Pengungsi etnis Rohingya asal Myanmar antre mengambil makanan sahur untuk berpuasa di posko utama penampungan sementara Desa Blang Ado, Kuta Makmur, Aceh Utara, Aceh, Minggu (21/6)./ANTARA
Entertainment

Empat Mahasiswi Asal Singapura Buat Film Dokumenter Pengungsi Rohingya dan Aceh

Ropesta Sitorus
Sabtu, 12 Desember 2015 - 23:20
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Empat mahasiswi dari Jurusan Komunikasi, Nanyang Technological University (NTU) Singapura mendokumentasikan budaya masyarakat Aceh; Peumulia Jamee, serta kisah terdamparnya pengungsi Rohingya perairan Aceh Utara menjadi film dokumenter.

Implementasi budaya memuliakan tamu ini, terlihat dari bagaimana masyarakat Aceh menyambut kedatangan para pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pantai Aceh Utara dari Negara Burma tengah tahun lalu.

Keempat mahasiswi tersebut yakni Chiewy, Jade, Clarissa dan Aileen, mengakui tingkat kepedulian dan rasa sosial masyarakat Aceh sangat tinggi.

Hal ini disampaikan saat berkunjung ke Integrated Community Shelter/ICS  yang dibangun dan dikelola Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) di Desa Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara.

“Kami banyak membaca dari media, bagaimana nelayan Aceh dengan heroiknya menolong para pengungsi ini di tengah laut dan kemudian membawanya ke daratan Aceh. Di sini masyarakat Aceh lainnya juga menerima dengan penuh rasa kekeluargaan, menyambut, memberikan bantuan dan menerima mereka layaknya tamu. Para pengungsi begitu dimuliakan,” kata Chiewy, dalam keterangan dari ACT, Sabtu (12/12/2015).

Apa yang masyarakat Aceh lakukan terhadap para pengungsi ini, kata Chiewy, ternyata menjadi bagian dari budaya peumulia jamee.

“Kami terinspirasi budaya mulia ini, karenanya kami ingin membuatnya menjadi sebuah film dokumenter. Film ini nantinya menjadi tugas akhir kami sebagai mahasiswi di NTU,” jelasnya.

Di ICS Blang Adoe, keempatnya mewawancarai sejumlah relawan, yang selama ini menghabiskan waktu di sana dan terlibat langsung dalam penanganan pengungsi etnis Rohingya. Mereka sempat terkendala perbedaan bahasa, budaya dan karakter antara para relawan asli Aceh dengan pengungsi Rohingya.

Para mahasiswi ini juga mengapreasiasi, karena para relawan memilih menghabiskan waktu untuk orang lain, tidak semata untuk kepentingan dirinya.

Belakangan ini, kata Chiewy, saat ia melihat ada orang yang berbuat untuk kebaikan hidup orang lain, itu menjadi hal yang menyentuh hatinya.

“Ketika kita mati, orang-orang akan lupa berapa banyak uang yang telah kita kumpulkan, berapa banyak harta yang berhasil kita raih, tapi orang-orang takkan pernah lupa apa yang pernah kita lakukan untuk mereka,” ucapnya.

Melalui budaya peumulia jamee, tambah Chiewy, masyarakat Aceh sudah berbuat banyak sekali untuk orang lain. Untuk menuntaskan film ini, keempatnya juga sudah mengunjungi kamp penampungan Rohingya di Bayeun, Aceh Timur dan Langsa.

Mereka akan kembali ke Aceh pada Januari mendatang, setelah membawa materi film yang telah diambil untuk proses editing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro