Bisnis.com, JAKARTA – Di usianya yang kala itu baru 5 tahun, Tania Angelita sempat mengalami demam berdarah dengue (DBD). Namun, karena keterbatasan biaya, apalagi ketika itu belum ada pembiayaan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), akhirnya orang tua membawa Tania pulang di saat trombositnya belum stabil.
Untuk menstabilkan trombositnya, Lina, ibunda dari Tania memberikannya obat yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Memang sembuh tetapi sejak saat itu, tubuh Tania terutama di kaki dan tangan sering mengalami memar dan pendarahan dari hidung atau mimisan.
Tidak ada prasangka buruk apapun, sebab kondisi itu dianggap biasa dialami oleh anak-anak. Orang tua sempat membawa Tania ke pelayanan kesehatan untuk menanyakan perihal kejadian tersebut. Namun, memar yang sering dialaminya dianggap karena kecapean jalan kaki, sedangkan mimisan bisa disebabkan karena selaput hidung anak yang tipis.
“Sejak itu tidak pernah dilanjutkan lagi dan menganggap hal tersebut biasa saja,” ujar Lina, ibunda Tania.
Hingga pada akhirnya, di saat Tania berusia 13 tahun, dia kembali mengalami demam tinggi yang kondisinya naik turun selama 3 hari berturut-turut. Saat menunggu dokter, tiba-tiba Tania mengalami pendarahan atau mimisan hebat dari hidungnya.
Ketika dilakukan pengecekan, trombosit darahnya sangat rendah yaitu sekitar 4.200 hingga 4.500 per kilometer darah, jauh di bawah trombosit normal yang berada di kisaran 150.000 hingga 450.000 per kilometer darah.
Baca Juga DVD Si Doel The Movie Dirilis |
---|
Saat itu dokter menyangka Tania mengalami demam berdarah dengue (DBD) sehingga harus segera dibawa ke RSUD untuk dilakukan pengecekan lanjutan sekaligus dirawat selama 8 hari.
“Ternyata pas dicek virus DBD negatif. Pas sudah pulang disuruh kontrol seminggu kemudian, setelah itu baru dirujuk ke RS Fatmawati. Dari sana ketahuan bahwa saya bukan DBD tetapi didiagnosis berupa penyakit kelainan darah ITP,” tutur Tania yang kini menginjak usia 16 tahun.
Immune Thrombocytopenic Purpura atau yang biasa disingkat ITP merupakan gangguan darah kronis yang berkaitan dengan sistem imun atau kekebalan tubuh manusia. Karena itulah, ITP digolongkan dalam penyakit autoimun ketika sistem imunitas atau kekebalan tubuh justru merusak jaringan tubuh itu sendiri.
Para penderita ITP memiliki jumlah sel pembekuan darah atau trombosit yang rendah yaitu di bawah 25.000 per kilometer darah. Dikutip dari ITP Foundation, ketika seorang pasien mengidap ITP, maka sistem kekebalan tubuhnya menciptakan antibodi yang menandai trombosit sehat sebagai zat asing sehingga secara keliru menyerang dan menghancurkannya.
Ini menyebabkan jumlah trombosit terus menurun. Padahal trombosit dibutuhkan untuk pembekuan darah. Ketika sel pembeku darahnya sangat minim, maka penderita ITP akan sering mengalami perdarahan yang ditandai dengan memar pada kulit terutama di tangan dan kaki, serta selaput lendir bagi perempuan.
Selain itu juga adanya perdarahan dari hidung seperti mimisan, dan gusi berdarah. Beberapa kasus saluran pencernaan atau saluran kemih juga dapat terjadi perdarahan. Jika wanita sudah memasuki masa baligh, bisa ditandai juga dengan menstruasi yang berkepanjangan.
Direktur Penasehat Medis ITP Foundation Paul Imbach mengatakan pada beberapa kasus, ITP bisa disebabkan oleh obat-obatan dan hal lain terkait dengan infeksi, kehamilan atau gangguan kekebalan tubuh seperti lupus eritematosus sistemik.
“Namun, sekitar setengah dari semua kasus diklasifikasikan sebagai idiopatik yang berarti penyebabnya belum diketahui secara jelas,” tuturnya.
Penyakit ini paling banyak menyerang anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Sekitar 85% anak-anak dapat sembuh dalam kurun 1 tahun tetapi jika sudah kronis, ITP akan terus dialami. Sementara itu, pada orang dewasa, penyakit ini lebih sering menyerang perempuan, terutama wanita hamil karena adanya pengaruh pada konsumsi obat-obatan tertentu.
Jika penyakit ITP disebabkan oleh obat-obatan yang dikonsumsi, pengobatan standar dengan menghentikan penggunaan obat infeksi dapat dilakukan. Tujuannya untuk mengembalikan jumlah trombosit ke angka normal.
Sementara itu, jika penyebab terjadinya ITP tidak diketahui, pengobatannya dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan gejala. Dalam beberapa kasus tidak diperlukan terapi. Namun, dalam kebanyakan kasus, dokter akan meresepkan obat-obatan yang mengubah serangan sistem kekebalan tubuh.
“Perawatan lain yang biasanya menghasilkan peningkatan jumlah trombosit adalah pengangkatan limpa, organ yang menghancurkan trombosit berlapis antibody,” tuturnya.
Selain mengonsumsi obat-obatan, ternyata perubahan gaya hidup juga dapat meminimalisir terjadinya ITP terutama untuk mencegah terjadinya perdarahan karena cedera. Apalagi untuk pasien yang jumlah trombositnya sangat rendah kurang dari 50.000.
“Gunakan selalu alat pelindung seperti helm, hindari olahraga kontak dan jangan stress. Meski demikian, pasien dengan penyakit ITP tetap bisa menjalankan aktivitas fisik selayaknya orang normal tetapi harus tetap berkonsultasi dengan dokter.”