.
Penyebab munculnya adiksi kerja
Mirip dengan adiksi narkoba atau kafein, Anda mencapai kepuasan ketika mencapai target tertentu di tempat kerja. Dengan demikian, Anda terus-menerus mengejar rasa puas tersebut. Hal ini sering ditemukan pada orang perfeksionis.
Biasanya, adiksi kerja muncul dari keinginan yang begitu besar untuk mencapai tingkat status atau kesuksesan tertentu.
Di sisi lain, ada kemungkinan juga adiksi kerja muncul karena Anda ingin kabur dari perasaan buruk seperti stres emosional.
Pada riset tahun 2014 oleh Andreassen, adiksi kerja memiliki kaitan dengan rusaknya kesehatan fisik dan/atau mental penderita. Contohnya, adiksi kerja dapat muncul karena telah memiliki gangguan obsesif-kompulsif (OCD) atau bipolar.
Perempuan lebih rentan
Perempuan dan laki-laki keduanya memiliki kemungkinan kecanduan kerja. Namun, efek buruknya lebih dirasakan oleh perempuan.
Menurut riset Mahée Gilbert-Ouimet (2017), perempuan yang bekerja lebih dari 45 jam per minggu berisiko terkena diabetes. Sementara itu, risiko diabetes untuk perempuan yang bekerja kurang dari 40 jam per minggu jauh berkurang.
Dalam studi yang sama, laki-laki yang bekerja dengan intens tidak terpengaruh risiko diabetes.
Mengutip konselor klinik Elizabeth Kush, perempuan merasa harus bekerja jauh lebih keras dari laki-laki untuk dianggap cukup baik di tempat kerjanya. Hal ini terjadi apalagi ketika perempuan ingin naik jabatan.
Baca Juga : Gejala Diabetes yang Muncul di Pagi Hari |
---|
Gejala adiksi kerja
Beberapa hal ini dapat menunjukkan bila Anda mengalami adiksi kerja:
- Bekerja berjam-jam di kantor ketika tidak dibutuhkan.
- Tidak tidur untuk mengerjakan tugas.
- Terobsesi kesuksesan dalam dunia kerja.
- Paranoid terhadap kegagalan.
- Melepas hubungan pribadi demi pekerjaan atau menggunakan pekerjaan untuk menghindari hubungan.
- Bekerja untuk menghindari masalah seperti pertengkaran, depresi, kematian orang tersayang, kesulitan finansial, dan sebagainya.
Apabila Anda merasa yakin bahwa Anda mengalami adiksi kerja, ikuti tes Bergen Work Addiction Scale untuk kepastian.
Anda juga dapat mendapatkan bantuan ahli di bidang psikiatri. Ini karena adiksi kerja dapat menyebabkan masalah kesehatan mental lain.
Masalah yang dapat muncul akibat adiksi kerja
Penting untuk menghindari atau menyelesaikan masalah adiksi kerja. Hal ini karena banyaknya masalah yang dapat muncul, tidak hanya pada diri Anda sendiri, tetapi juga lingkungan Anda.
Berikut dampak dari adiksi kerja, mengutip Gilbert-Ouimet, et al. (2017):
1. Burnout
Burnout merupakan hasil yang umum dirasakan pekerja, terutama para penderita kecanduan kerja.
2. Pola tidur yang buruk
Dalam suatu riset, orang dengan adiksi kerja lebih sering melaporkan masalah tidur, lelah di tempat kerja, kesulitan bangun, dan penat ketika bangun pagi.
3. Konflik antara pekerjaan dengan keluarga
Orang yang menghabiskan waktu di tempat kerja tentu akan memiliki lebih sedikit waktu untuk hubungan terdekatnya. Orang dengan adiksi kerja juga cenderung akan mengeluarkan emosi negatifnya ketika sudah di rumah, memicu konflik rumah tangga.
4. Gejala psikosomatis
Menurut Kemenkes RI, psikosomatis adalah keadaan psikis yang dapat mempengaruhi kondisi tubuh, dan sebaliknya. Tentu menghabiskan waktu yang ekstrim untuk bekerja dapat mempengaruhi pikiran dan tubuh.
5. Kepuasan di seluruh aspek hidup berkurang
Semangat bekerja yang obsesif dinilai dapat mengurangi kepuasan di dunia kerja maupun kehidupan pribadi.
Pada intinya, Anda tidak dapat begitu menikmati hidup karena hanya memiliki fokus ekstrim di satu hal, yang sebenarnya tidak mendefinisikan diri Anda. Namun, kondisi ini dapat dicegah dan disembuhkan. Salah satu cara mencegahnya adalah menerapkan work-life balance yang baik. (Ilma Rayhana)