Bisnis.com, JAKARTA - Demam Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) menjadi penyakit yang menunjukkan gejala peningkatan drastis dalam satu tahun terakhir.
Pemerintah Indonesia bahkan sampai membentuk tim satuan tugas (satgas) untuk menanggulangi penyakit tersebut.
Penyakit ini membuat ribuan ekor atau sedikitnya tiga-lima ekor per hari yang mati sepanjang tahun 2024.
Penyebaran penyakit demam babi ini ditemukan pada daerah sentra peternakan babi di antaranya di Provinsi Bali, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
"Saat ini banyak ditemukan di Papua, khususnya di Nabire dan Timika, ya, wilayah ini yang akan diselesaikan yang lain aman. Dulu ada di Bali dan sudah ditangani dengan baik," kata Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dikutip dari Antara, Kamis (19/12/2024).
Zulkifli menegaskan bahwa demam babi tidak bersifat zoonosis atau penyakit menular dari hewan ke manusia, namun dalam hal ini yang menjadi perhatian pemerintah adalah dampak terhadap para peternak babi.
Pengertian Penyakit Demam Babi Afrika
Demam Babi Afrika atau ASF merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Asfivirus, dari famili Asfaviridae.
Virus ini disebut sangat menular yang bisa menyerang babi domestik dan babi liar. Paling parah, penyakit ini menyebabkan kematian pada ternak.
Penyebaran virus ini menyebar melalui beberapa cara seperti kontak langsung, gigitan serangga, serta material pembawa (fomites) termasuk pakaian, peralatan peternakan, kendaraan, dan pakan yang terkontaminasi.
Meski tidak menular kepada manusia, namun daging babi yang terkontaminasi tak boleh dijadikan sebagai bahan pangan.
Gejala Demam Babi Afrika
Adapun gejala Demam Babi Afrika ditandani dengan depresi, hilang nafsu makan, kemerahan padah kulit dan organ, muntah hingga diare.
Biasanya, masa inkubasi demam terjadi antara 4-19 hari. Namun pada penyakit yang lebih akut, masa inkubasi berlangsung lebih singkat antara 3-7 hari dengan diikuti dengan demam tinggi.
Setelah itu, kematian akan datang lebih cepat yakni pada hari 8 atau 9.
Melansir dari sanidadanimal.info, Demam Babi Afrika (ASF) pertama kali ditemukan di Kenya pada 1921. Saat itu ASF menjadi penyakit baru yang menyebabkan kematian tinggi pada babi Eropa yang baru diimpor.
Beberapa dekade kemudian, ASF mulai menyebar dan ditemukan di beberapa negara Sub-Sahara.
Di luar benua Afrika, ASF pertama kali ditemukan di Portugal pada 1957, didekat Lisbon, dimana wabah ASF menyebabkan kematian sekitar 100%.