Bisnis.com, JAKARTA - PT Jakarta Land menggandeng ISA Art Advisory menggelar pameran bertajuk Legacies: Real and Imagined di Lobby Gedung WTC 2, Jakarta mulai Selasa (6/2/2018) hingga 9 Maret 2018.
ISA Art Advisory yang bertindak sebagai kurator dalam pameran ini membawa karya-karya dari dua perupa yang berasal dari negara berbeda. Pertama, ada Adam de Boer yang berasal dari Amerika Serikat. Kedua, ada nama perupa berdarah Minang yang lama tinggal dan berkarya di Yogyakarta, Jumaldi Alfi. Keduanya masing-masing menyumbangkan delapan dan tujuh buah karya seni lukis.
Adam de Boer merupakan perupa yang berbasis di California, Amerika Serikat. Dia merupakan mahasiswa program pertukaran pelajar ke Indonesia yang disponsori oleh Aminef dan Fullbright Scholarship. Selama masa residensi di Indonesia, dia tinggal di Yogyakarta.
Meski baru setahun terakhir tinggal di Indonesia, sebenarnya de Boer sudah beberapa kali berkunjung ke Indonesia dalam waktu yang singkat sejak 2010. Lawatannya ke Indonesia tidak hanya untuk urusan akademik yang tengah ditempuhnya, tetapi juga untuk mencari dan mengetahui asal-usul keluarganya.
Ayahnya merupakan pria blasteran yang lahir di Purwokerto, Jawa Tengah. Sementara kakeknya merupakan orang Belanda yang tinggal dan berkeluarga di Indonesia. Adam adalah generasi pertama di keluarganya yang lahir dan besar di Amerika Serikat.
Saat menelusuri kehidupan orang tuanya, dia menyadari keterbatasan-keterbatasan yang dialami oleh orang tuanya dalam mendefinisikan identitas. Dia mengejawentahkan perjalanan orang tuanya dalam karya yang berjudul Room Screen for Margio bin Syueb (192x250x35cm, acrylic paint and oil painted on carved leather, polychrome carved teak, woven bamboo, 2017).
Dalam karyanya tersebut dia menggambarkan fugur harimau Jawa yang terperangkap lemari kaca. Figur tersebut dikemas dalam bingkai kayu yang diukir dengan simbol-simbol kebudayaan Jawa yang biasa ditemui pada motif batik.
"Ini cara saya terhubung dengan kakek saya, dengan leluhur saya, semuanya ada dalam karya ini," katanya di Jakarta, Selasa (6/1/2018).
De Bore mengaku karya ini terinspirasi dari novel karya sastrawan Eka Kurniawan yang berjudul Lelaki Harimau. Dia merasa ada kesamaan antara leluhurnya dengan karakter Margio dalam karya sastra tersebut.
"Saya melihat ada kesamaan itu, di mana Margio sebenarnya ingin hidup seperti manusia kelas menengah pada umumnya, tetapi dia mendapati keterbatasan-keterbatasan yang membuat dia terperangkap, tidak bisa mendapatkan hal itu," katanya.
Kakeknya, sama seperti karakter Margio, serba terbatasi dalam kehidupannya. Identitas mereka seolah jadi samar karena pencpuran ras yang ada dalam aliran darah mereka. Akhirnya, kata Adam, mereka membentuk identitasnya yang baru ketika masuk ke Negeri Paman Sam.
Atas alasan itu pula, dia mengaku banyak membuat layer atau lapisan-lapisan figuratif dalam karyanya. "Begitulah orang tua dan leluhur saya membicarakan soal asal-usul dan identitas," jelasnya.
Berbeda dengan de Boer, Jumaldi dalam pameran ini menampilkan karya-karya lamanya yang sudah terjual ke tangan kolektor. Dia mengaku tidak terlibat dalam pengumpulan karya-karya tersebut. ISA Art Advisory yang mengumpulkan dan membawa serta karya tersebut ke dalam pameran ini.
Dari tujuh buah karyanya yang berhasil di bawa ke dalam pameran ini, karya berjudul Melting Memories, Rereading Landscape, Mooi Indie #003 (200x300cm, acrylic on canvas, 2013) dapat dikatakan sebagai karya yang paling mencuri perhatian.
Karyanya deni rupa kontemporer tersebut menampilkan figur lukisan terkenal dari maestro Basoeki Abdullah yang digambar ulang olehnya. Tampak menjadi seolah poster karya seni yang ditempelkan di atas papan tulis berwarna hitam.
Dalam karyanya tersebut, Alfi mengatakan memang sengaja bermain-main dengan porspektif dan pikiran mengenai seni rupa. Menurutnya, selama ini orang terlalu sibuk mencari pemaknaan atas simbol dalam lukisan. Dia ingin seolah mengembalikan lagi perspektif menikmati lukisan yang sebenarnya dinilai sebagai lukisan.