Petugas memindahkan kantong jenazah korban pesawat Lion Air JT 610, di RS Polri, Jakarta Timur, Selasa (30/10/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Health

Ini Data Antemortem yang Harus Disiapkan dalam Proses Identifikasi Jenazah

Nur Faizah Al Bahriyatul Baqiroh
Kamis, 29 November 2018 - 14:27
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Saat anggota keluarga, teman, kerabat dekat kita menjadi korban bencana massal seperti korban jatuhnya pesawat, korban pengeboman dan sebagainya, ada sejumlah data primer dan data sekunder antemortem yang perlu disiapkan untuk membantu proses identifikasi jenazah.

"Tiga data primer itu adalah gigi, sidik jari dari telapak tangan atau telapak kaki, dan DNA. Data sekundernya berupa properti, baik itu baju atau perhiasan atau identitas korban yang melekat pada tubuhnya untuk terakhir kali, adanya bekas tindakan medis di tubuh korban atau adanya tanda khusus pada tubuh korban seperti tato, tahi lalat, tindik, disabilitas, atau jaringan parut," papar dr. Mohammad Ardhian Syaifuddin, SpF pada acara Seminar Awam dan Media "Info Sehat FKUI untuk Anda" di Ruang Senat Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/0/2018).

Data antemortem tersebut akan dicocokkan dengan data postmortem atau tubuh korban yang ditemukan saat fase rekonsiliasi. Dia menerangkan korban akan bisa diidentifikasi jika minimal ada satu data primer positif dengan atau tanpa data sekunder, atau jika ada minimal dua data sekunder tanpa adanya data primer.

Lalu apa saja yang harus dibawa saat akan datang ke posko antemortem?

Pertama, untuk data primer gigi, disarankan untuk memberikan informasi mengenai dokter gigi yang rutin dikunjungi korban untuk memeriksa gigi beserta alamat lengkap tempat praktik sang dokter.

"Ini akan sangat memudahkan. Dengan data itu, tim Disaster Victim Identification (DVI) kemungkinan akan mendapatkan rekam medik foto radiologi atau rontgen panoramik tentang gigi, rahang, atau kepala terduga korban atau cetakan gigi pasien, gigi palsu, atau gigi yang sudah dicabut," jelas Ardhian.

Dia mengakui masih banyak masyarakat Indonesia yang belum melakukan perekaman gigi sehingga menjadi kendala tersendiri. Namun, hal ini dapat diatasi jika keluarga membawa foto korban yang sedang tertawa lebar dengan resolusi tinggi.

Kedua, sidik jari. Ardhian mengungkapkan rekaman sidik jari sekarang mudah didapatkan karena adanya e-KTP atau data biometrik sidik jari untuk keperluan absen kantor.

Untuk itu, pihak keluarga bisa menginformasikan riwayat pekerjaan si terduga korban. Data sidik jari juga bisa didapatkan dari barang-barang pribadi terduga korban tapi tidak boleh rusak, kotor ataupun ternoda oleh sidik jari orang lain.

"Khusus bayi, informasikan fasilitas pelayanan kesehatan tempat bayi tersebut dilahirkan, untuk telapak kaki biasanya tersedia pada profesi pilot atau pelayaran," lanjutnya.

Ketiga, DNA. Cara ini dipilih apabila temuan jenazah hanya berupa body parts atau potongan tubuh dan dicocokkan dengan DNA keluarga dekatnya.

Untuk terduga korban yang tidak memiliki keluarga, sampel DNA dapat dicari dari sampel darah atau biopsi riwayat berobat sebelumnya, baik dari rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, atau dari data donor darah.

Sampel DNA juga bisa ditemukan dari sampel pribadi seperti sikat gigi, pisau cukur, sisir, lipstik, deodoran, gelas atau cangkir minum yang belum dicuci, pakaian dalam yang belum dicuci, perhiasan dan sebagainya.

"Pengambilan barang-barang pribadi yang bisa menjadi sampel DNA sebaiknya diambil oleh petugas DVI. Bila diambil oleh keluarga sebaiknya jangan disentuh dengan tangan telanjang dan masukkan ke plastik baru, bukan yang bekas," ujar Ardhian.

Data sekunder bisa berupa foto terduga korban, foto terakhir sebelum bencana, pakaian yang dikenakan terduga korban saat bencana terjadi, atau bukti-bukti yang menunjukkan properti yang dikenakan oleh terduga korban seperti perhiasan atau pakaian yang sering dipakai sehari-hari. Foto jelas yang menunjukkan ciri fisik tertentu terduga korban juga dapat disampaikan.

Lantaran proses identifikasi memerlukan pengumpulan data pribadi korban, maka kerja sama keluarga sangat diperlukan.

"Identifikasi secara visual atau melihat korban secara langsung tidak dapat diandalkan karena riskan, dapat terjadi kesalahan," tambahnya.

 

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro