Bisnis.com, JAKARTA-- Studi baru mengungkapkan bahwa polusi udara membunuh tiga juta jiwa secara prematur setiap tahun.
Para peneliti dari Max Planck Institute for Chemistry di Jerman menemukan, bahwa polusi udara di luar ruangan dapat menembus jauh ke dalam paru-paru dan berkontribusi terhadap penyakit serius dengan dampak kesehatan jangka panjang.
Para penulis studi, yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, mengatakan penyebab utamanya adalah udara yang dihasilkan dari pemanasan dan memasak.
Dikenal sebagai PM2.5—partikel dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer, ilmuwan memperkirakan polusi udara ini telah menyebabkan lebih dari 3,2 juta kematian prematur di seluruh dunia, dan mereka memprediksi angka ini bisa mencapai 6,6 juta pada 2050.
Sebagian besar kematian ini terjadi di negara-negara berkembang, di mana populasi tinggi dan kualitas udara yang buruk hasil dari industri berat.
China
Studi ini menyatakan, di China, polutan dari bahan bakar padat, seperti batu bara dan biomassa, yang digunakan untuk pemanasan dan memasak, pembuangan limbah lokal, dan generator diesel bertanggung jawab untuk 40 persen atau 1,36 juta kematian. Zat ini juga bertanggung jawab atas 50-70 persen kematian di India dan negara-negara Asia lainnya.
Di beberapa negara, emisi dari lalu lintas dan pembangkit daya terkait dengan kematian prematur. Sedangkan di bagian timur Amerika Serikat, Eropa, Rusia, dan Asia Timur, praktek pertanian, termasuk bahan kimia dari pupuk, merupakan kontributor terbesar.
Para peneliti menggunakan model kimia atmosfer global yang dikombinasikan dengan data kependudukan dan statistik kesehatan untuk memperkirakan kontribusi polusi udara terhadap kematian dini.
Mereka juga mengatakan, sekitar 1 juta jiwa dapat diselamatkan setiap tahun dengan mengurangi paparan dan 3,54 juta jiwa per tahun bisa diselamatkan dengan menurunkan paparan di dalam ruangan. Mereka merekomendasikan negara beralih menggunakan bahan bakar bersih atau listrik.
Dalam pernyataan bersama, Dr Christine Cowie dan Profesor Bin Jalaludin, keduanya ahli medis dari University of New South Wales, mengatakan bahwa penelitian itu adalah peringatan bagi pemerintah.
"Penelitian ini adalah demonstrasi lebih lanjut akan kebutuhan untuk mengadopsi kebijakan dan peraturan yang membantu untuk meminimalkan polusi udara dari semua sumber, khususnya partikel halus," kata mereka.
"Pendekatan yang berbeda diperlukan untuk mengatasi sumber-sumber partikel halus di berbagai wilayah dunia. Bahkan di negara-negara dengan kualitas udara yang baik, seperti Australia, masih ada manfaat kesehatan yang akan dibuat dengan mengurangi polusi partikel halus."
Para penulis penelitian mengatakan, berdasarkan proyeksi mereka, kematian dini akibat polusi udara di luar ruangan bisa dua kali lipat pada tahun 2050, dengan 6,6 juta kematian prematur per tahun, termasuk peningkatan besar di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.