BISNIS.COM, JAKARTA: Ruang dan waktu atau kondisi dari apa yang kita sebut “urban” itu sudah tentu merupakan proses tanda-tanda tertentu secara internal dari semua pihak yang terlibat di dalamnya, sadar atau tidak.
Berawal dari tanda (sign). Karya manusia, apa pun itu, tak pernah muncul dari ruang vakum. Seni rupa dalam hal ini merupakan karya dengan terlebih dulu muncul dalam keterkaitan relasional antara minat dengan adanya rangsangan.
Keterkaitan ini biasanya disebut sebagai proses penandaan dan proses ini berlangsung secara sangat internal (pergumulan estetik dalam diri kreator), kata kurator Tommy F. Awuy.
Hal itu diungkapkannya pada kuratorial pameran seni rupa (lukis dan patung) dengan tema “Urban Signs” yang menampilkan karya dari Priyaris Munandar, Joko ‘Gundul’ Sulistiono, Sujarwo, Deny Bojong, dan Lenny Ratnasari Weichert di Philo Art Space yang berlangsung sampai 27 Mei 2013.
Para seniman ini menampilkan karya terbarunya dengan ‘bahasanya’ sendiri, namun sama-sama ingin mengungkapkan ‘bacaannya’ atas satu fenomena keseharian hidup mereka yaitu fenomena urban
Karya seni lukis Priyaris Munandar memperlihatkan kumpulan-kumpulan dari sosok-sosok manusia dengan benda-benda tegak berukuran tertentu. Kumpulan-kumpulan itu tidak berada secara acak namun dalam formasi seperti sedang menghadapi sebuah kondisi serius dan sangat menyadari akan posisinya masing-masing.
Pada karya-karya Joko ‘Gundul’ Sulistiono menunjukkan kesemarakan suasana seperti halnya kita menyaksikan mural-mural kota. Langkah hidup manusia kini terus terkonsentrasi ke depan, pilihan dari apa yang diperbuatnya sendiri, tepatnya dikepung oleh berbagai produk teknologi canggih, informasi, transportasi, dan lain-lain.
Lain lagi karya Sujarwo yang memperlihatkan optimisme masa sekarang dan masa depan. Keseharian kita memang selayaknya hidup dalam labirin, apakah bertemu atau tidak jalan ke luar. Sementara itu karya Deny Bojong dan Lenny Ratnasari Weichert membidik tanda realitas tersebut.
Karya patung Lenny menampilkan figur perempuan yang masih nampak bermasalah dengan eksistensinya. Deny Bojong pun menampilkan bahwa ruang urban telah terbelah di mana ruang yang satu menjadi marjinal dari ruang yang lain.
“Seorang perupa memiliki gambaran ideal atau konsep tentang dunia rupa dalam pikirannya (petanda, signified) dan dengan potensi indrawinya ia menangkap tanda-tanda eksternal atau biasa disebut “penanda” (signifier),” papar Tommy F. Awuy.
Konsep dan potensi indrawi inilah yang menjadi dasar adanya pengetahuan (proses penandaan) itu sebagai sebuah karya. Tegasnya, sebuah karya tak lain dan tak bukan adalah “sistem tanda”, bukan semata-mata ide maupun material.