Bisnis.com, JAKARTA -- Fish Eye adalah buku yang unik. Cara penyajiannya tidak lazim, namun ide-ide yang dilontarkannya sungguh mengena.
Fish Eye adalah karya kedua Handoko Hendroyono, praktisi periklanan dan pemasaran yang dikenal sebagai creative storyteller dan content creator.
Buku ini pada dasarnya merupakan kumpulan dari tulisan Handoko selama 3 tahun terakhir yang tersebar di blog dan media sosial.
Meski sekilas tampak seperti umumnya buku biasa, buku setabal 211 halaman ini ternyata amat berbeda dengan buku pada umumnya.
Penyajiannya tidak memulu teks, melainkan gabungan antara ilustrasi, foto, gambar keatif, hingga teks tulisan yang diramu secara apik. Bahkan proporsi untuk teks tidak dominan sama sekali.
Tidak ada pengantar yang menjelaskan mengenai alasan pemilihan judul maupun alur cerita dalam buku unik ini. Isinya dari bab pertama langsung menusuk pada inti persoalan yang ingin disajikan. Pembaca yang tidak terbiasa dengan tampilan buku semacam ini mungkin kebingungan dan mencoba menangkap benang merah melalui daftar isi yang disajikan sebelum masuk ke bagian dalam. Tetapi tidak mudah menangkap keseluruhan benang merahnya.
Sebagai kumpulan tulisan, masing-masing bab dan subbab dalam buku ini sebenarnya bisa dibaca secara terpisah dengan ide masing-masing.
Handoko mengawali buku ini dengan tulisan mengenai fenomena update status di media sosial belakangan ini.
Update, katanya, telah menjadi kewajiban baru saat ini dan mungkin akan menjadi hal yang sakral pada masa yang akan datang.
Secara satire, dia menyebut kebiasaan netizen saat ini yang sejak bangun tidur, macet di jalan, rapat di kantor, santai di mal atau biosokop, bahkan saat buang hajat pun selalu melakukan update status di media sosial.
Pada bagian lain, Handoko mengungkapkan hubungan antara salah dan inovasi. Dalam sepuluh halaman mengenai hal itu, Handoko hanya menuliskan kira-kira 10 kalimat, masing-masing ditampilkan dalam satu halaman buku. Misalnya, dia menulis, "Takut salah membuat kita takut bicara". Pada bagian lain, dia menulis, "Benar itu dilupakan, salah semua orang mengenangnya."
Ini cara pengungkapan yang sederhana, berani, sekaligus juga mengena. Ada cukup banyak bagian dari buku yang disajikan dengan cara seperti itu.
Handoko juga menyajikan sejumlah pertanyaan retoris yang menggelitik. Sebagai contoh, dia tanyakan mengapa brand lokal sulit berkembang, mengapa di negeri produsen kopi seperti Indonesia justru orang-orang bisa kecanduan kopi merek asing, mengapa di negara produsen kayu justru banyak orang lebih menyukai produk kayu lapis dengen merek luar negeri, serta masih banyak pertanyaan mengelitik lainnya.
Buku Fish Eye karya Handoko ini sungguh menghibur, sekaligus menyindir kita semua.
Referensi
Fish Eye, Buku Kreatif ala Pakar Periklanan
Penulis : Setyardi Widodo
Editor : Setyardi Widodo