Ilustrasi/Express.co.uk
Relationship

Ini yang Bikin Menikah Itu Terasa Berat

JIBI
Kamis, 4 Agustus 2016 - 16:50
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pada dasarnya, menikah itu mudah. Ada laki-laki dan perempuan, sudah dewasa, bukan saudara, dan lain sebagainya, maka pernikahan bisa terjadi.

Dalam ketentuan Islam, syarat-syarat menikah pun terbilang sederhana, antara lain ada wali nikah untuk calon pengantin perempuan, mas kawin, dan ijab kabul. Begitupun pada agama lain, kurang-lebih sama “sederhananya”.

“Ya, semudah itu, berdasarkan ketentuan Tuhan,” buka Anggia Chrisanti Wiranto, konselor dan terapis dari Biro Konsultasi Psikologi Westaria (@ig_giadc).

“Namun pada pelaksanaannya, begitu sulit dan tidak mudah. Kita manusianya-lah yang membuat pernikahan menjadi rumit. Bahkan sangat rumit,” imbuhnya.

Melihat dari sisi yang akan menjalankannya saja, sejak awal pencarian pasangan, kita telah memperumit dengan membuat (banyak) standar tentang siapa calon kita.

Calon yang kemudian tidak hanya bisa kita terima, tapi juga harus bisa diterima oleh keluarga besar, sehingga standar tentang pribadi orang itu saja, begitu banyak sekali. Lalu, jika sudah ditemukan yang dianggap tepat dan kemudian berhasil masuk juga di keluarga besar, maka hal yang kemudian juga tidak mudah adalah persiapan selanjutnya, yaitu tentang pernikahan itu sendiri.

“Bukan tentang pernikahan “sederhana” yang disebutkan sebelumnya, yaitu yang sekedar mengesahkan hubungan lelaki dan perempuan, melainkan perayaan pernikahannya yang begitu rumit,” ujar Anggia.

Rumit dengan segala persiapannya. Di mana, bagaimana (tema, baju pengantin, katering, undangan, cinderamata, hiburan, dokumentasi, dan lain-lain), kapan (bahkan ada hitung-hitungan hari baik, dan sebagainya), siapa saja yang diundang (tentu tidak sekadar berdasarkan aturan minimum 40 orang agar tidak terjadi fitnah, tapi undangan saudara, kolega, yang bukan saja dari pihak pengantin, tapi juga relasi orangtua, dan lain-lain).

“Tentunya, hal-hal rumit yang kita buat ini berujung pada berapa biayanya?” cetus Anggia.

“Anggaplah mampu membayarnya, berapapun harganya, tapi seringkali kita lupa, semua pengeluaran itu untuk apa? Betulkah sekadar mensyukuri terjadinya pernikahan, atau kemudian muncul alasan lain yang jelas tidak penting, yaitu gengsi.”

Itulah manusia, yang salah satu sifatnya gemar berlebih-lebihan. Senang memperumit diri sendiri dan kehidupannya, lalu melupakan esensi dari semua yang dilakukan.

“Oleh karenanya, wajar jika kemudian persiapan pernikahan yang seharusnya disambut sukacita, malah memunculkan stres bahkan konflik. Antara kita dan pasangan, bahkan antara kita dan keluarga,” ungkap Anggia.

“Dan tidak jarang, hal ini berakibat fatal sampai dibatalkannya pernikahan itu sendiri. Tidak ada yang berharap demikian, tapi tidak sedikit yang berjalan ke arah itu. Sesuatu yang akhirnya hanya memunculkan penyesalan.”

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.co
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro