Bisnis.com, MATARAM - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Barat Muhammad Murdani mengatakan 55 persen terumbu karang di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sekarang dalam kondisi rusak parah.
"Bahkan, data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat tingkat kerusakan terumbu karang di Gili Trawangan mencapai 70 persen," kata Muhammad Murdani di Mataram, Senin (14/3/2016).
Dikatakan, kerusakan terumbu karang di kawasan wisata itu diakibatkan keberadaan kapal cepat dari Bali yang sering melepas jangkar di sembarang tempat di Gili Trawangan.
"Coba bayangkan ada 24 kapal cepat yang direct dari Bali menuju Gili Trawangan. Mereka membawa penumpang sekitar 100-200 orang. Kemudian mereka melepas jangkar tanpa terkontrol, sehingga berakibat ekosistem laut menjadi rusak, terutama terumbu karang," jelasnya.
Dikatakan, selain Gili Trawangan, beberapa gili di dekatnya seperti Meno dan Air juga mengalami kondisi yang sama. Bahkan, kondisi ini juga terjadi di perairan Gili Nanggu yang berada di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
"Jadi, selain karena kerusakan akibat kapal cepat, kondisi terumbu karang di Gili Nanggu Lombok Barat itu juga karena pengaruh bahan berbahaya merkuri sisa hasil penambangan rakyat yang ada di wilayah Sekotong," katanya.
Parah
Menurut dia, rusaknya terumbu karang di Gili Trawangan maupun Gili Nanggu harus segera diatasi pemerintah daerah, jika tidak ingin kondisinya semakin parah.
"Harus ada tindakan tegas dari pemerintah, seperti wacana ingin melakukan penertiban terhadap keberadaan kapal cepat yang masuk ke Gili Trawangan. Jangan sampai kita ini garang di atas kertas dan berwacana tetapi tidak ada tindakan," tegas Murdani.
Dia mendorong pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk tidak lagi memberi izin kepada kapal cepat berlabuh di perairan Gili Trawangan, melainkan di Pelabuhan Bangsal di Kabupaten Lombok Utara.
Hal ini untuk mencegah kerusakan terumbu karang di perairan tiga gili (Trawangan, Air dan Meno), sehingga kalau kapal cepat dari Bangsal, para penumpang menaiki perahu kecil untuk menuju Gili Trawangan.
Masyarakat sekitar juga merasakan manfaatnya. Karena kalau masih seperti ini maka terumbu karang di kawasan Gili akan semakin rusak.
"Harus ada ketegasan dari pemerintah untuk menindak ini. Negara atau pemerintah tidak boleh kalah dari pengusaha," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi NTB bersama Pangkalan TNI AL Mataram dan Direktorat Polisi Air Polda NTB berencana menertibkan operasional penyeberangan sejumlah kapal cepat rute Tanjung Benoa Bali - Gili Trawangan Lombok.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan NTB Moh Faozal menyatakan upaya penertiban ini dilakukan karena pendaratan kapal-kapal cepat tersebut telah merusak lingkungan, khususnya terumbu karang di perairan Gili.
Penertiban itu juga sebagai langkah pemerintah daerah menyelamatkan kondisi di tiga gili (Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno)
"Namun penertiban ini masih dalam pembahasan, karena izin kapal penyeberangan dari Tanjung Benoa Bali itu dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan, bukan pemerintah daerah atau otoritas Syahbandar di NTB," kata Faozal.