Bisnis.com, JAKARTA -- Sariawan merupakan salah satu penyakit kelainan mulut yang umum terjadi di masyarakat. Biasanya, penyakit ini, muncul akibat adanya perlukaan karena tergigit atau gesekan tajam yang terjadi di dalam mulut.
Umumnya sariawan bisa sembuh dengan sendirinya dalam jangka 1 hingga 2 minggu sehingga tidak dianggap penyakit berbahaya meski cukup mengganggu. Namun, jika dalam hampir 1 bulan luka tersebut tidak kunjung sembuh, Anda patut untuk waspada.
Apalagi jika tidak disertai rasa perih seperti sariawan pada umumnya padahal ukurannya semakin membesar. Sebab, itu bisa menjadi salah satu gejala dini risiko kanker mulut sehingga harus segera diperiksa di pusat layanan kesehatan masyarakat.
Rahmi Amtha, dokter gigi spesialis penyakit mulut, mengatakan bahwa sariawan hampir sama dengan luka luar lainnya yang akan menutup dengan sendirinya. Berbeda halnya dengan luka atau sariawan sebagai gejala awal kanker mulut, yang sulit untuk pulih kembali, sebab di dalamnya telah berkembang sel-sel tidak normal yang membelah diri dan sulit untuk dikendalikan.
“Tanda-tanda awal kanker mulut dikenali dengan adanya perubahan warna, tekstur, dan luka yang tidak sembuh-sembuh lebih dari 1 bulan,” ujar Rahmi.
Banyak masyarakat yang tidak menyadari dirinya menderita kanker mulut karena sering kali dianggap remeh, hanya berupa sariawan biasa. Para penderitanya pun seringkali tidak memperhatikan adanya perubahan warna dan tekstur di rongga mulut, apalagi tidak ada rasa sakit yang dirasakan.
Sementara itu, Sri Hananto Seno, dokter gigi spesialis bedah mulut menambahkan ketika seseorang mengalami sariawan, ada rasa perih yang dirasakan. Sebab, saat itu lapisan sel-sel kulit terbuka sehingga membuat saraf-saraf di sekitar luka yang sebelumnya terlindungi mukosa menjadi terbuka sehingga terasa sakit ketika terkena panas, dingin, pedas, atau udara.
Seno mengatakan bahwa sariawan biasa pun jika terus menerus teriritasi bisa menjadi kronis dan berpotensi menjadi kanker karena sel-sel tersebut akan bermutasi dan mengalami pembelahan.
Ketika sel-sel tersebut terus membelah diri secara tidak normal, dia akan menutupi luka dan saraf yang ada di mulut sehingga meski ukurannya semakin besar tetapi tidak ada rasa sakit yang dirasakan seperti halnya sariawan pada umumnya.
“Segera periksakan diri untuk mendeteksi adanya sel abnormal yang berkembang karena itu berpotensi menjadi kanker mulut,” ujar Sri Hananto yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Dokter Gigi Indonesia
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang berisiko terserang penyakit kanker mulut antara lain merokok, mengunyah tembakau, konsumsi alkohol, virus, pola makan dan latar belakang genetik.
Selain itu, dalam studi terbaru ditemukan bahwa kebiasaan menyirih juga dapat menyebabkan kanker mulut. Rahmi yang juga Ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut memaparkan hasil penelitian independen terakhir yang dilakukan di Jakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Hasil penelitian menunjukan faktor risiko penyebab kanker mulut di Jakarta dan NTT yang tertinggi adalah merokok, mengunyah sirih, alkohol dan faktor lainnya,” ujarnya.
Di NTT penyebab utama tertinggi adalah buah pinang, tembakau dan alkohol. Penderita kanker mulut terbanyak adalah laki-laki berusia di atas 40 tahun. Rahmi menuturkan bahwa 64% kanker mulut dapat diawali oleh lesi pra kanker yang ditandai dengan perubahan warna.
Pada kondisi normal, tekstur atau tampilan mukosa mulut berwarna merah muda dan kenyal. Jika terjadi perubahan warna menjadi putih, merah atau kombinasi keduanya, bisa jadi ini menunjukan adanya lesi yang memerlukan perhatian.
“Penting untuk mengetahui adanya berbagai perubahan yang terjadi di rongga mulut, seperti warna, munculnya bercak-bercak, dan luka yang misterius, karena itu bisa berujung pada kondisi yang tak diinginkan,” terangnya.
DETEKSI DINI
Menurutnya, angka bertahan hidup pasien kanker rongga mulut tergolong kecil yaitu di bawah 3 tahun karena biasanya datang sudah stadium lanjut. Padahal, bila lesi pra kanker dapat ditemukan dan kemunduran selnya belum terlalu jauh, serta respons pengobatan masih baik, maka angka bertahan hidup pasien dapat meningkat.
“Kalau deteksi dini cepat ditangani, angka bertahan hidupnya akan naik lebih dari 80% atau di atas 5 tahun. Dengan demikian angka kematian dapat diturunkan,” ujarnya.
Kanker mulut merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Secara global, tercatat 300.373 kasus kanker rongga mulut, sekitar 50% di antaranya yaitu 145.353 pasien meninggal dunia akibat kanker rongga mulut pada 2012.
Lebih dari separuh kanker rongga mulut di dunia terjadi di wilayah Asia, diperkirakan 168.850 kasus baru terdiagnosis. Dari jumlah tersebut sekitar 11% penderita kanker mulut berasal dari wilayah Asia Tenggara.
Di Indonesia sendiri, jumlah penderita kanker rongga mulut tercatat 5,3% pada 2012 dan diproyeksikan akan meningkat 21,5% pada 2020. Untuk mencegah kenaikan jumlah penderita kanker mulut, penting adanya edukasi dan sosialisasi mengenai deteksi dini.
Salah satunya dengan gerakan SaMuRi yaitu sadari mulut sendiri. Melalui gerakan ini masyarakat akan diajarkan melakukan pemeriksaan mulut secara mandiri sekaligus menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik.
“Periksalah rongga mulut di depan cermin. Pastikan memeriksa setiap sisi rongga mulut mulai dari lidah, bibir, bawah mulut, langit-langit hingga pipi bagian dalam,” ujarnya.
Kebersihan mulut juga menjadi salah satu faktor timbulnya banyak penyakit dalam rongga mulut. Kebersihan mulut penting karena rongga mulut manusia tidak terlepas dari berbagai macam mikroorganisme.
Untuk menjaga kebersihan mulut, tidak hanya dilakukan dengan menyikat gigi secara baik dan benar yang merupakan gold standard memelihara kebersihan mulut, tetapi juga diperlukan antiseptik yang salah satunya yang mengandung chlorhexidine atau bahan lainnya.