Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan saat membuka Rapat Kerja Kesehatan Nasional Tahun 2017 dan Peluncuran Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) serta Pembangunan 124 Puskesmas Perbatasan di Jakarta, Selasa (28/2)./Antara-Puspa Perwitasari
Health

Kesenjangan Pelayanan Kesehatan Global Makin Lebar, Bagaimana di Indonesia?

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 27 Mei 2017 - 14:35
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Sebuah studi global terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of Washington mengungkapkan adanya kesenjangan yang semakin besar terhadap akses dan kualitas pelayanan kesehatan di masing-masing negara.

Akibatnya, saat ini semakin banyak orang yang meninggal karena sebab-sebab dan cara perawatan yang sebetulanya sudah diketahui dan bisa diantisipasi.

Indonesia telah menunjukkan peningkatan dalam penanganan kesehatan dalam 25 tahun terakhir, hingga peringkatnya meningkat dari 37 pada 1990 menjadi 49 pada 2015. Pemeringkatan tersebut didasarkan pada index 0 hingga 100, berdasarkan riset yang dipublikasikan oleh The Lancet, sebuah jurnal kesehatan internasional.

Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini berada di peringkat tinggi, dalam menangani penyakit-penyakit umum yang dapat dicegah melalui vaksinasi, seperti difteri (skor 98), seperti juga testicular (skor 94).

Namun demikian, dalam beberapa kategori lainnya, Indonesia menduduki peringkat lebih rendah, seperti penyakit pembuluh darah di otak dan tuberkulosa (keduanya mencatat skor 27).

Studi ini merupakan upaya awal yang dilakukan untuk menilai akses dan kualitas layanan kesehatan di 195 negara. Para peneliti menggunakan Indeks Healthcare Access and Quality (HAQ).

HAQ sendiri didasarkan pada angka kematian yang disebabkan oleh 32 penyebab yang dapat dihindari oleh pelayanan kesehatan yang efektif dan tepat waktu, yang dikenal sebagai Amenable Mortality.

Negara dengan peringkat tertinggi adalah Andorra dengan nilai keseluruhan mencapai 95; skor terendah yang tercatat adalah untuk penanganan Hodgkin’s lymphoma di angka 70. Sedangkan rating terendah adalah Republik Afrika Tengah yang tercatat hanya 29; skor tertinggi mereka adalah dalam hal penanganan difteri yang mencatat skor 65.

“Yang kami temukan mengenai akses dan kualitas pelayanan kesehatan ini, sangat memprihatinkan,” jelas Direktur IHME Christopher Murray dalam siaran pers, Sabtu (27/5/2017).

Menurutnya, negara-negara dengan ekonomi yang kuat tidak menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang baik. Demikian juga halnya, dengan keberadaan teknologi kesehatan yang unggul.

“Kami mengetahui hal ini, karena orang-orang tidak memperoleh pelayanan kesehatan secara prima yang seharusnya bisa mereka terima.”

Sebagai contoh, Norwegia dan Australia, masing-masing secara umum mencatat skor 90, di antara negara-negara dengan skor tinggi lainnya. Akan tetapi, Norwegia mencatat skor 65 dalam hal perawatan kanker testis, dan Australia mencatat skor 52 dalam hal perawatan kanker kulit non-melanoma.

“Dalam kebanyakan kasus, kedua jenis kanker tersebut dapat dirawat dengan efektif. Tidakkah itu seharusnya menjadi perhatian kita semua, mengapa orang-orang dengan penyakit tersebut meninggal di negara-negara yang memiliki sumber daya dan kemampuan untuk menanganinya?”

Penilaian tersebut didasarkan pada estimasi dari studi tahunan Global Burden of Diseases, Injuries and Risk Factors (GBD) dengan dibantu oleh lebih dari 2.300 peneliti dari 133 negara, GBD meneliti 300 lebih penyakit dan penyebab lainnya.

GBD merupakan sebuah penelitian yang sistematik dan keilmuan yang dilakukan untuk menghitung dampak dari kerugian yang disebabkan oleh masalah kesehatan dari berbagai penyakit, kecelakaan dan faktor resiko lainnya, berdasarkan jenis kelamin, usia dan populasi.

Selain itu, data juga diekstrasi dari laporan GBD terbaru dan diuji menggunakan indeks Sociodemographic Index (SDI) yang menghitung nilai dari segi pendidikan, kesuburan dan pendapatan.

SDI menelaah lebih jauh lagi secara historis, perkembangan yang dialami oleh negara-negara berkembang versus negara-negara maju. Studi sebelumnya yang juga hampir serupa pernah dilakukan, namun hanya terbatas pada negara-negara berpendapatan tinggi, terutama di Eropa Barat.

Negara-negara lain di Afrika, khususnya di Sub-Sahara, selain itu di Asia Pasifik, mengalami rating terendah. Tanpa terkecuali, banyak negara di wilayah ini, termasuk di Cina (skor 74), dan Etiopia (Skor 44), telah mulai mencatat banyak perbaikan sejak 1990.

Laporan Studi ini menawarkan adanya tanda-tanda perbaikan kualitas dan akses terhadap layana kesehatan. Sejak 1990, beberapa negara mencatat kemajuan hingga menyamai atau bahkan melebihi negara lainnya.

Negara-negara ini antara lain; Turki, Yordania, Korea Selatan, Maldives, Nigeria dan beberapa negara di Eropa Barat, seperti Swiss, Spanyol dan Perancis.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro