Bisnis.com, JAKARTA—Yayasan Kanker Indonesia bekerjasama dengan PERHOMPEDIN (Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia) dan POI (Perhimpunan Onkologi Indonesia) menyelenggarakan seminar bertema kepatuhan dan perawatan paliatif kedokteran terbaik bagi pasien kanker.
Seminar gabungan bertajuk Best Palliative Care Medicine in Advance Cancer Patient & Adherence tersebut turut didukung oleh American Cancer Society dan European Society of Medical Oncology.
Paliatif merupakan jenis perawatan yang belum banyak dikenal di masyarakat. Padahal, perawatan paliatif sekarang sudah menjadi bagian integral dari pendekatan terapetik terhadap pasien tidak menular seperti kanker.
Tipe perawatan paliatif tidak hanya menekankan gejala fisik melainkan meningkatkan kualitas hidup seorang pasien.
Menurut World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia, lebih dari 40 juta orang di dunia membutuhkan perawatan paliatif, tetapi hanya 14% yang menerima perawatan tersebut. Sementara itu, pengetahuan tentang perawatan paliatif di Indonesia masih sangat rendah.
Ketua Umum YKI Aru Sudoyo menjelaskan perawatan paliatif perlu disosialisasikan kepada masyarakat.
“Selain dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, juga bagi keluarganya yang berhadapan langsung dengan penyakit yang mematikan tersebut, baik secara fisik, secara psikososial ataupun spiritual,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (10/4/2017).
Seminar ini ditujukan untuk untuk sosialisai dan berbagi pengalaman oleh berbagai disiplin ilmu kedokteran yang menangani kanker dalam tingkat nasional dan internasional, sambil meningkatkan ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan kanker secara holistik, berbagi pengetahuan dan pengalaman di antara para tim multidisiplin dan spesialis yang menangani kanker, khususnya peran spesialis penyakit dalam onkologi medik.
Lebih lanjut, Aru berpendapat sangatlah penting untuk meningkatkan kepatuhan dan semangat para pasien kanker dengan memberikan harapan melalui kebersamaan yang merupakan bagian dari perawatan paliatif.
Biasanya, imbuh Aru, tim perawatan paliatif terdiri dari berbagai ilmu dan profesi, tergantung dengan kebutuhan pasien.
“Untuk mengatasi gangguan fisik pada pasien, tetap dilakukan oleh para tenaga medis, mulai dari ahli gizi, perawat, dokter, apoteker. Sementara itu, untuk masalah psikosial, dan spritual dapat dilakukan dengan profesi yang bersangkutan. “
Pasien dengan penyakit serius dapat berdampak pada kondisi emosi dan sosial dengan perasaan takut, marah, depresi dan terkadang emosi yang tidak terkontrol –demikian juga dengan keluarga pasien.
Dalam perawatan paliatif yang mencakup konseling banyak dilakukan diskusi dengan sesama pasien yang memiliki riwayat penyakit serupa, sehingga dapat mengurangi beban emosi dan sosial.
Hal ini diungkapkan oleh Sylvia D. Elvira, yang merupakan survivor kanker dan sekaligus dokter bidang psikiatri. Menurutnya, menyampaikan berita tentang keadaan riil kepada pasien perlu menyesuaikan dengan tingkat emosional pasien, dan memperhatikan sejumlah aspek diantaranya lingkungan saat menyampaikan pesan, persepsi pasien, dan menggunakan terminologi nonmedis.
Dr. Siti Annisa Nuhonni dari YKI menyampaikan tentang Perawatan Paliatif kepada pasien kanker untuk membantu menenangkan pasien dan keluarga. Dalam Perawatan Paliatif, tim perawat akan menolong pasien dengan melibatkan tokoh agama sesuai kepercayaan yang dianutnya untuk memberikan rasa tentaram dan damai.
“Pentingnya Perawatan Paliatif perlu disampaikan sejak awal, dimana menjaga dimensi kualitas kehidupan ada yang menjadi bagian pasien, bagian keluarga maupun bagian tim medis,” ujarnya.
Sementara Dr. Hilman Tadjoedin menyampaikan materi tentang kapan kemoterapi dapat dihentikan secara bertahap, dimana pengobatan kanker tidak bisa bersifat intuitif atau sekedar ikut-ikutan dengan menggunakan herbal.
“Pengobatan kanker sangat bersifat individual dan harus terus berkomunikasi dengan pasien tentang keberhasilan obat, serta mendorong pasien untuk menjalankan Perawatan Paliatif agar kondisi fisik dan emosi dapat bertahan lebih baik,” ungkap Dr. Hilman Tadjoedin.