Bisnis.com, JAKARTA - Para orang tua perlu mewaspadai aktivitas anaknya saat membeli makanan di sekolah. Pasalnya, penyalahgunaan bahan berbahaya yang dicampur pada jajanan anak sekolah sangat berbahaya apabila dikonsumsi.
Berdasarkan data BPOM, penyalahgunaan bahan berbahaya dari tahun ke tahun menurun. Pada 2012 bahan berbahaya yang beredar di pasaran mencapai 9%. Penyalahgunaan bahan berbahaya pada semester I 2014 ini menurun menjadi 6%.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy A Sparringa mengatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni pasokan makanan yang tidak memenuhi syarat dan perilaku penjaja makanan.
“Mereka mendapatkan akses airnya seperti apa. Mereka mencuci piringnya bagaimana. Serbet kotor yang disering ditemukan akan terkontaminasi pada jajanan. Ini yang belum terselesaikan. Ke depan, tidak mungkin kami mengawasi. Mestinya komunitas sekolah yang harus mandiri, kami kawal sekolah bisa melakukan pembinaan,” ujarnya, Kamis (9/1/2014).
Roy melanjutkan sepanjang 2013, BPOM melakukan pengawasan post-market di bidang pangan. Hasilnya, pelaksanaan program aksi nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dapat mencapai target 80,79% sampel yang memenuhi syarat. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pelaksanaan PJAS ini mengalami peningkatan 4,79%.
“Kurangnya 20% harus menjadi perhatian kami. Untuk intervensi ke depan, ada kelompok makanan yang perlu diperhatikan, yaitu es, sirup, jelly atau agar, dan bakso,” paparnya.
Pihaknya memaparkan pengawasan PJAS dilakukan melalui sampling dan pengujian laboratorium. Penyebab sampel tidak memenuhi syarat antara lain karena menggunakan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan.
Selain itu, menggunakan bahan tambahan pangan melebihi batas maksimal, mengandung cemaran logam berat melebihi batas maksimal, serta mengandung cemaran mikroba melebihi batas maksimal dan mengandung cemaran bakteri patogen.
“Program PJAS memang fokus pada SD dan MI. Di Indonesia ada sekitar 180.000 sekolah dengan jumlah murid sebanyak 33 juta. Itulah masalahnya karena kami tidak bisa melakukan intervensi secara keseluruhan,” ujar Roy.